ᴀɴᴅʀᴇs's sɪᴅᴇ (02)

1.3K 192 6
                                    

secretalove
Point Of View Author

Setelah melewati satu malam tanpa tidur, hal terburuk pagi ini adalah ketika mereka dipaksa meminta maaf atas pelanggaran peraturan perusahaan. Imel menolak, menurutnya apa yang ia dan Andres lakukan bukan suatu hal salah.

Saat itu, keadaan sedang kacau, Andres hanya berusaha menyelamatkan nyawa anak kecil yang mungkin tidak akan selamat jika ia hanya diam dengan kamera yang merekam sebuah kejadian pengantar nyawa tersebut. Apakah ia pantas mendapat penghakiman atas itu semua?

"Untung kalian nggak sampe resign. Gue nggak mau kenal kalian lagi kalau beneran itu kejadian. Amit-amit deh." Afriandar mengetuk kepalanya ketika keluar melewati pintu kayu besar. Andres dan Imel hanya diam tanpa menjawab ucapan Andar.

"Trus sekarang gimana?" tanya Imel.

"Gimana apanya?" Bukannya menjawab, Andres justru bertanya balik. Ketiganya memasuki kotak besi yang mengantar mereka ke lantai enam belas.

"Si kecil. Udah ada kabar dari orang tua walinya?" Imel mengingatkan.

"Astaga!" Afriandar menepuk keningnya saat teringat akan informasi yang seharusnya tengah malam tadi ia sampaikan. "Gue baru inget. Ilham kemarin udah cari tahu tentang anak itu. Orang tuanya nggak selamat dalam peristiwa kebakaran kemarin."

"Serius? Trus itu anak gimana nasibnya?" Imel menuntut jawaban. Nada bicaranya kelewat keras ketika berhadapan dengan Afriandar. Sepertinya, perempuan itu lupa jika laki-laki di depannya itu adalah pimpinan redaksi.

"Kemarin pas lo ke rumah sakit, Ilham kasih kabar ke gue. Dia sama tim lain yang ngumpulin berita headnews, habis itu nyari informasi tentang keluarga si kecil. Ada bibi sama pamannya."

Andres dan Imel kompak mengembuskan napas lega. Setidaknya, si kecil tidak akan menjadi sebatang kara sepeninggal orang tuanya.

Setelah urusan di kantor selesai mereka bergerak ke rumah sakit. Melihat perkembangan kesembuhan si kecil yang mereka tidak tahu siapa namanya itu. Dokter mengatakan bahwa kakinya mengalami kerusakan serius. Si kecil akan membutuhkan penyangga kaki untuk sekadar berdiri.

Di rumah sakit, sudah ada paman, bibi, dan beberapa saudara si kecil yang menunggu. Anak itu sudah dipindahkan dari ruang IGD ke ruang rawat khusus anak.

"Perkenalkan, saya Afriandar dan ini bawahan saya yang kemarin melarikan si kecil ke sini. Saya minta maaf, karena kecerobohan karyawan saya, kalian jadi khawatir dengan keadaan si kecil." Laki-laki yang masih menjabat sebagai pimpinan redaksi itu menundukan kepalanya tipis sebagai tatakrama di depan wali si kecil.

"Bapak yang bawa Khalil ke sini? Jujur aja, ya, Pak. Kita ini orang susah. Nggak akan mampu bayar rumah sakitnya." Andres yang sejak tadi diam menatap bocah yang kini ia ketahui bernama Khalil itu mengerutkan kening ketika mendengar perempuan yang menjadi bibinya itu berkata.

"Tenang aja. Biaya perawatan selama di sini, biar saya yang tanggung." Andres mengeluarkan suara. Sedikit seperti tersinggung dengan ucapan sang bibi.

Ia masih menatap anak kecil yang kakinya dibebat gips itu. Tidur dengan damai tanpa tahu apa yang orang dewasa di sekelilingnya membahas tentang apa.

"Tapi, Pak. Kami juga nggak mampu untuk membiayai Khalil. Apa bisa, Bapak bantu agar anak ini dimasukkan ke panti asuhan aja? Karena tanggungan saya sudah banyak," ucap sang paman yang membuat Andres seketika berdiri dan menghampirinya.

"Paman macam apa lo yang mau buang keponakan sendiri ke panti asuhan?" Andres menarik kerah baju pria bersendal jepit itu. Karena tarikan Andres, sendal yang digunakan putus dan itu menjadi perhatian beberapa keluarga pasien lain.

Secretalove ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang