DELAPAN

131 6 0
                                    

Pada bulan Desember yang terlalu dingin. Hujan masih turun sebagai arak-arakan alam semesta. Ketika pluviophile masih betah memuja hujan. Ketika melankolis masih menganggap senja adalah keajaiban. Kusadari semua terlalu sulit untuk dipaksa berhenti. Sesuatu yang sudah tercurah tak mungkin surut begitu saja. Bagaikan tetes hujan yang harus menjadi gerimis dulu untuk berakhir. Bagaikan air yang harus mengembun dulu untuk bisa menjadi sesuatu yang berbeda. Seperti api yang menjadi bara dulu untuk bisa menjadi abu. Semua butuh proses untuk berjalan bagaimana mestinya tanpa ada lagi luka.

Aku mulai mengobati lukaku. Meski terlalu sulit dilakukan sendiri. Apalagi disaat kulihat kamu baik-baik saja tanpa diriku dalam harimu. Kamu masih tersenyum dengan senyummu yang biasa. Senyum yang menertawakanku bahwa aku masih belum terbiasa dengan sudut pandang berbeda. Senyum yang dulunya teruntukku sekarang digenggam orang lain. Secara perlahan aku menepi dalam duniamu. Terkucilkan dalam hiruk pikuk harimu.

Aku rindu saat kamu menjadikanku prioritas. Aku rindu saat aku tempatmu untuk pulang. Aku ingin kembali kepada hati yang menyuruhku pergi. Hanya saja aku sudah orang lain bagimu. Tak ada lagi tempat seperti dulu yang kamu sediakan padaku. Ruangmu sekarang penuh tanpa ada diriku berdiri di sisimu. Aku hanya berdiri seperti orang bodoh di luar. Menanti pintu terbuka. Menunggu untuk menyuruhku masuk. Hanya saja yang kuharap tak pernah terjadi.

Aku mengigil kedinginan. Bibirku pasi. Tempias membasahi wajahku. Tanganku mati rasa. Kehangatan di dalam membuatku rindu. Hanya saja tempatku bukan di sana lagi. Hanya saja kedatanganku bukan diinginkan tapi kedinginan.Tak ada lagi ruang hangat untukku. Takkan ada lagi.

Kujahit lukaku secara sembarangan. Kutata hatiku yang tak menginginkan pergi. Kusudahi tangis. Kutelan pahit. Dimana lukaku berada di sanalah rinduku masih terasa. Dimana wajahku tertunduk disanalah hatiku remuk. Aku terkubur dalam hari-hari sunyi. Mencoba melupakan dimana rinduku pernah singgah. Berhari-hari. Berminggu-minggu. Berlarut-larut. Aku sunyi. Aku hening. Aku hancur. Aku berada pada titik nadir. Dimana titik terendah dalam hidupku, setelah kau janjikan titik zenit di dalam sejarah hidupku.

Lebih Lama dari SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang