20 🔰 D

560 39 0
                                    

Lima bulan kemudian kehidupan gue mulai berjalan normal. Terlalu normal hingga gue merasa sangat amat bosan. Biasanya sepagi ini gue sudah duduk manis di jok belakang motor vespanya Aldo. Melewati jalanan macet dengan suasana penuh dengan canda tawa. Gue sangat merindukan momen itu. Semakin rindu karena saat ini momen indah itu hanyalah tinggal kenangan menyesakkan dada yang selalu menghantui hari hari gue. 

Pagi ini masih seperti pagi biasanya. Gue diantar jemput oleh Athan dengan menggunakan mobilnya. Tidak ada angin jalanan yang penuh debu. Tidak ada derai tawa dari bibir gue yang ada adalah deru tawa penyiar radio yang semakin lama semakin membuat gue jengkel. Seakan mereka tidak tahu situasi pendengarnya.

"Kamu sakit ya?"

Lamunan gue seketika pecah saat suara Athan kembali gue dengar. "Oh enggak Wirat. Aku cuma kecapean deh kayaknya."

"Jangan belajar terus. Kamu juga butuh istirahat." Kata Athan penuh dengan pengertian.

Akhir-akhir ini gue memang lebih rajin belajar soal-soal masuk perguruan tinggi negeri yang ada di Yogyakarta. Dulu gue mempunyai cita-cita ingin melanjutkan jenjang pendidikan gue di Yogyakarta. Dan untuk menggapai cita-cita gue itu gue harus belajar dan berdoa. Gue punya mimpi. Dan gue harus mewujudkan impian gue itu sehingga menjadi kenyataan. Tentunya itu tidaklah mudah. Tetapi gue harus mencobanya terlebih dahulu. Apapun hasilnya nanti yang paling penting gue sudah membuktikan pada diri gue kalau gue mampu. Kalau gue bisa.

"Iya. Mama juga bilang kayak gitu. Tapi gak bisa Wirat. Aku harus belajar rajin supaya dapat masuk ke universitas itu."

Athan tersenyum kecil lalu mengusap pucuk kepala gue, "Iya. Nanti yang gak bisa tanyakan aja. Siapa tahu aku bisa membantu."

Jangan salah, Athan itu termasuk salah satu murid unggulan di SMS gue. Ya walaupun dia tidak sepintar si lelaki kampret, namun kapasitas otaknya cukup memadai daripada kapasitas otak milik gue. Gue sedikit bersyukur karena di kelilingi oleh laki-laki yang mempunyai kepintaran di atas rata-rata.

"Makasih ya Wirat."

"Sekarang kamu jangan pusing-pusing memikirkan soal. Sebaiknya kamu istirahat dulu. Adakalanya otak kita itu butuh istirahat. Bukan hanya bekerja terus menerus."

Yang gue rasakan saat ini adalah semakin bimbang. Gue gak tahu apa yang akan terjadi nanti. Namun jika gue di terima di salah satu universitas di Jogja, gue tidak mau lagi mempunyai hubungan jarak jauh. Jujur saja hubungan jarak jauh ini membuat hati gue lelah. Gue semakin bimbang akan keputusan gue yang sama sekali tidak sejalan dengan hati gue.

"Hari ini kita belajar bertiga ya?"

Gue menatap bingung Athan? Bertiga? Maksud nya gue, Athan terus yang satunya lagi siapa? Setan?

"Nanti Linda juga mau ikut." Lanjut Athan seakan mengerti tentang kebingungan di wajah gue.

"Kamu udah baikkan kan sama Linda?"

Gue hanya tersenyum tipis. Semenjak kejadian itu Linda masih bersikap seperti biasa dengan gue. Namun dengan sikap seperti itu gue malah semakin merasa bersalah dengan Linda. Gue udah nyoba buat minta maaf ke Linda. Dan respon Linda sungguh di luar dugaan gue. Dia malah tersenyum lalu meninggalkan gue.

