12 B

411 83 33
                                    

CHAPTER 12 BAGIAN B


Beberapa siswa ramai berkerumun di ambang pintu kelas. Padahal sepuluh menit lalu ketika Yein dan Chanwoo pergi, semuanya masih tenang saja. Dan lagi, seharusnya mereka mempersiapkan diri untuk kelas yang sebentar lagi dimulai, bukannya malah berhamburan ke luar seperti ini. Perasaan Yein tak enak.

"Hyejin-a, ada apa?" tanyanya pada Son Hye Jin yang turut berdiri di muka kelas.

"Jung... Jung Eunha pingsan!"

Mata Yein terbelalak. "Ya, tapi kerangnya diganti dengan bawang." "Mmm, bawang, ya?" Seketika ekspresi wajah Eunha berubah. "Kenapa? Kau tak suka?" "Bukan begitu, aku hanya tidak terbiasa makan bawang." Ia lemas saat itu juga. Pikirannya kacau. Pasti apa yang terjadi pada Eunha adalah gara-gara dirinya.

Secepat kilat Yein berlari. Tentu saja ke tempat Eunha dibawa. Beberapa kali langkahnya yang tergesa membawanya ke suatu celaka, satu-dua orang tak sengaja ditabraknya, anak tangga kecil dilompatinya. Yang dipikirannya hanyalah "Ini salahku. Ini adalah salahku."

"Jung Eun-" teriak Yein saat berhasil menyibak tirai ruang UKS, meski panggilannya terpotong dengan segera. Napasnya tersenggal-senggal tak karuan, dadanya berkembang-kempis dengan jelas.

Dokter UKS, Guru Han, dan Jeon Jungkook ada di dalam, mengelilingi tubuh tak berdaya Eunha yang berbaring di atas ranjang putih. Yein merasa usahanya untuk sampai ke sini sebenarnya tidak terlalu perlu. Namun mengingat bahwa karena dirinyalah yang telah membuat satu nyawa menahan sakit, ia juga tak memutuskan kembali ke kelas.

***

Jari-jari lentik miliknya menggenggam pegangan besi yang membatasi balkon belakang lantai tiga. Sisa-sisa gerimis semakin membawa kesunyian ke permukaan. Biasanya tempat ini dijadikan tempat membolos siswa selain gedung basket atau atap. Sebenarnya tak ada yang spesial di sini, hanya saja siapapun dapat menikmati pemandangan Sungai Han dari sisi tersebut. Hembus angin dan dedaunan kering yang ditiupnya kadang kala menemani dalam kesendirian, padahal di waktu yang bertepatan tengah berlangsung pembelajaran di seluruh kelas. Bagusnya, tak akan ada guru atau staff sekolah yang curiga dengan keberadaan siswa pembolos di sini. Itulah yang spesial dari balkon belakang. Aman.

Jung Yein membiarkan rambutnya yang terurai berkibaran tak tentu arah, sedikit basah oleh percik air kecil yang berjatuhan. Meski sesekali helaiannya menampar permukaan kulit wajah dan akan menyisakan perih di sana. Matanya terbuka, kemudian tertutup, lalu terbuka lagi. Hamparan lukisan nyata yang ditangkap netranya tak mampu menjernihkan pikiran. Sudut matanya mulai digenangi oleh cairan yang terasa hangat, namun juga meninggalkan rasa perih di sana.

"Kupikir kau adalah orang yang tak sudi meninggalkan kelas."

Suara yang datang sontak mengejutkan Yein, membuat gadis itu tersentak dan menoleh. "Jeon Jungkook?"

"Aku selalu salut pada orang yang berhasil menyembunyikan kekacauan di balik senyuman. Karena itu aku tak salut kepadamu," kata orang itu, yang barusan datang dengan membawa hawa dingin membekukan.

"Eh?"

"Aku salah?" tanyanya sembari mendekat menyejajarkan diri dengan gadis itu.

Yein diam saja. Sementara pandangan Jungkook sibuk menyapu luas diorama di depan mata, Yein justru memandang sosok tegap itu dengan seksama. Banyak sekali pertanyaan yang terbesit di benaknya saat ini, "Jungkook-a, apakah kau baik-baik saja? Apakah penglihatanmu membaik? Kenapa kau memutuskan untuk masuk sekolah?" tapi semua itu ditahannya karena saat ini—benar kata Jungkook—kekacauan sedang tersembunyi di balik wajahnya.

Let Me KnowWhere stories live. Discover now