Chapter Six

1K 119 12
                                    

“Oh, Nona Thompson. Kau seharusnya sudah menghabiskan bubur itu sebelum aku sampai di rumah sakit ini,” kata Dr. John. “Sekarang, aku meminta tolong kepadamu untuk menghabiskan bubur itu. Sepuluh menit dan kau sudah harus menghabiskan buburnya, setuju?”

Merasa tidak punya pilihan lain, aku mengangguk setuju dan langsung melahap bubur yang berada dihadapanku ini. Rasa bubur ini sangatlah nikmat dan teksturnya pas untuk pasien sakit sepertiku. Mulai sekarang aku percaya bahwa tidak semua makanan rumah sakit itu tidak enak.

Setelah menyantap habis bubur rumah sakit, perawat yang memakai nametag Ms. Kerrigan itu mendorong kursi rodaku menuju ruang kemoterapi. Aku melihat kesekeliling, ada yang sedikit janggal, dimana Harry? Mengapa dia belum sampai juga di rumah sakit ini? Dia bilang kalau dia akan selalu menemaniku. Omongan laki-laki memang tidak bisa dipercaya.

Ms. Kerrigan berhenti di suatu ruangan yang kurasa adalah ruangan kemoterapi, ia membuka pintu ruangan itu. Ketika pintu itu dibuka, terlihat Dr. John sedang duduk di kursinya dan tersenyum sangat tulus kepadaku.

Dr. John menghampiriku dan berlutut. “Aku senang kau akhirnya mau melakukan kemoterapi,” ucapnya. “Aku yakin Jake dan kedua orang tuamu juga pasti senang.”

“Jangan sebut nama Jake lagi dihadapanku!” tukasku. Namun Dr. John mengacuhkannya.

Ia menuntunku menuju alat kemoterapi dan menyuruhku berbaring di alat itu. Akupun mengikuti instruksinya dan menarik napasku dalam-dalam untuk menenangkan diri. Mata hazelku menatap sebuah lingkaran yang termasuk alat kemoterapi.

Dr. John memulai kemoterapi. Di awal-awal aku merasa baik-baik saja, tetapi ketika berada dipertengahan, rasa sakit yang luar biasa menghantamku. Kepalaku semakin pusing dan rasanya aku tidak bisa menahan rasa sakit ini. Namun aku teringat Harry pernah berkata kalau aku adalah gadis yang kuat. Suara Harry mengucapkan ‘kau adalah gadis yang kuat’ terus terngiang-ngiang di kepalaku.

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku menjalani kemoterapi ini, tetapi rasanya seperti sudah berabad-abad untukku. Suara Harry yang semulanya menyemangatiku kini hilang. Aku hampir saja menutup mataku ketika Dr. John berkata bahwa kemoterapi sesi pertama sudah selesai. Aku sangat lega mendengar ucapan Dr. John, karena aku pribadi sudah tidak kuat menahan sakit yang kurasakan.

“Selamat, Nona Thompson,” kata Dr. John. “Kau selangkah lebih maju menuju kesehatan.”

Aku hanya tersenyum lalu mengganti topik pembicaraan. “Sudah berapa lama aku menjalani kemoterapi sesi pertama, Dr. John?” tanyaku.

“Dua jam, Nona,” jawabnya sambil membantuku duduk di kursi roda yang telah diberikan oleh rumah sakit Lenox Hill.

Aku melihat kesekeliling ruangan kemoterapi ini, tidak ada tanda-tanda akan seorang lelaki yang memiliki mata hijau, rambut ikal berwarna coklat tua, dan juga badannya yang sixpack. Kemanakah dia? Mengapa dia tidak menepati kata-katanya kemarin malam? Kenapa?

Dr. John mendorong kursi rodaku keluar dari ruang kemoterapi, aku melihat Ms. Kerrigan berjalan mendekati kami berdua. “Kebetulan sekali anda datang, Ms. Kerrigan. Tolong bawa Nona Thompson ke kamar rawat inapnya.” Ms. Kerrigan mengangguk patuh dan mengambil alih pendorong kursi rodaku menuju ruang rawat inap yang sudah disediakan untukku sedari kemarin.

Ketika Ms. Kerrigan hendak menggerakkan gagang pintu kamarku, pintu itu sudah terbuka lebar. “Halo, Hazel,” kata Harry. “Maaf tidak bisa menemanimu menjalani kemoterapi. Tapi lihatlah apa yang sudah kubuat untukmu! Kuharap kau menyukainya.” Ia menyingkirkan badannya dari pintu dan memberi jalan untukku serta Ms. Kerrigan yang mendorong kursi rodaku.

Aku sangat terkejut dengan hasil kerja Harry. Laki-laki berambut ikal itu membuat tulisan ‘Hazeline Anne Thompson is the strongest girl ever alive’ dengan permen dan coklat kesukaanku; hershey’s, bounty, kitkat, nerds serta gobstopper wonka, dairy milk, skittles,  dan masih banyak lagi. Rasanya ingin sekali memakan coklat dan permen itu, namun disisi lain aku tidak mau menghancurkan usaha Harry dalam memberiku sebuah kejutan. Kejutan yang diberikan Harry ini berhasil memberiku senyuman dan tentu saja memberikanku lebih banyak semangat untuk melakukan kemoterapi.

Harry mendekatiku dan bertanya, “Kau ingin memakan coklat dan permen-permen itu?”

Aku mengangguk semangat. “Ya, tentu saja!” seruku menerima tawarannya. Harry langsung mengambil alih pemegang kursi rodaku dan mendorongnya ke sofa tempat ia meletakkan seluruh coklat dan permen yang baru dibelinya.

Ms. Kerrigan yang merasa sudah tidak dibutuhkan, langsung berpamitan kepadaku. “Nah, Nona Thompson, kurasa kau sudah ada teman yang akan menemanimu semalaman. Selamat tinggal, aku harus menangani pasien lainnya,” katanya. Ia membuka pintu kamarku dan lenyap dari pandangan.

“Hazel, yang mana yang akan kita buka dahulu?” Tanya Harry, ia mencari-cari coklat atau permen yang akan pertama kali ia buka.

Aku mengambil gobstopper dan nerds dari plastik. “Bagaimana kalau kita buka permen-permen produk Wonka ini? Aku penggemar besar dari film Willy Wonka, dan tentu saja aku juga menyukai produk keluarannya!” seruku memberi saran.

“Baiklah kalau itu maumu.” Ia mengedipkan mata kirinya, kemudian membuka segel yang melindungi gobstopper serta nerds.

Kami mulai memakan satu-persatu permen nerds ataupun gobstopper diselingi tawa kami yang bergeming di kamar rawat inapku. Lalu setelah menghabiskan seluruh produk Wonka yang tersisa, Harry memutuskan coklat Hershey’s dan Kitkat sebagai target lahapan kami yang selanjutnya.

“Aku yakin sekali aku akan menderita sakit gigi sehabis memakan semua coklat dan permen bawaanmu, Harry,” kataku, sembari melanjutkan melahap coklat kitkat yang tersisa. Harry tertawa kecil lalu berkata, “Tidak, kita tidak akan terkena sakit gigi jika kita menyikat gigi sehabis ini.”

Aku tidak melanjutkan pembicaraan karena terlalu sibuk memakan coklat dan permen-permen ini. Entah mengapa, aku merasa aku harus memakan ini sebanyak-banyaknya. Aku merasa, jika aku tidak memakannya sekarang, berarti aku tidak akan bisa merasakan rasa coklat serta permen ini untuk yang terakhir kalinya.

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu menggelegar di kamar rawat inapku, kemudian seseorang memutar gagang pintu dan kamarku terbuka. Dr. John berada di ambang pintu. Kurasa dia akan memeriksa keadaanku.

Harry yang sudah mengira kalau Dr. John akan memeriksaku, langsung bergegas ke kamar mandi untuk menyikat giginya agar terhindar dari sakit gigi. Hal itu akan kulakukan juga kalau Dr. John sudah selesai memeriksaku.

Dr. John mengernyitkan dahinya ketika melihat tempat tidurku sudah penuh dengan coklat atau permen yang membentuk tulisan ‘Hazeline Anne Thompson is the strongest girl ever alive’. “Pasti Tn. Styles yang memberikanmu kejutan ini, ya? Kau senang dengan kejutannya?”

Aku mengangguk dan mengulam senyuman tipis di wajahku.

“Apakah kau senang dengan hadiah yang berada di dalam kotak itu?” Dr. John menggerakkan kedua bola matanya ke arah kotak kecil yang terletak di meja samping tempat tidurku.

“Aku belum sempat membuka kotak itu, Dok,” balasku. “Rupanya kau yang memberikanku kotak itu? Kukira itu adalah hadiah dari Harry.”

Dr. John menggelengkan kepalanya. “Bukan aku yang memberikanmu hadiah itu, Nona Thompson. Yang jelas, kusarankan kau membukanya setelah aku keluar dari ruanganmu.” Ia melangkahkan kakinya menuju ambang pintu, namun ia berhenti sejenak ketika sudah sampai di ambang pintu. Matanya menyorot bungkusan coklat dan permen-permen yang terletak di sofa. “Aku sedikit terkejut kau menghabiskan coklat atau permen-permen itu, Nona. Biasanya, pasien yang habis melakukan kemoterapi akan kehilangan nafsu makannya.” Ia menutup pintu kamarku, dan berjalan entah kemana.

***

TO BE CONTINUED!

My First & Last Summer LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang