17. Boy Meets Evil

Start from the beginning
                                    

Yo Ra tertawa pendek, lantas menghentikannya dan mengubah ekspresi menjadi kesal. "Hentikan."

Tae Hyung tersenyum dan memandang ke sekeliling. "Kakakmu yang mendirikan ini?"

"Sebenarnya dia yang mendirikannya, tapi Seok Jin dan Ho Seok Oppa ikut membantu di sela-sela jam kosong kuliah. Mereka sudah merencanakan ingin membangun usaha bersama sejak SMA."

"Kalau begitu, kau seharusnya di sini saja daripada menguntit selebriti."

"Yah, aku harus mencari uang dari usaha lain. Kan lumayan kalau untuk uang jajan. Aku tidak perlu minta kakakku karena punya tabungan sendiri."

"Aku cuma khawatir."

"Khawatirkan dirimu dulu!" sergah Yo Ra. "Seharusnya juga kau berhenti melakukan aneh-aneh." Ia merendahkan suaranya agar tak terdengar orang lain. "Apa kamera polaroid yang kau beli untukku dari uang hasil transaksi narkoba? Aku akan mengembalikannya dan memukulmu kalau benar."

Tawa Tae Hyung meledak, membuat kening Yo Ra mengerut. "Tenang, itu uang bersih. Aku mendapatkannya bukan dari cara kotor."

"Masa?" Sebelah alis Yo Ra terangkat.

"Aish, jinjja. Aku menjual hasil fotografiku dan mendapatkan uang dari sana."

"Wah, kau juga suka memotret? Aku kira kau tidak punya kegiatan lain selain cari keributan."

Bola mata Tae Hyung berputar. "Aku tidak suka mengandalkan uang orang tuaku. Jadi, aku mencari uang sendiri."

Tak berselang lama, Ho Seok muncul mengantar menu-menu di restoran ke meja mereka. Senyumnya terkembang lebar.

"Aku membuatkannya khusus untuk pacar Min Yo Ra, jadi kulebihkan porsinya. Jangan bilang-bilang Bos Yoon Gi."

"Yah! Stop bilang pacar!" seru Yo Ra.

"Aku bukan pacarnya," sahut Tae Hyung. "Tapi jodoh." Ia tertawa, diikuti Ho Seok.

"Ish, jinjja. Dua orang ini sama saja!"

"Oh, Hyung. Tolong bungkus saja bulgoggi-nya." Tae Hyung menunjuk piring berisi bulgoggi.

Ho Seok memberikan gestur hormat sebelum melenggang pergi membawa piring itu.

"Kenapa?" tanya Yo Ra.

Seraya menggulung lengan jaket, Tae Hyung tersenyum. "Aku harus memberikannya pada nenek di dekat rumahku. Dia tidak punya siapa-siapa." Lantas, mulai mencoba satu per satu menu di depannya. "Wah, daebbak. Lezat sekali."

Yo Ra mengamati Tae Hyung yang asyik menyantap makanannya. Senyum kecil terbit di bibirnya. Ia hanya tak menyangka orang macam Tae Hyung memiliki sisi yang lebih manusiawi.

*

Yo Ra berhenti sejenak. Ia mendesah panjang. Otaknya lelah harus mengerjakan PR yang mana materinya wajib ia kejar. Gadis itu mengacak rambut. Namun saat melihat foto polaroid yang ia tempel di dinding, hatinya kembali tenang. Foto-foto yang ia ambil saat di rumah sakit dan restoran ketika Tae Hyung berkunjung tadi siang. Ia bersendang dagu mengamati foto itu.

"Kenapa aku merasa kosong, ya? Padahal aku saja sudah terbiasa jomlo sejak lahir." Ia mendesah. Bayangan Tae Hyung yang menciumnya kembali tersembul di memori otaknya. Ia menggeleng. "Ah, tidak." Yo Ra memukul kepalanya, berharap pikirannya waras.

Saat hendak menulis lagi, matanya mengunci kalung Tae Hyung yang sudah melingkar di lehernya. Ia mengerucutkan bibir mengamati benda itu.

Ia merindukan Tae Hyung.

"Ah, apaan sih!" Yo Ra mengacak-acak rambut kesal. Tak berselang lama, ponselnya bunyi tanda pesan chat masuk.

Kim Tae Hyung: kau sudah kangen lagi atau belum?

STIGMAWhere stories live. Discover now