Chapter Eight

982 103 7
                                    

Ketika Dr. John sudah sampai di ruangannya, ia langsung membaringkan tubuh Jake di tempat tidur pasien. Dengan gerakan cepat, ia mengobati Jake yang mengeluarkan banyak darah. Wajah Jake terlihat tak berdaya, ia menahan rasa sakitnya dengan keras sampai akhirnya ia tertidur pulas.

“Hazel,” ucap Dr. John. “Jake tidaklah seburuk yang kau kira. Iya, dia memang melarikan diri dari rumahmu, tapi sebenarnya dia ingin kembali, dia ingin memberikanmu kabar.”

“Tapi mengapa ia melarikan diri, Dr. John?” tanyaku. Aku menundukkan kepala saking tak sanggupnya melihat tubuh Jake yang berada di belakang Dr. John.

Dr. John menjawab, “Jake begitu frustasi ketika kedua orang tuamu meninggal, jadi dia melarikan diri dan bermabuk-mabukan setiap hari. Tapi tidak, dia bukanlah penjahat yang meledakkan restoran ataupun membunuh 9 orang tak bersalah dalam satu hari. Dia dijadikan kambing hitam oleh organisasi SLADE.”

Jadi, Jake bukanlah orang yang melakukan hal-hal kriminal tersebut? Mengapa aku terlalu bodoh? Terlalu bodoh sampai-sampai tak bisa membedakan mana orang yang baik, mana orang yang jahat. Tapi, mengapa harus kakakku yang dijadikan kambing hitam oleh organisasi penjahat tersebut? Mengapa bukan orang lain? Ada 7 miliar manusia di muka bumi  ini, dan organisasi itu memilih kakakku?

“Mengapa harus kakakku yang dijadikan kambing hitam oleh mereka? Mengapa, dok?”

Dr.John berdeham. “Orang tuamu terlibat hutang dengan organisasi tersebut,” balas Dr. John. “Sampai ajal orang tuamu menjemput, mereka belum juga membayarnya.”

Hutang? Tidak mungkin. Setahuku, kedua orang tuaku mempunyai harta yang mungkin tidak akan habis sampai beberapa keturunan. Sungguh, hal-hal ini membuat pikiranku serasa ingin meledak.

Penglihatanku memburam, rasanya aku seperti mengidap penyakit vertigo karena sekarang dunia berputar dengan cepat. Samar-samar, aku bisa mendengar Dr. John memanggil-manggil namaku. Aku ingin menjawab, tapi tak bisa. Mataku tertutup.

***

Aku terbangun dan mendapati Dr. John sedang menulis di selembar kertas. Sudah berapa lama aku pingsan? Dan bagaimana keadaan Jake sekarang? Lalu Harry… dimana dia? Apa dia sudah pulang karena kejadian itu? Atau dia tetap menungguku?

“Nona Hazel, kau membutuhkan tulang sum-sum belakang milik Jake,” ujar Dr. John memberitahu. Wajahnya terlihat seratus kali lebih murung dari biasanya.

“Jake sudah berada disini, jadi dia bisa mendonorkan tulang sum-sum belakangnya kapan saja, bukan?” kataku.

Dr. John menggeleng. “Sayangnya, Jake tidak bisa mendonorkan tulang sum-sum belakangnya dalam waktu dekat karena kejadian kemarin. Orang yang ingin mendonorkan tulang sum-sum belakangnya harus dalam kondisi fit.”

Aku menunduk lagi, karena hanya itulah yang bisa menutupi kekecewaanku. “Apa yang terjadi jika aku tidak mendapatkan tulang sum-sum belakang yang baru dalam waktu dekat?” tanyaku kepada Dr. John.

Namun Dr. John tidak menjawab.

Aku berkata, “Jawab, Dr. John.”

“Kau…,” ujar Dr. John, “akan menemui kedua orang tuamu.”

Hatiku mencelos ketika mendengarnya, tapi aku tetap tersenyum. “Itu bagus, bukan?” kataku. “Anda bisa terbebas dari pekerjaanmu. Lagipula di dunia ini sudah tidak ada lagi yang membutuhkanku. Aku sama sekali tidak penting di dunia ini, kerjaanku hanyalah membuat orang-orang kerepotan.”

Dr. John mengalihkan topik pembicaraan, “Harry memberikanmu sepucuk surat ini, Hazel,”–Dr. John mengeluarkan surat yang terselip di jas dokternya–“Kurasa dia memang benar-benar tulus mencintaimu.” ucapnya, lalu Dr. John keluar dari kamarku.

