2⃣7⃣

2.8K 703 108
                                    

Woojin kali ini berpikir lebih banyak tentang semua hal. Sejujurnya ia sempat tertohok dengan ucapan Hyungseob mengenai pekerjaannya, apalagi saat membandingkannya dengan Jungjung yang notabennya orang yang lebih sering bersama Hyungseob dibanding dirinya. Selama ini Woojin berpikir kalau profesinya adalah alasan keduanya menjadi dekat, mengingat dulu Hyungseob sering bertanya padanya tentang dunia penerbangan di kencan buta mereka. Tapi nyatanya pria mungil itu menyimpan dendam tersendiri pada profesi ini.

Woojin akui kalau pilot memang pekerjaan yang beresiko besar, salah-salah menekan tombol bisa langsung membuat pesawat jatuh. Bahkan terkadang ketika menerbangkan pesawat ia menjadi berpikir yang tidak-tidak, seperti ada petir nanti dilangit, hujan deras ditengah penerbangan, sinyal navigasi VOR error yang bisa menyebabkan pesawatnya bertabrakan dengan pesawat lain. Karena itu pilot haruslah seseorang yang memiliki emosi stabil, jika ia menerbangkan pesawat dalam kondisi yang bercampur aduk maka ia bisa menyebabkan kecelakaan tanpa di sengaja. Dan itu bisa berdampak pada ratusan nyawa orang.


Hari ini Woojin berpikir untuk yang pertama kalinya, ia tidak pantas menjadi pilot.



Emosinya masih belum bisa stabil, ia juga tidak bisa bersikap dewasa tadi di depan Hyungseob. Ia merasa bodoh ketika mengingat kalau ia ikut membentak pria mungil itu, terlebih lagi membuatnya menangis. Seorang Ahn Hyungseob bisa membuat Park Woojin menjadi kacau. Woojin mencintai Hyungseob, sangat. Meski baru mengenal beberapa bulan tetapi itu cukup untuk memantapkan hatinya pada Hyungseob.

Karena itu Woojin tidak mau menjadi egois, ia harus bisa memahami Hyungseob dan menjadi apa yang diinginkannya. Ia merasa lebih senang tetap bersama Hyungseob dibanding tetap menjadi pilot. Benar, ini sudah pilihan Woojin. Lagipula ia masih muda, ia bisa bekerja menjadi apapun, tidak harus menjadi pilot. Profesi pilot hanya membuat keduanya ㅡWoojin dan Hyungseobㅡ tersiksa. Woojin tidak boleh egois dengan tetap mempertahankan pekerjaannya.

Sayangnya lamunan Woojin langsung tersadar ketika lampu ruang tamu apartement menyala terang secara tiba-tiba.

"Ya Tuhan! Kukira kau setan hitam!!!" Jerit Jihoon. Ia baru saja pulang, tapi tiba-tiba melihat sosok gelap yang sedang duduk di sofa. Terlebih lagi sudah beberapa menit yang lalu ia memperhatikan wujud itu, tetapi tidak ada pergerakan sedikit pun.

"Kau baru pulang?" Tanya Woojin, tidak mengindahkan panggilan setan hitam yang ditujukan padanya.

Jihoon menggiring kopernya dan mendekati Woojin yang terduduk di sofa, "Menurutmu saja, Park. Kenapa tidak tidur?" Ia mendudukkan tubuhnya di samping Woojin.

"Aku tidur, tapi karena merasa haus jadi terbangun lagi." Kilah Woojin.

"Kalau mau berbohong lebih baik lihat situasinya. Apa kau tertidur dengan jaket dan celana jeans?" Jihoon mendelik pada adik kembarnya. Ya, sejak pulang dari apartement Hyungseob Woojin masih belum mengganti pakaiannya.

"Anggap saja iya." Singkatnya.

Pria yang juga berumur 27 tahun tapi lebih tua beberapa menit itu menatap heran saudara kembarnya. Seperti bukan Woojin yang biasanya. Woojin yang biasanya akan menanggapi ucapannya dengan sarkas dan berujung Jihoon yang kesal.

"Woojin-ah, kenapa belum tidur? Sekarang sudah jam 1 pagi."

Seperti tidak mendengarkan perkataan Jihoon, Woojin malah balik bertanya. "Hoon-ah, apa aku boleh berhenti menjadi pilot?"

Jihoon terdiam dengan tetap memandang Woojin dari ujung kepala sampa kakinya. Bagi Jihoon wajah keseharian Woojin saja sudah kacau, tapi sekarang malah tambah berantakan. Melihatnya saja Jihoon mual.



[√] Blind Date; JinSeobWhere stories live. Discover now