^47^

154K 10.9K 2.4K
                                        

Festival lentera sudah selesai. Meski ada beberapa orang yang membuat masalah karena mabuk, terima kasih kepada para petugas keamanan yang bekerja dengan tekun, hal itu tak membuat festival menjadi tak terlaksana dengan baik.

Seperti kembang api yang meluncur menerangi langit dan kemudian menghilang, saat malam berlanjut, festival pun mencapai titik akhirnya. Kemeriahan yang semula tampak di pusat kota Hanyang perlahan memudar. Langit semakin gelap seiring waktu yang mengarah ke tengah malam dan jalanan yang semula ramai perlahan lengang, mendorong para pedagang mulai membereskan barang dagangan mereka dan menutup kedai, lalu kembali ke rumah masing-masing dengan senyum lebar menghiasi wajah mereka.

Akan tetapi, pikiran mengenai kemeriahan festival tak tersisa sedikitpun di kepala Yeonhee saat ini.

Yeonhee menopang dagunya dengan sebelah tangan, sementara tangannya yang lain mengetuk meja di depannya. Ekspresinya tampak datar seperti biasa tapi dari sorot mata dan keningnya yang berkerut, siapapun bisa melihat kalau ia tengah memikirkan sesuatu.

Api lilin bergoyang dihembus angin yang merambat di sela pintu membuat bayangan Yeonhee ikut bergerak. Suasana ruangan yang sepi cukup mencekam kalau saja suara ketukan berirama dari jari Yeonhee tak terdengar. Akan tetapi Yeonhee tak terpengaruh, karena pikirannya kini tengah sibuk mereka ulang pembicaraannya dengan Jihan beberapa jam yang lalu.

"Apa ini berhubungan dengan pembicaraan Anda dengan Menteri Yu siang tadi?"

Jihan mengangguk lalu melanjutkan dengan raut serius. "Situasi saat ini benar-benar tidak bagus. Aku sudah berusaha untuk tidak terlibat terlalu jauh dengan pergolakan dalam istana," ada kata tapi dan keengganan yang sangat kentara dalam kalimatnya, "tak kusangka keadaannya lebih buruk dari yang kukira."

Kening Yeonhee mengernyit. "Apa maksud Anda... mau tidak mau kita harus ikut campur?"

"Itu pilihan terbaik yang bisa kita lakukan saat ini."

Yeonhee meletakkan sumpitnya. Tak ada lagi seleranya untuk makan saat ini. "Tapi... kenapa?" tanyanya tak habis pikir, "bukankah kekuatan kedua sisi di istana cukup seimbang? Selama tak ada pergerakan yang signifikan antara salah satunya, semuanya akan baik-baik saja."

"Itu dia masalahnya. Belakangan ini, Ratu Yun bekerja sangat keras dan berhasil menarik beberapa orang untuk mendukungnya," Jihan tak menyembunyikan raut tak senang di wajahnya sebelum melanjutkan dengan suara rendah, "dengan caranya sekarang, kecil kemungkinan kalau ia hanya akan duduk manis dalam istana. Belum bisa dipastikan dengan jelas kapan waktunya, tapi keseimbangan saat ini tak akan berlangsung lama."

Raut wajah Yeonhee seketika menegang. "Apa... terjadi sesuatu dengan Yang Mulia Raja?" Karena kalau tidak, apa mungkin persaingan antara fraksi Ratu Yun dan Putra Mahkota bisa sejelas ini?

Jihan menutup mata. Istrinya memang wanita cerdas. "Hanya pejabat tingkat atas yang mengetahui kondisi Yang Mulia saat ini," katanya dengan suara yang semakin mengecil diiringi dengusan, "yah, meski aku ragu walau dalam kondisi sehat pun, Yang Mulia Raja bisa mencegah keadaan ini." Raja yang sudah kehilangan motivasinya itu hanya berpikir bahwa yang mengancam takhtanya berasal dari luar keluarga kerajaan. Ia tak berpikir bahwa ancaman terbesar kini berada di bawah hidungnya sendiri.

"Kalau kita mundur dan tidak ikut campur dalam kekacauan ini, apa itu benar-benar mustahil?"

"Ketika ada tiga ekor srigala yang memiliki kekuatan yang sama dan dua diantaranya bertarung sampai salah satunya hampir mati. Pada saat itu, meski srigala yang tak ikut bertarung tak melakukan apapun, apakah menurutmu srigala yang berhasil menang dengan penuh luka dalam bertarung akan merasa aman? Ia malah akan merasa makin terancam dan harus menghabisinya juga," ujar Jihan sembari menatap Yeonhee penuh arti. "Pilihan kita sekarang bukanlah untuk memutuskan terlibat atau tidak, melainkan menentukan waktu untuk melibatkan diri. Tergantung kapan kita melakukannya, kita harus mencari saat yang sesuai sehingga memberi kita solusi terbaik."

A Bride Without VirtueWhere stories live. Discover now