[11] : Binatang Peliharaan Maxime

6.6K 1.2K 106
                                    

"Axel, aku masih ingin tidur." River bergumam, menekuk lututnya dan membalikan badan.

"Axel, aku mengantuk sekali biarkan aku tidur!" Ucap River lebih keras saat pipinya ditepuk - tepuk lebih keras lagi dari sebelumnya, bahkan dia merasakan ada yang menendang - nendang punggungnya. Astaga, sejak kapan Axel bersikap tidak sopan seperti itu padanya ? River membuka mata malas, namun bukan sosok Axel yang di lihat, melainkan mata hijau zambrut milik Maxime yang menatap tajam padanya, membuat River langsung duduk.

Maxime melipat tangannya di perut penuh gaya, "sudah bangun ? kau pikir ini kamarmu ? dasar. Kau bahkan tidak bergantian berjaga." gerutu Maxime, kemudian beralih membereskan peralatannya.

River mengusap wajahnya dengan dua tangan, yah, untuk sesaat, dia seperti merasa tidur di kamarnya, dia tidur sangat nyenyak. "Maaf." Jawabnya pelan, dilihatnya Ken sedang mematikan api unggun yang mulai meredup dengan menginjaknya. Hari masih terlalu pagi sepertinya, dan mereka harus berangkat lagi untuk bisa mencapai ketengah hutan hari ini juga.

"Jadi, kita berangkat ke barat." Maxime menunjuk ke arah yang ditunjukan binatang kecil yang semalam dia ajak bicara.

"Kau yakin ?" tanya River sanksi.

Maxime mengangguk mantap, sembari berjongkok, mengikat kuat tali sepatu botsnya. "Sangat yakin, ayo jalan."

River mengerang, kenapa pemuda berambut ungu itu jadi seperti tukang perintah, selalu memimpin jalan dan sebagainya. Sementara dia dan Ken harus mengikuti di belakang seperti pesuruhnya. Tapi, karena Ken sepertinya tidak terganggu sama sekali, River tetap diam meski masih menggerutu dalam hatinya.

.Ketiganya berjalan melewati semak belukar, River beberapa kali digigit oleh serangga lagi, entah kenapa, serangga - serangga itu sepertinya sangat menyukai darah River atau bagaimana. Ken, half wolvrine itu, dia beberapa kali bersin, sepertinya alergi bunga dan serbuk sari, karena di kiri - kanan mereka di sela - sela pohon cemara yang meranggas, ada bunga dandelion yang kelopaknya terbawa angin.

"Hachim!"

"Bless you!" Maxime menunjuk wajah Ken dengan telunjuknya, sembari tersenyum, membuat dua lesung pipinya nampak jelas tercetak, setelahnya dia tertawa kecil, kembali berjalan dengan langkah ringan.

Sebenarnya, kalau boleh dikatakan, Maxime adalah orang yang menyelamatkan kecanggungan mereka bertiga selama pencarian ini. Dia banyak bicara, banyak bercerita hal - hal konyol, ini dan itu, bagaimana tempat dia tinggal dulu, tentang ibunya yang seorang ilmuan, bagaimana dia pertama kali bisa mengeluarkan api dari telunjuknya dan membakar kertas - kertas berisi rumus milik ibunya, dan berakhir dengan dikurung di kamar tanpa makan malam. Intinya, Maxime bercerita tentang hal remeh yang membuat mereka tertawa. Tapi itu menyenangkan, seperti kata Maxime, mereka harus santai, jangan memasang wajah seolah mereka akan mati hari ini, dan Maxime adalah orang yang tepat untuk mereka tetap santai di dalam lembah kematian.

"Jadi, River, apa yang kau lihat saat ditepi sungai kemarin ?" Maxime mengalihkan pembicaraan karena merasa dia sudah terlalu banyak berbicara tentang dirinya sendiri.

River menggaruk tengkuknya, "Umm.. yeah, sebenarnya sesuatu yang tidak terlalu menyenangkan. Sesuatu tentang.. ibuku." River menjawab pelan.

"Hey, bukankah itu bagus ? mungkin kau sedang merindukan ibumu." Maxime memberi komentar sembari merundukan kepala di bawah sebatang dahan pohon yang tumbang.

"Yeah, mungkin. Karena aku tidak pernah bertemu dengannya, atau aku sudah lupa wajahnya. Entahlah." River terdengar tidak perduli namun Ken tahu River hanya berusaha menutupi kesedihannya.

"Oh lihat!" Ken menunjuk pada sebuah pohon ek besar di sisi kanan mereka, setengah berlari, Ken menuju pohon besar itu. Tangannya menyentuh guratan - guratan kasar di batang pohon. Matanya menyisir ke atas, menerawang. "Dulu, ada pohon seperti ini juga, tumbuh di pegunangan Lacnos." Ken mulai bercerita. Maxime dan River sudah berdiri bersisian, tangan - tangan mereka juga merabai batang pohon itu.

Constantine #1 : Perkamen Suci Lacnos ✔Where stories live. Discover now