1. Gratisan

1.8K 377 387
                                    

Rahel Natasha, gadis berkucir kuda yang sekarang menjabat sebagai sekretaris kelas berlari tergopoh-gopoh melewati koridor kelas. Gadis itu menghembuskan napasnya panjang setelah dirinya tiba di depan pintu ruang kelas.

"Raf, lo di tunggu Bu Sinta di ruang guru!" teriak Rahel sambil mengatur napasnya yang masih ngos-ngosan. Tetapi belum ada jawaban dari Fafa. "Raf! Raf! Lo ditunggu Bu Sinta diruang guru!" ulangnya lebih keras.

Sesaat Fafa menatap kearah Rahel, dirinya berdiri dari bangku duduknya dan mendekat kearah Rahel.

"Lo manggil gue ya?" tanyanya polos.

"Apa? Lo sempat-sempatnya menanyakan pertanyaan yang nggak berbobot diwaktu darurat," geram Rahel sambil mengepalkan jari nya.

"Gue kan cuman memastikan. Kali aja lo ngomong sama siapa, selain gue!"

Kalau gue nggak ngomong dengan lo, gue ngomong dengan siapa?" ujarnya masih dengan mengepalkan jari, tetapi lebih kuat.

"Kali aja lo punya teman tak kasat mata, gue kan nggak tahu!"

"Buruan Bu Sinta cariin lo!" tangan yang tadinya mengepal, membuka lebar dan mendarat keras di punggung Fafa.

"Aduh.. duhh... sakit bego!" umpatnya kesakitan. "Dimana?"

💕💕💕

Fafa berdiri diambang pintu, sambil membawa setumpuk buku paket yang ia dapatkan dari Bu Sinta. Diletakkannya paket itu, di atas meja guru yang bertaplakan motif batik.

Tanpa di beri komando, Devan yang mengetahui keprihatinan Fafa, segera menyiapkan satu bangku sepesial. Diletakkannya bangku itu di depan kelas.

Fafa mendaratkan bokongnya di bangku yang telah di siapkan Devan. Kaki kanannya yang sedari tadi menempel di lantai, ia silangkan diatas kaki kiri, layaknya cewek bernasib joker.

"Perhatian-perhatian! Bu Sintia memerintah gue untuk membagi kelompok. Berhubung jumlah murid di kelas ini tiga puluh dua, gue akan membaginya menjadi delapan kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat murid. Gimana, setuju?"

Fafa memandang satu per satu wajah temannya. Mereka hanya mengangguk-angguk setuju, seperti yang sedang mendengarkan musik rock maraton. Suasana hening, tak ada satupun dari mereka yang memberikan masukan.

"Gimana kalau urut absen saja membaginya? biar nggak kesulitan," setelah lama hening, akhirnya satu murid mengeluarkan suaranya. Fafa bernapas lega, setidaknya masih ada salah satu teman disini yang tidak tertular virus patung.

"Gue setuju pendapat Meika. Setidaknya lo nggak usah repot-repot kerja keras membanting pintu cuman gara-gara mikirin pembagian kelompok," celutuk Devan dengan senyum Pepsodentnya.

Dengan sabar, Fafa membacakan anggota-anggota kelompok yang telah di baginya, sesuai nomor absen yang diminta teman-teman. Suara yang tadinya lantang berubah menjadi suara motor butut tak diundang. Devan yang sudah mengetahui keunikan Fafa, segera memberikan air minum yang ntah dari mana Devan dapatkan.

"Oke, sekarang kalian duduk di bangku sesuai dengan kelompok masing-masing. Bangku depan kelompok satu, sebelahnya kelompok dua dan seterusnya hingga kelompok delapan,"

"Bersama kelompok, kalian harus saling kerja sama jangan ada yang egois. Tugas pertama kita adalah mendeskripsikan tempat wisata yang menurut kalian cocok untuk dijadikan bahan diskusi. Tidak hanya mendeskripsikan saja, kalian juga harus membuat video singkat di tempat wisata yang akan kalian kunjungi. Tugas tersebut akan dipresentasikan lusa, sesuai jadwal pelajaran Bu Sinta!" lanjut Fafa.

💕💕💕

"Ya, ke museum! Gimana jika kelompok kita ke museum? Kan banyak banget yang bisa di deskripsikan!" ide cemerlang muncul dipikirkan Rahel.

Sebagai anggota satu kelompok, Putri dan Sifa hanya bisa bertepuk tangan sebagai bentuk dukungan mereka atas ide yang didapatkan temannya. Berbeda dengan Fafa, ia mendengus kesal atas ide yang didapat Rahel. Bagi Fafa, pergi ke museum bukanya menyelesaikan tugas, malah menghambur-hamburkan uang jajannya. Lagi pula di kelompoknya, dia laki-laki sendiri, bisa repot kalau pergi ke tempat seperti itu bersama cewek-cewek.

"Gue nggak setuju! Museum di kota ini jauh banget. Kalau kita hitung ongkosnya saja sudah kelihatan besar, itu belum masuk museumnya. Bisa jatuh kere gue!" tolak Fafa dengan bukti begitu kuat.

"Tapi Fa, museum terbuka untuk pelajar. Kalau kita kesana menggunakan baju seragam, pasti penjaga museum akan menurunkan harga tiket masuknya. Malahan, gue pernah dengar kalau pelajar yang kesana untuk melakukan sebuah penelitian, tiketnya bisa gratis," terang Sifa memberikan pengertian kepada Fafa.

Fafa terdiam sejenak, memikirkan perkataan yang diucapkan Sifa tadi. Tetapi tetap saja, pikirannya sama seperti semula. Fafa tetap bersikeras untuk tidak mengunjungi museum.

Baginya, kenapa harus ke museum jika tempat wisata lainnya masih ada yang gratis dan transportasinya juga mudah. Toh meskipun pergi ke tempat wisata yang mewah juga, jika kelompoknya tidak bisa mendeskripsikan sama saja, nilainya tidak bisa naik.

"Ke danau dekat rumah gue aja lah, yang dekat, gratis lagi. Transportasinya juga gampang, lo bawa motor aja aman, nggak bakal ada polisi yang nyemprit. Tempatnya sejuk lagi," usul Fafa kepada kelompoknya.

Rahel dan Sifa memikirkan kembali pendapat yang diusulkan oleh Fafa. Ada banyak keuntungan juga jika tempat wisata mereka ke danau, selain harga dan transportasi yang murah meriah, tak banyak kelompok juga yang mengetahui jika danau adalah tempat yang cocok untuk dijadikan bahan deskripsi.

"Gue ngikut aja deh, suka-suka kalian yang milih," sela Putri di tengah keheningan.

"Gue setuju-setuju aja, tapi jangan hari ini karena hari ini gue ada aca-,"

Fafa berdiri dari duduknya, mendekatkan dirinya dihadapan Rahel. "Pulang sekolah nanti, gue tunggu kalian dirumah gue. Danau tidak bisa dikunjungi oleh orang yang bukan warga situ, jadi kalian harus berangkat dengan gue untuk mendapatkan izin masuk danau,"

Fafa menuliskan alamat rumahnya di sobekan kertas yang ia ambil asal di buku yang terdapat dihadapannya. Rahel melongo setelah melihat tingkah Fafa yang benar-benar egois, dan keras kepala itu.

Setelah selesai menuliskan alamat rumah, Fafa meninggalkan ketiga temannya dan mengajak Devan bersama untuk keluar dari kelas.

' Harusnya gue tahu, bakalan menjadi seperti ini, jika Raf masih menjadi ketua kelas'

Ketua Kelas [END]Where stories live. Discover now