How To Use Pembalut

Start from the beginning
                                    

Daniel tidak menjawab. Justru mengatupkan kedua kakinya—menyilangkan kakinya. Lengkap dengan wajah yang menahan sesuatu. Tersiksa. Wajah yang mengisyaratkan kalau Daniel butuh bantuan. Bantuan untuk menuntaskan hasratnya.

"Ugh, n-nanti saja penjelasannya, Woo. Sekarang bantuin mas dulu. Sini. Sudah tidak tahan ini." Daniel membuat isyarat dengan tanganya agar Seongwoo mendekat padanya.

Bukannya mendekat, Seongwoo justru menjerit genit. Buru-buru menutup wajahnya dengan heboh. Baru sadar kalau dia berdiri di depan Daniel yang celananya sudah melorot. Beruntung Daniel memakai baju koko yang lumayan panjang. Masih bisa menutupi samur—sesuatu di bawah perutnya. Paha maksudnya.

Karena jeritan Seongwoo, Daniel jadi ikut panik. Bahaya kalau sampai ada orang yang datang. Gagal sudah rencananya. Rencana untuk mengajak Seongwoo mengobrol bukan aneh-aneh kok. Itu nanti saja kalau sudah menikah. Kalau bisa menikahi Seongwoo maksudnya, kalau tidak bisa ya ditunggu jandanya.

"Mas Daniel, mesum ya. Gak nyangka aku mas, kalau ternyata kayak gini kelakuanmu. Aku kecewa, mas. Kecewa sama mas Daniel."

Daniel menggeleng. "Bukan, Woo. Aku gak mesum kok. Gak tahu kalau nanti malem waktu di kamar sama kam—maksudnya bukan kayak gitu. Dengerin mas dulu, aku mau minta tolong ini."

"Halah, mau modus kan pasti?"

Sekarang Daniel memasang wajah datarnya—berusaha. Walau yang tergambar memang hanya wajah penuh hasrat milik Daniel. Wajah yang mengambarkan keinginan yang begitu tidak bisa ditahan lagi.

"Tolong, Woo. Dengerin sebentar aja. Setelah itu mas balikin plastik belanjaanmu."

Mendengar password untuk kui—mendengar kata 'plastik belanjaan' sukses membuat Seongwoo melepas tangannya dari wajah. Menatap Daniel dengan penuh minat kali ini. Dia ingin cepat-cepat pulang sebelum mbak Wendy mengamuk padanya.

"Bilang aja mas Daniel butuh bantuan apa? Kelilipan lebah? Hah, atau jangan-jangan burungnya mas Daniel dipatuk ayam?"

Daniel mengerjap dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak, bukan."

"Ah, makanan?"

"Bisa jadi."

"Em, panjang?"

"Iya, iya."

"Em, ih mas Daniel apa sih? Mau minta tolong apa?"

Daniel mengangkat plastik belanjaan Seongwoo. "Aku mau minta pampersnya satu, tapi gimana cara makainya sih? Kok kecil banget kayak gini?"

Seongwoo diam. Antara ingin mengamuk dan menertawakan Daniel. Ingin rasanya Seongwoo menciu—mencakar Daniel saking kesalnya. Baru tahu kalau Daniel ternyata sangat polos yang menyerempet bodoh. Ah, tidak, Daniel memang bodoh.

"Pampers?"

Daniel mengangguk. "Aku kebelet buat k—"

"Mas Daniel kebelet kawin?" Belum selesai Daniel bicara, Seongwoo sudah asal menyambar saja.

"Woo, please. Aku kebelet buat kencing, pipis. Tapi, gak ada kamar mandi di deket sini. Adanya cuma kali. Tapi, kalau aku kesana nanti banyak yang ngintip. Aku kan besar, Woo."

"Besar?"

"Iya."

"Kok aku gak lihat ya mas?"

"Badanku sebesar ini masih gak kelihatan, Woo?" Oh, badannya. Seongwoo pikir yang lainnya. Jempol kaki contohnya.

Dengan sedikit menundukkan kepalanya, Seongwoo kembali membuka suara. "Mas Daniel, itu bukan pampers, tapi p—"

"Pokoknya aku minta satu karena udah gak tahan ini. Tapi, tolong bantuin gimana makainya. Please, Woo."

Saat Daniel mengangkat baju kokonya, bermaksud mempermudah Seongwoo, laki-laki di depannya itu justru berteriak heboh. Lagi. Lengkap dengan mata yang melotot dan rahang yang hampir melorot ke tanah.

"Yaampun mas Daniel, gede banget."

"Makasih Woo. Lebih gede dar—"

"Maksudku pahanya, mas."

Mati-matian Seongwoo mencoba bersikap biasa-biasa saja. Memegang benda yang dikira pampers oleh Daniel tadi dengan tangan yang sedikit bergetar. Memposisikan diri tepat di depan Daniel. Jongkok. Posisi yang sangat pas. Ah, aku yakin kalian sangat tahu mengenai ini.

"Buru, Woo. Udah gak tahan ini." Desis Daniel pelan.

Seongwoo menelan ludahnya susah payah saat melihat sesuatu di antara kaki milik Daniel. Rerumputan maksudnya. Cukup grogi melihat benda asing yang tidak asing itu.

Dengan sedikit terburu Seongwoo memasang pampers jadi-jadian tadi di celana dalam milik Daniel. "S-sudah mas Dan. Cepet dipakai lagi celananya, Seongwoo takut khilaf. Lama-lama kan pengen ngelumat itunya."

Daniel menaikkan celananya. Bernafas lega karena akhirnya mendapatkan pampers. "Itunya?"

"Melumat rumput maksudnya, mas." Seongwoo menyambar plastik belanjaannya dan mendekapnya erat. Takut dirampok lagi oleh Daniel.

Daniel tidak menjawab. Justru memejamkan matanya. Menikmati pelep—menikmati acara pipisnya. Hanya saja, beberapa detik setelahnya kembali membuka matanya dengan horor dan melirik kakinya dengan cepat. Melihat dengan jelas kalau pipisnya mengalir sampai kakinya.

"Woo, pampersnya bocor."

Seongwoo mengikuti arah pandang Daniel dan mati-matian menahan tawanya. "Mas Daniel, tadi itu bukan pampers sebenernya. Seongwoo mau jelasin, tapi mas Daniel keburu ngeyel."

"Terus apa kalau bukan pampers?"

"Pembalut titipannya mbak Wendy. Buat orang yang datang bulan, mas Daniel."

Daniel mengerjap. "HAH?"

[END.]

"1K Followers" Event [OngNiel]Where stories live. Discover now