Sejak saat itu gue menyimpulkan akan sikap Linda terhadap gue. Linda hanya tidak mau membuat gue merasa bersalah. Ia bahkan tidak perduli. Dan yang semakin membuat gue bingung adalah Linda selalu menanyakan kabar Athan. Sumpah demi apapun gue gak curiga. Namun lama kelamaan gue mulai merasa ada kejanggalan antara Linda dan Athan. Mereka memang jarang bertemu satu sama lain. Namun seperti yang di bilang Athan tadi, Linda mempunyai berbagai macam cara agar dia dapat bertemu dengan Athan.

ASLI. SEBENARNYA LINDA TUH PACARNYA SIAPA SIH?

"Kamu deket ya sama Linda?"

"Kamu gak suka aku deket sama Linda?"

Gue selalu benci dengan orang- orang yang suka membalikkan pertanyaan seperti yang Athan lakukan.

"Jawab pertanyaan ku dulu Wirat."

Athan hanya tersenyum tipis,"Linda itu cuma sahabat aku. Kamu tahu sendiri kan gimana dulu aku sama Linda?"

"Tapi aku ngerasa beda.. " Gue berkata lirih karena gue belum yakin akan jawaban gue.

"Aku gak mungkin suka sama sahabatku sendiri disaat aku udah jantuh cinta sama pacarku. Kamu pacarku dan aku gak akan mungkin membagi cintaku untuk orang lain selain kamu."

Harusnya gue bahagia mendengar gombalan Athan. Dan mungkin hati gue sangat lega karena dia memang hanya mencintai gue. Namun yang gue rasakan adalah hampa. Gombalan Athan sama sekali tidak membuat pipi gue semerah tomat. Bahkan gombalan itu tidak mengeratkan hati gue sehingga hati gue langsung menghangat saat mendengarnya. Sebaliknya gue semakin merasa hampa dan kesepian.

"Nanti siang aku jemput kamu di kelas ya. Bye Peni."  Setelah gue dan Athan berpisah di parkiran, gue segera masuk ke dalam kelas gue mengingat jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang tiga menit.

Gue sengaja melewati ruang kelas laki- laki kampret yang beberapa hari ini tidak pernah gue lihat. Gue bahkan tidak sadar kalau langkah kaki gue sudah berada tepat di depan kelasnya. Gue sedikit gugup. Sebenarnya gue gak tahu motif apa yang membuat gue sampai nekat menemuinya. Namun teriakan hati gue yang menyuruh gue untuk segera menemuinya sangat amat menganggu gue.

"Adinaya kenapa berdiri di depan pintu?"

Gue langsung menoleh ke belakang saat suara Bu Ceribel menyapa pendengaran gue.

"Mau cari anu bu.. itu..."

"Aldo ya?" Gue langsung cengengesan gak jelas."Loh kamu gak tahu?"

Mendadak jantung gue berdetak kencang.

"Tahu apa bu? Aldo hari ini sakit ya bu? Saya gak tahu habisnya dia gak pernah menjawab telepon saya."

Bu Ceribel menatap gue dengan tampang kasihan, "Dia bener gak bilang sama kamu?"

Gue menggeleng cepat- cepat.

"Aldo kan udah pindah sekolah sejak tiga hari yang lalu Adinaya. Kamu lagi marahan ya sama Aldo? Tumben banget dia gak bilang hal besar seperti ini kepada kamu."

Otak gue seketika blank.

"Ayahnya ditugaskan di luar kota. Otomatis dia juga harus pindah. Ya sudah ibu masuk dulu ya."

Seharusnya gue biasa aja. Mungkin Aldo lupa bilang ke gue karena harus cepat- cepat mengurus kepindahannya. Seharusnya gue merasa lega karena setelah ini mungkin hubungan gue dan Athan akan kembali berjalan seperti semula. Tapi kenapa hati gue sangat sakit? Kenapa hati gue tidak bisa terima jika Aldo pergi jauh meninggalkan gue tanpa memberitahu kepergiannya kepada gue?

Long Distance RelationShit [END]Where stories live. Discover now