15 🔰 R

536 46 1
                                    

Nyatanya pagi ini harapan nyokap gue hanya akan menjadi angan-anganya. Pagi ini tidak ada Adinaya yang cantik jelita dan juga ceria. Sebaliknya, pagi ini hanya ada Adinaya yang murung dengan lingkaran hitam dibawah mata dan juga rambut berantakannya.

Gue menatap pantulan cermin yang menampilkan wajah zombie gue. Gua gak kaget lagi kalau wajah gue menjadi seperti ini. Semalam gue terus menangisi entah apa itu yang membuat dada gue sesak dan juga sakit. Gue terus mengumpati Athan di dalam setiap tangisan gue. Gue terus menyalahkan dia atas apa yang terjadi saat ini.

Suara ketukan kamar gue berhasil membuyarkan lamunan gue. Selanjutnya terdengar suara merdu nyokap gue memanggil gue.

"Adinaya. Kamu sudah bangun?"

Gue segera merapikan rambut kusut gue. Memolesi wajah gue dengan bedak tipis lalu mengolesi bibir kering gue dengan lip gloss. Setelah semuanya tampak lebih baik daripada tadi gue segera membuka pintu kamar gue.

"Hai ma?" Sapa gue lalu tersenyum ceria. Lebih tepatnya pura-pura tersenyum ceria.

"Kamu udah baikkan?" Kata nyokap gue lalu menangkup kedua pipi gue. Mata teduhnya langsung menghunus ke dalam mata gue membuat mata gue kembali berkaca-kaca.

Sial. Gue selalu lemah di tatap seperti itu oleh nyokap gue.

Gue melepas pandangan mata gue lalu segera menunduk, "Adinaya gak tahu ma... "

"Sini mama peluk!"

Dan gue pun sudah berada di dalam pelukan nyokap gue. Hangat dan menenangkan. Sejak dulu gue selalu suka dengan pelukan nyokap gue. Berada di pelukannya gue menjadi lebih tenang. Menjadi lebih damai. Rasa sesak yang gue rasain di hati gue perlahan mulai mereda walaupun nyatanya tidak begitu. Tapi setidaknya pelukan nyokap gue dapat mengurangi rasa sesak yang ada di hati gue.

"Di bawah ada Aldo. Dia kelihatan murung. Persis kayak kamu."

Gue segera melepas pelukan nyokap gue, "Aldo?"

Nyokap gue mengangguk, "Dia sangat khawatir sama kamu Adinaya. Ponsel kamu gak bisa di hubungi katanya."

"Ponsel Adinaya pecah ma. Gak sengaja Adinaya jatuhin kemarin."

"Bukannya kamu lempar ke tembok ya?"

"Mama apaan sih... "

"Aldo baik ya?"

Sangat baik ma. Dia itu seperti malaikat berkuda putih yang selama ini selalu Adinaya impikan.

"Bukan baik ma. Dia memang sangat baik."

"Semalam Athan bilang... "

Gue menghembuskan nafas lelah gue, "Bilang apa ma?"

"Kalau yang terjadi saat ini itu adalah kesalahan dia."

"Adinaya udah gak perduli lagi ma. Adinaya udah merasa di bohongi."

Nyokap gue tidak lagi menyahut. Saat gue selesai memakai sepatu sekolah gue pun nyokap gue masih diam.

"Adinaya... "

"Ya ma?"

"Mama tahu Athan itu pacar kamu. Dia sangat menyayangi kamu. Tapi mama juga tahu kalau Aldo jauh menyayangi kamu lebih dari dia menyayangi dirinya sendiri."

"Ma... "

Mata gue berkaca-kaca dan sebentar lagi gue mungkin akan menangis.

"Mama hanya ingin kamu tahu itu."

Akhirnya gue kembali menangis menye-menye menjijikan seperti semalam. Nyokap gue segera memeluk gue. Mengusap rambut gue, mencoba menenangkan gue.

"Mama memang dekat dengan Athan. Tapi bukan berarti mama terus berada di pihak Athan jika kalian sedang punya masalah seperti ini. Dulu mama pikir hanya Athan yang menyayangi kamu dengan sepenuh hatinya. Ternyata mama salah. Ada yang jauh menyayangi kamu dengan segenap hati yang dia punya. Rela melihat kamu bahagia bersama dengan orang lain walaupun dia tidak bisa memiliki hati kamu. Bagi mama orang-orang yang biasa melakukan hal itu adalah orang- orang yang hebat. Karena tidak semua orang bisa merelakan orang yang mereka sayangi bersama dengan orang lain. Tapi Aldo berbeda... "

Nyokap gue menghapus air mata gue. Perempuan dengan wajah mirip gue itu tersenyum tipis, "Sekarang kamu temuin gih Aldonya. Dia udah menunggu lama."