*AKU BENER-BENER SARANIN KALIAN PLAY LAGU YANG DI MULTIMEDIA YA*

Aku membuka amplop yang membungkus surat Harry, kemudian membacanya di dalam hati:

Halo, Hazel.

Aku memberikanmu surat ini karena aku tahu kau tidak akan pernah mau bertemu denganku lagi. Itu tidak apa-apa, karena aku paham betul perasaanmu saat ini. Aku benar-benar paham.

Aku ingin memberitahumu bahwa aku akan pergi ke London dan meninggalkan kota Manhattan yang telah mempertemukan kita berdua. Keputusan itu kuambil agar kau bahagia. Aku tahu kau lebih bahagia tanpaku, bukan?

Aku menyesal telah melakukan itu semua, Hazel. Perkataanmu yang kemarin memang benar, seharusnya aku sadar bahwa jika aku tidak kehilangan pekerjaanku, maka aku akan kehilanganmu. Aku memanglah pria terbodoh di dunia ini karena tidak bisa berpikir jernih.

Maafkan aku karena telah mengecewakanmu.

Maafkan aku karena telah menghancurkan kepercayaanmu.

Maafkan aku karena tidak bisa memberikan kebahagiaan kepadamu.

Maafkan aku, Hazel.

Terima kasih karena telah mewarnai hidupku yang semula hanyalah berwarna hitam dan putih. Kau benar-benar melengkapi hidupku.

Dan aku ingin kau ingat bahwa aku akan selalu mencintaimu sampai detak jantungku berhenti, walaupun sekarang kau membenciku.

Selamat tinggal, semoga kau bahagia.

PS: Dr. John sudah menceritakan seluruh cerita tentang Jake, dan aku memutuskan untuk menyelidiki hal tersebut dalam waktu dekat

 

Dari,

Harry Styles.

Air mata membanjiri wajahku ketika sudah selesai membaca surat dari Harry. Aku telah kehilangan seseorang yang kucintai. “Selamat tinggal, Harry Edward Styles,” gumamku.

***

Empat hari sudah berlalu, aku bahagia karena akhirnya dapat berbicara kembali dengan Jake. Namun, hatiku semakin merindukan sosok Harry dan juga aku merasakan tubuhku semakin lemah setiap harinya.

Jake yang juga belum sembuh, selalu menghampiriku dengan kursi rodanya. Mungkin ia memakai kursi roda hanya untuk berjaga-jaga, karena sebenarnya ia bisa berjalan. Aku sendiri yang melihatnya kemarin.

“Kau sudah memakan sarapanmu, Hazel?” tanya Jake memastikan. “Yah, kau tahu sendirikan bahwa aku adalah kakak yang begitu baik, jadi aku akan selalu menanyakan pertanyaan yang sama setiap harinya.”

“Belum, kakakku yang rewel,” kataku. “Aku ingin ke kamar mandi terlebih dahulu.”

*Kalo bisa lagu yang di mulmed di ulang lagi yaa*

Setelah memasuki kamar mandi, aku langsung memutar keran wastafel untuk mencuci tangan. Namun tiba-tiba, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhku. Selain itu, perlahan-lahan darah juga mulai mengalir dari hidungku. Aku langsung mengunci pintu kamar mandiku dan bersandar ke pintu kamar mandi. Jake tidak boleh tahu kalau aku sedang melawan rasa sakit ini.

Aku melihat tanganku yang begitu pucat dan biru–mungkin karena saraf-sarafku yang kini lebih terlihat. Aku juga menggigit bibir bawahku untuk menahan teriakan rasa sakit yang begitu hebat. Apakah ini waktunya untukku meninggalkan dunia?

Aku mengerjapkan mataku dan mengepalkan tangan karena sakit yang kurasakan. Aku sudah tidak bisa menahan rasa sakit ini. Mataku meneteskan air mata–jika memang inilah waktunya–aku siap. Aku benar-benar siap.

Sampai akhirnya ketika rasa sakit ini sudah melebihi batas, mataku tertutup dan aku bisa merasakan bahwa jantungku sudah berhenti berdetak dan semuanya menjadi gelap.

Selamat tinggal Jake. Selamat tinggal Harry.

***

TO BE CONTINUED!

Masih ada satu chapter lg kokkk <3 maaf banget udah sebulan ga update btww :(

My First & Last Summer LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang