^27^

114K 11.8K 602
                                        

Jihan baru saja hendak melangkahkan kakinya ke area Istana Timur saat mendengar Putra Mahkota memanggilnya, "Perdana Menteri Han?"

Menoleh, Jihan menghentikan langkahnya dan membungkuk hormat saat lelaki yang mengenakan jubah biru tua dengan corak naga cakar empat di bagian depan dan kedua bahunya tersebut berdiri di hadapannya, "Saya memberi hormat pada Yang Mulia Putra Mahkota."

Putra Mahkota mengangguk, lalu kembali bertanya, "Apa yang Anda lakukan di sini?"

"Menjawab Yang Mulia, hari ini istri Saya mendapat undangan dari Yang Mulia Putri Mahkota untuk memasuki istana dan Saya sudah berjanji untuk menjemputnya begitu pertemuan kabinet istana usai. Jadi saat ini Saya hendak menuju ke sana, Yang Mulia," Jihan menjelaskan dengan tenang seperti biasa.

Putra Mahkota tersenyum, "Kebetulan sekali. Kudengar mereka kini sedang berada di kolam Bu Yong. Aku juga baru saja hendak ke sana. Kita bisa pergi bersama kalau begitu."

Jihan tak langsung menjawab. Bibirnya hanya menunjukkan satu senyum datar. Kalimat Putra Mahkota jelas tidak menunjukkan ajakan, melainkan perintah. Apa ia punya ruang untuk menolak sekarang?

Kalau bisa, sebenarnya Jihan tak ingin bertemu dengan lelaki di hadapannya ini. Putra Mahkota selalu memberi lawan bicaranya perasaan waspada, seolah-olah saat kau menurunkan penjagaanmu kau akan masuk dalam jebakannya. Tapi Putra Mahkota adalah pemilik Istana Timur dan tak mungkin Jihan datang ke sana tanpa berpapasan dengannya.

Meski Jihan mengeluh dalam hati, namun ia tak menunjukkan ekspresi apapun di wajahnya dan hanya menjawab dengan satu senyum samar, "Kalau begitu Yang Mulia, silakan." Jihan membiarkan Putra Mahkota melangkah lebih dulu. Ia berjalan di belakang Putra Mahkota sembari menjaga jarak satu langkah di belakang dan tak ingin berjalan sejajar dengan Putra Mahkota. Sikapnya secara implisit menunjukkan kalau Jihan tak berada di sisi yang sama dengan lelaki itu.

Putra Mahkota menyadari sikap Jihan, namun daripada marah ia malah tersenyum. "Aku tidak menyangka kalau Anda begitu memperhatikan istri Anda sampai seperti ini."

Jihan melirik Putra Mahkota yang berjalan di depannya. Lelaki itu bicara tanpa menoleh sedikitpun. Apa itu sindiran?

"Menjawab Yang Mulia, bukankah itu sudah sewajarnya? Sebagai pasangan hidup yang akan berbagi dan hanya saling memiliki satu sama lain seumur hidup, kalau bukan Saya sebagai suaminya yang mempedulikannya, lalu siapa lagi?" sahut Jihan kalem.

Mendengar jawaban Jihan, Putra Mahkota jadi ingin tertawa. Apa sekarang Jihan sedang menyindirnya balik? Terang-terangan mengatakan kalau ia hanya saling memiliki dengan istrinya, bukannya itu menyindir lelaki yang memiliki satu istri dan banyak selir? Dan sebagai pewaris takhta, Putra Mahkota pun nanti akan seperti itu.

"Ternyata Anda pun tak bisa menahan pesona seorang wanita cantik," Putra Mahkota berkomentar. Jihan mengangkat sebelah alisnya. Kata-kata Putra Mahkota seolah ia tanpa sadar sudah dibutakan begitu saja oleh Yeonhee sehingga begitu memanjakannya. Yah, meski setengahnya memang benar. Ia memang melakukannya, tapi dengan sepenuhnya sadar dan sukarela, tentu saja.

"Yang Mulia, Saya juga seorang pria. Mana ada pria yang tidak menyukai wanita cantik? Tidakkah Yang Mulia setuju?" Jihan menyahut masih dengan ketenangan yang sama. Putra Mahkota mendengus. Arti kalimat Jihan sudah jelas. Ia mengakui kalau ia memang menyayangi istrinya, sekaligus menyindir Putra Mahkota yang juga sama saja. Tidakkah Putra Mahkota menikahi Putri Mahkota yang terkenal sebagai wanita tercantik di Hanyang? Jadi sebenarnya siapa yang tengah menyindir siapa sekarang?

"Akan tetapi, definisi kecantikan itu sendiri beragam. Satu tidak akan cukup menggambarkannya. Jadi, sudah sewajarnya seorang pria tamak terhadap wanita cantik. Bagaimana menurut Anda, Perdana Menteri Han?" Putra Mahkota tak terpengaruh dan membalas dengan ringan. Nada bicaranya tampak main-main dan tidak serius. Dan Jihan tahu, tujuan Putra Mahkota bicara seperti itu sejak tadi hanya ingin bermain dan memancing emosinya. Jihan berdecak dalam hati. Orang ini... benar-benar menyusahkan!

A Bride Without VirtueWhere stories live. Discover now