Gue mengangguk kecil. Setelah nyokap gue membukakan pintu kamar gue, gue segera berlari kecil menuruni tangga lantai dua menuju ruang tamu dimana Aldo sedang menunggu gue.

"Do... " Gue memanggil Aldo dengan suara bergetar.

Laki-laki dengan seragam persis dengan yang gue kenakan itu berbalik dan benar apa yang nyokap gue katakan tadi. Wajahnya sangat terlihat kacau, bahkan lebih kacau daripada wajah gue.

"Lo... " Aldo sudah berada di depan gue, jari telunjuknya menunjuk wajah gue. Wajahnya terlihat marah dan juga khawatir. "Lo tahu kan kalau gue paling benci mengkhawatirkan lo yang semalaman gak ada kabar? Kalau lo marah sama gue, gue bisa terima itu Adinaya. Tapi jangan sekali-kali lo hilang dan gak ada kabar seperti semalam, gue selalu takut kalau lo kenapa-kenapa. Gue selalu takut kalau lo lagi dalam kesusahan dan gue gak ada di samping lo. Gue.. " Aldo menghentikan perkataannya, menatap gue dengan mata teduhnya. Tak terasa pipi gue kembali di banjiri oleh air mata menjijikan itu. Gue manangis.

"Ah persetan! Yang pengen gue lakukan sejak semalam cuma ini." Aldo segera memeluk tubuh gue erat. Sangat erat seperti yang selalu ia lakukan ketika sedang memeluk gue.

"Laki-laki bangsat itu sudah menyakiti lo Adinaya. Dan gue gak akan tinggal diam."

Gue membalas pelukan Aldo, "Dia gak salah. Seharusnya gue yang gak hadir di antara kalian." Kata gue sambil terus menangis.

"Masa bodoh Adinaya. Gue yang duluan suka sama lo. Gue yang pertama kali menemukan cinta di mata lo. Dan gue juga yang pertama kali melihat kalau lo itu adalah perempuan yang berbeda, yang gak layak buat di sakiti seperti ini."

"Aldo... "

"APA?" Sentaknya galak. "Dia ngomong apa sama lo?"

Gue menangis mengingat kata-kata Athan semalam.

"Pasti dia bilang kalau Linda menyukai gue kan? Pasti dia bilang gak seharusnya lo deket-deket sama gue biar Linda gak sakit hati kan?"

Gue gak menjawab. Gue semakin sakit mendengar kata-kata Aldo. Gue menunduk Engan untuk melihat wajah Aldo

"Hey lihat gue Adinaya." Aldo menangkup wajah gue hingga gue dapat kembali melihat mata teduhnya. "Gue berhak memilih dengan siapa gue harus jatuh cinta. Gue berhak memilih siapapun perempuan di luar sana yang gue sukai. Dan gue memilih lo. Gue gak perduli sekalipun sahabat ataupun orang terdekat Lo menyukai gue bahakan mencintai gue karena mereka juga memiliki hak yang sama seperti gue. Dan sama seperti lo, lo juga berhak untuk menolak gue seperti gue menolak mereka. Semua itu sudah mempunyai resiko masing-masing. Dan selama ini Linda sudah merelakan gue untuk memilih perempuan yang gue sukai. Dia sama sekali gak marah ataupun sakit hati saat gue bilang perempuan yang gue pilih itu adalah lo Adinaya."

"..."

Gue masih terisak dengan wajah super jelek yang baru pertama kali ini gue tunjukkan pada Aldo.

"Adinaya... "Aldo kembali menangkup pipi gue lalu tersenyum tipis. Jenis senyum yang selalu akan menjadi favorit gue.

"Selama ini pasti lo sangat sakit kan Do menunggu orang seperti gue?"

"Sama sekali tidak Adinaya. Selama apapun itu gue menunggu, asalkan lo terus berada di samping gue waktu itu sama sekali tidak ada nilainya."

***

🍩🍩🍩🍩

Long Distance RelationShit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang