2

1.1K 156 71
                                    

CHAPTER 2


"Kau tidak pulang?" ujar suara berat yang terkesan dingin itu.

"Belum," lirih Sang Gadis. Detak jantung Yein berpacu cepat, bahkan ia sendiri mampu mendengarnya.

"Apa yang kaulakukan malam-malam begini sendirian?" tanya Jungkook seraya melangkah semakin ke dalam.

Yein gelagapan menjawab, "Ini... Umm, tugas dari guru."

Laki-laki itu diam saja, berjalan acuh menuju bangkunya yang paling belakang. Langkah kaki tegasnya menimbulkan suara sepatu yang khas. Sementara Yein berusaha mengembalikan konsentrasinya pada lembaran kertas di hadapan. Ahh, ada Jungkook di sini... apakah ia masih bisa berkonsentrasi?

Suasana begitu sunyi, begitu senyap. Dalam kesunyian itu, hanya ada dua manusia yang saling diam di ruang kelas. Gadis yang duduk di mejanya di depan whiteboard nampaknya gusar. Tadi tak seperti itu, tadi ia dapat fokus pada pekerjaannya. Namun semenjak Jungkook masuk beberapa saat lalu, fokusnya terpecah. Entah karena apa, yang jelas jantungnya tak bisa berkompromi.

Kenapa ia tak lekas pergi? Kenapa ia masih di situ? Gumam Yein tak tenang.

Terdapat rasa senang karena ia berada pada waktu di mana hanya ada dirinya bersama laki-laki yang ia suka sejak lama. Namun rasa senang itu lenyap sudah digantikan kegugupan yang menyelinap. Kenapa harus seperti ini? Entahlah, padahal itu tidak seberapa. Jungkook bahkan tidak melakukan sesuatu pada Yein selain bertanya, 'apa yang kaulakukan malam-malam begini sendirian?' Dan lagi-lagi entahlah, hanya saja rasa gugup sudah menguasai diri Yein secara tiba-tiba.

Gadis itu akhirnya memberanikan diri untuk menoleh ke belakang, memastikan apa yang dilakukan Jungkook sehingga membuatnya tidak segera keluar kelas setelah mengambil tas.

Jung Yein sepertinya terkejut. Dari bangkunya di deretan terdepan, ekor matanya menangkap sosok Jungkook tengah duduk manis di bangkunya di deretan terbelakang. Tak sempat membalikkan wajahnya dan terlanjur ketahuan bahwa ia telah menoleh ke arah belakang, terpaksa Yein mengeluarkan suara.

"Kenapa masih di sini?" Gadis itu memulai dengan suara lirih menahan getaran di tenggorokan.

"Memangnya kau pikir seorang lelaki sejati akan diam saja melihat seorang gadis sendirian malam-malam?"

Ohh, sial. Terkutuklah jawaban itu! Sebuah jawaban yang membuat jantung Yein menjadi ber-allegro yang temponya secepat tentara berjalan. Gadis itu mengangguk lemah, kemudian membalikkan badan, dan kembali berkutat dengan kolom nilai meskipun seluruh konsentrasinya kini telah kacau balau.

Hening kembali. Detik jarum jam lagi-lagi menjadi sumber pemecah keheningan malam ini. Tak ada yang melempar cakap. Alih-alih kalimat maupun kata, dehaman pun tak terdengar sama sekali. Saling diam, saling membisu. Satu pihak dengan perasaannya yang menggebu tak karuan, sedang pihak lainnya tak bisa dideteksi apa yang ia rasakan.

Keheningan berlangsung dalam sekejap, lantas sesuatu hadir membuyarkan. Sesuatu mengejutkan bagi gadis yang mulai kembali pada konsentrasinya itu. Sebuah kilatan cahaya datang dan otomatis membuat Yein terlonjak sampai-sampai bolpoin yang ia pegang jatuh. Musim semi baru selangkah terinjak, bagaimana bisa ada kilat?

Sinar putih menyilaukan yang terlihat singkat sesingkat kecepatan cahaya itulah yang membuat Yein selalu ketakutan tiap kali hujan tiba. Seperti yang tengah ia lakukan saat ini, cepat-cepat dihentikannya aktivitas apapun untuk kemudian menutup telinga rapat. Datangnya kilat adalah suatu pertanda Sang Petir akan segera menyusul, entah sedetik atau beberapa detik kemudian. Karenanya, Yein acapkali bersiap-siap mengamankan hati bila kilat terlihat olehnya.

Let Me KnowNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