sᴀᴛᴜ

4.8K 469 369
                                    


• sᴇᴄʀᴇᴛᴀʟᴏᴠᴇ •

"Ra, kamu mau nggak jadi pacar aku?"

Mataku membulat sempurna ketika menatap Naufal, teman satu kampus juga satu fakultas yang tengah berdiri di hadapanku dengan wajah yang teramat serius. Di tangannya ada satu bucket bunga mawar dengan pita merah muda dan boneka beruang putih kecil.

Seisi kelas riuh meneriaki kata 'terima' ketika menyaksikan pernyataan cinta Naufal. Aku menggaruk tengkuk karena bingung dengan kejadian yang tiba-tiba ini kemudian menyunggingkan senyum kecil pada Naufal sebelum mengucapkan kata maaf untuk menolak permintaannya.

Beberapa mendesah kecewa ketika aku memberikan jawaban untuk Naufal. Tak terkecuali Sherly, perempuan yang sudah kuanggap saudara sendiri itu langsung menarik tanganku dari ruang kelas.

"Ini Naufal loh!" Sherly berseru heboh. Matanya terbuka lebar seolah meminta penjelasan lebih akan penolakan yang aku berikan untuk Naufal.

"Ya terus?" responsku cuek.

Sherly menepuk kening sebelum mendesah untuk kesekian kalinya. "Gue itung, semester ini udah empat cowok yang lo tolak gitu aja. Oke! Empat, Maura Sayang."

Aku meliriknya sinis tanpa berkata apa-apa. Dia pun tidak berkata apa-apa lagi, hanya mendecak dan sesekali menggerutu tidak jelas. "Dan ini Naufal, loh!"

Aku masih diam. Sama sekali tidak berminat untuk menunjukkan ekspresi tertarik akan bahasan kelebihan Naufal dibanding laki-laki lain. Namun, tetap saja Sherly tidak berhenti mengatakan hal-hal yang menurutnya akan membuatku berubah pikiran.

"Pulang yuk! Udah nggak ada kelas juga. Ngapain di sini kalo nggak jadian sama Naufal." Sherly berusaha menyindir.

Aku mengangguk menuruti perkataan Sherly kali ini. Kami pun kembali memasuki ruang kelas dan mendapati Naufal masih diam di tempatnya sejak aku tinggalkan.

"Ra, boleh ngomong sesuatu?" Aku sedikit takut. Sepertinya Naufal akan marah karena menganggap aku sudah mempermalukan dia.

"Di luar? Atau gimana kalo gue anter lo balik?" Belum sempat aku menolak, Naufal kembali berucap. "Sherly juga ikut aja."

Mau tidak mau aku mengangguk sembari mengambil tas yang tadi tertinggal di meja. Kini, banyak mata yang menatap ke arah kami ketika berjalan di koridor. Beberapa mahasiswa yang melihat kejadian tadi kasak-kusuk, mungkin mempertanyakan kenapa aku pulang bersama Naufal?

Harusnya tadi aku tolak saja ajakan ini!

Suasana kafe begitu hening, aku menghela napas berat menunggu iced cappucinno yang aku pesan. Sama sekali tidak ada percakapan hingga Naufal membuka suara.

"Ra, apa boleh aku tau alasan kamu nolak aku? Maksudku, apa di mata kamu ada yang kurang sama aku? Aku bisa, 'kok, berubah demi kamu." Dia menekankan kata 'berubah' dengan nada yang sangat pelan.

"Apa kamu nggak bisa kasih aku kesempatan?"

Lagi-lagi kalimat itu keluar dari mulutnya. Kata-kata yang sama dengan laki-laki yang sebelumnya menyatakan perasaannya padaku. Sejujurnya, aku tidak tahu harus menjawab apa.

"Maaf, ya, Fal. Tapi aku bener-bener nggak bisa. Aku nggak bisa jawab kenapa aku nggak bisa, karena aku jawabannya cuma nggak bisa." 

Naufal diam, begitu juga dengan Sherly yang merasa canggung, terlihat dari gerak-geriknya yang sesekali menggaruk tengkuk atau sekadar mengubah posisi duduk.

Sungguh tidak sampai sepuluh menit, aku pamit pada Naufal dan Sherly ketika pelayan membawakan minuman yang aku pesan. Setelah membayar tagihan, aku langsung beranjak keluar setelah sebelum meminta maaf pada Naufal untuk kejadian hari ini.

Secretalove ✓Where stories live. Discover now