EMPAT

302 11 0
                                    

Waktu demi waktu mulai menghantarkan kita pada perjalanan yang menyenangkan. Awan-awan seakan terlihat lebih rendah dari biasanya. Hujan seakan terlihat lebih syahdu dari sebelumnya. Langit seakan terlihat lebih biru dari warna aslinya. Bahwa kita dipertemukan bukan sekedar bertemu. Ada satu hal yang membuat kita mengingat banyak hal. Bahwa perjalanan ini hanyalah perjalanan biasa, tanpa ada kamu yang menemaninya. Bahwa hujan hanyalah sekadar air jatuh biasa, jikalau dinikmati sendirian saja.

Masa-masa indah berlalu bagaikan angin lembah yang berembus menuju puncak gunung. Membawa seluruh rasa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Membawa kita pada rindu-rindu yang berembus di sela pohon cemara. Membisikkan kata-kata yang hanya kita pahami berdua. Kita begitu terhanyut dalam dunia kita hingga lupa bahwa sebelumnya kita memiliki dunia berbeda.

Semua begitu teratur dan damai. Seolah-olah semua diciptakan untuk indah dan sempurna. Aku selalu menikmati momen-momen itu. Saat-saat hujan yang jatuh di sekitar kita. Saat-saat langit berganti warna di atas kepala. Dan saat-saat kamu mengatakan segala tentang rasa. Segala tentang rindu. Segala tentang kamu. Segala tentang aku. Dan segala tentang kita.

Tanpamu, aku bukanlah apa-apa, hanya bintang tanpa cahaya, bulan tanpa purnama, dan pelangi tanpa warna. Tapi bersamamu, aku adalah bintang kejora, bulan seribu purnama, dan pelangi tujuh warna. Kamu adalah mimpiku yang sempurna. Pagiku dan juga senjaku. Hari dimana mimpiku berhenti di kamu. Musim dimana hanya kulihat senyumanmu. Kamu harus tahu bahwa aku tak ingin bermimpi selain denganmu.

Hanya saja soal mimpi tetaplah akan menjadi mimpi. Sekuat apapun diubah, mimpi memiliki dimensi tersendiri dan cara kerjanya berbeda dengan dunia nyata. Saat aku terbangun dari mimpi yang kucipta, semua hanya lelucon belaka.

Hanya saja aku terlanjur percaya kata-katamu, bahwa kamu takkan pernah menginap pada rumah yang bukan kediamanku dan takkan berteduh kalau itu bukan di payungku. Aku terlalu percaya terhadap apa yang kamu kata. Ibarat bisu yang mendengar suara. Ibarat buta yang melihat cahaya. Aku terlalu terpesana dalam mimpi yang sempurna sehingga lupa bahwa kamu hanya sedang bercanda.

Lebih Lama dari SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang