Tiga Puluh Tujuh

256K 17.2K 1.5K
                                    

Kondisi Alka benar-benar buruk paska ambruk saat tidak mampu mengontrol reaksi takutnya saat mendapati sepucuk surat Liana yang menuturkan kepergiannya. Beruntung tenaga medis segera datang menolong Alka. Terlambat sedikit saja mungkin Alka tidak tertolong.
Arsen yang melihat bagaimana reaksi Alka itu merasa kasihan. Alka yang sangat kesulitan bernapas dan detak jantung yang begitu cepat dan keras sampai terdengar oleh Arsen membuat rasa kasihan itu datang. Terlihat bagaimana keringat dingin membanjiri wajah Alka. Melihat bagaimana Alka membuat Arsen tidak boleh meremehkan penyakit panic disorder yang diidap oleh menantunya. Penyakit yang terlihat biasa saja namun ternyata cukup membahayakan.

Alya, mami Alka setia menunggu putranya di balik pintu kaca yang menghubungkan dengan Alka yang masih terbaring lemah dan bernapas dengan bantuan tabung oksigen. Tubuh Alka sudah tenang, tidak gemetaran seperti beberapa jam yang lalu setelah Azka menyuntikkan obat penenang dengan dosis sedang ke cairan infus. Melihat kondisi Alka yang demikian membuat Alya ikut merasakan sakit seperti yang Alka rasakan.

Sebagai seorang ibu yang sudah mengandungnya, Alya tahu persis apa yang kini putranya rasakan. Rasa cinta bercampur obsesi yang ada dalam diri Alka kepada istrinya membuat Alka seperti ini, terbaring lemah dan nyaris tidak bisa diselamatkan. Alya yakin, Alka sangat mencintai Liana hingga timbul rasa ketakutan yang sangat luar biasa jika menyangkut Liana. Saat menyangkut Alya saja Alka tidak seperti ini. Cinta, sayang, obsesi, dan ketakutan yang Alka rasakan membuatnya menggenggam Liana terlalu erat. Sesuatu yang digenggam terlalu erat tidak akan berakhir dengan baik. Pasti akan  lepas seiring berjalannya waktu.

"Alka nggak papa kok, kamu tenang aja," bisik Azka lembut pada istrinya tengah menangis dalam diam menatap ke dalam ruangan tempat Alka di rawat. Alya menghambur ke dalam pelukan hangat suaminya. Mencari kehangatan dan kenyamanan untuk menepis kepedihannya.

"Liana kemana mas? Kalau liana nggak ada, Alka bakalan terus sakit kayak gini. Aku nggak bisa lihat putraku tersiksa kayak gini," isak Alya memeluk erat tubuh suaminya. Hatinya benar-benar hancur saat melihat Alka dalam keadaan paling buruk dalam hidupnya.
Sapuan lembut dipunggungnya membuat Alya sedikit merasa tenang. Ia memejamkan mata, kembali terisak dalam diam dalam dekapan suaminya.

"Kamu yang sabar, selama Liana nggak ada peran kita sangat dibutuhkan oleh Alka. Kamu nggak boleh sedih, kamu harus kuat buat nguatin Alka. Kalau kita lemah, siapa yang bakal nguatin Alka?" ucap Azka yang langsung diangguki oleh Alya.

"Kenapa semua yang Alka lakukan selalu dinilai salah oleh mereka? Kenapa nggak ada yang ngertiin anak kita? Kenapa? Apa selama ini yang Alka lakukan masih belum membuktikan kalau Alka sangat mencintai Liana?"

"Hussst, kamu nggak boleh nyalahin siapa-siapa. Ini bukan saatnya buat nyalahin orang, kita fokus ke alka aja. Kalau bukan kita yang ngurusin Alka, siapa lagi Al? Udah jangan mikir macem-macem dulu. Ingat, fokus ke alka. Yang lain kita bahas nanti," ucap Azka lalu mengurai pelukannya. Tangannya mendarat di wajah istrinya yang dibanjiri air mata.

"Jangan nangis, Alka butuh kekuatan dari kita jadi kita harus kuat, senyum dong," pinta Azka menghibur istrinya yang begitu terluka.

"Mereka kemana? Apa nggak ada belas kasihan mereka ke Alka? Liana? Arsen? Sharen? Kemana mereka? Apa mereka lagi ketawa puas liat Alka yang sekarat?"

"Alya! Jangan seperti ini, sama saja kamu membuat tali silaturahmi keluarga kita sama Arsen terputus. Jaga bicara kamu, jangan sampai Arsen dengar karena bisa jadi salah paham. Udah sekarang kita masuk, kita sama-sama nungguin Alka. Jangan mengharapkan orang lain, kita pasti bisa buat Alka kembali pulih. Percaya, kita orang tuanya dan Alka pasti bisa," Azka membimbing istrinya untuk masuk ke dalam ruangan Alka.

***

"Bagus! Menantunya lagi sekarat kamu malah enak-enakan pesta di sini! Atau kepergian Liana itu bagian dari rencana kamu untuk membunuh sebagai dendam pada cucu saya? Pintar sekali nyonya Arsen ini," cibir Miranda yang tengah memergoki Sharen tengah makan siang di kantin sendirian. Sebenarnya Sharen tidak bernafsu makan namun karena Arsen yang memaksa dan mengancamnya jika tidak mau makan, maka mau tidak mau Sharen makan siang sendirian saat Arsen memulai pencariannya untuk menemukan keberadaan Liana. Dan apa yang Miranda layangkan padanya bukanlah suatu kebenaran, tidak ada sedikitpun rencana Sharen ataupun lainnya untuk membalas dendam kepada Alka. Karena tidak ada dendam yang mereka miliki untuk menantunya.

"Jaga ucapan Bu Miranda! Jangan asal fitnah saya!" murka Sharen.

"Jangan sok baik. Kemana putri kesayanganmu itu? Inikah balasan yang cucu saya terima setelah apa yang cucu saya lakukan padanya? Alka membela anakmu mati-matian, tapi anakmu membalas Alka dengan kematian? Malang sekali nasib cucu saya, menikahi perempuan tidak tahu diri seperti Liana yang tidak pernah membuat cucu saya bahagia. Selalu menyalahkan Alka dan merasa paling benar"

"Jaga ucapan ibu! Liana pergi karena Alka sendiri! Selama ini Alka anggap Liana apa? Semua masalah Alka sembunyikan sendiri! Membohongi Liana terus-menerus! Alka sudah terlalu banyak mengecewakan Liana, jadi wajar saja jika Liana marah! Liana manusia, punya batas kesabaran."

"Terus, terus saja bela anakmu. Kesalahannya karena semua orang bahkan orang tua Alka sendiri selalu menyalahkan Alka dalam segala hal dan selalu mendukung apa yang anakmu lakukan. Semua kesalahan dilimpahkan kepada Alka dan kebenaran selalu dimiliki oleh anakmu yang tidak tahu berterima kasih itu."

"Alka memang salah, dia terlalu banyak aturan membuat Liana terkekang, Alka egois, dan selalu mengulang kesalahan yang sama dan maaf Alka tidak berarti," sungut Sharen.

Plak. Tamparan keras mendarat di pipi Sharen.
"Semoga tamparan tadi membuatmu sadar nyonya Arsen terhormat dan berhenti menyalakan cucu saya. Dan apa kamu lupa? Semua yang Alka lakukan apa merugikan anakmu? Sadar! Alka punya cara sendiri buat anakmu! Dan itu cara Alka buat nunjukin rasa sayangnya! Liana saja yang tidak bersikap dewasa untuk menyikapi Alka! Jadi saya rasa kesalahan ada pada Liana!" ucap Miranda berapi-api.

Tangan Miranda menepuk pipi Sharen pelan.
"Dengan kejadian ini saya semakin yakin untuk memisahkan cucu saya dengan Liana. Masih ada wanita yang pantas bersanding dengan Alka yang jauh lebih baik dari putrimu yang manja dan selalu dibela semua orang," ucap Miranda sebelum pergi meninggalkan Sharen.

Sharen kembali duduk, pandangannya kosong ke arah depan dengan telapak tangan yang menutupi pipi tepatnya menutup jejak tamparan Miranda yang masih terasa. Apa yang Miranda katakan terus membuatnya berpikir keras. Mungkinkah semua itu benar? Ini semua salah Liana dan Alka yang menjadi korban?

***

Tidur Alya terusik saat merasakan getaran yang begitu kuat. Matanya terbuka cepat dan saat tahu itu adalah getaran dari tubuh Alka yang sudah sadar membuatnya ketakutan dan panik. Ia berteriak memanggil Azka yang tengah tertidur di sofa karena ketiduran menunggu Alka dari tadi hingga larut malam.

Azka langsung bangkit dari sofa dan menghampiri Alka yang tengah bergetar hebat.
"Liana, Liana jangan tinggalin aku sayang. Aku mohon, jangan tinggalin aku," ucap Alka dengan bibir bergetar. Tangannya yang dingin meremas kuat tangan Alya yang tengah menggenggamnya. Remasan yang sangat kuat membuat Alya memekik kesakitan.

"Alka, kontrol diri kamu. Penyakit ini bisa dikalahkan oleh diri kamu sendiri," ucap Azka membingkai wajah Alka. Alka seakan tidak mendengar ucapan Azka. Bibirnya terus bergetar menyebut nama istrinya begitu dalam dan sarat akan ketakutan.

Alya menangis, tidak bisa melihat putranya tersiksa sendiri.
"Alka, dengerin mami. Di sini masih ada mami, mami bakalan ada buat kamu. Jangan buat mami sedih sayang, kamu pasti bisa ngontrol diri kamu," ucap Alya memeluk erat putranya. Bisa Alya rasakan detak jantung Alka yang begitu cepat dan terasa bagaimana kesulitannya Alka mengambil oksigen di udara. Tubuh Alka masih bergetar hebat.

"Sayang, mami mohon kali ini aja. Tempatkan mami di prioritas utama. Mami nggak akan ninggalin kamu," bisik Alya lalu melingkari leher Alka. Isaknya yang terdengar di liang pendengaran Alka membuat Alka tak lagi menyebut nama Liana.
Azka segera merogoh saku jas yang ia kenakan dan mengeluarkan jarum suntik. Beberapa detik setalah jarum suntik menembus selang infus, kesadaran Alka berangsur menghilang.

***
TBC

My Protective DoctorWhere stories live. Discover now