Keempat

72 2 4
                                    


Ku duduk dibangku ku, langsung ku buka buku, kua ambil pulpen dan ku tulis sebuah puisi

"Kau itu seperti embun, sebuah zat yang begitu anggun, tetapi kau tak berwujud. Apakah soal dimensi ?. Atau, kita tak sealam..?. Tetapi kedatangan mu terasa seperti alunan nada, yang tanpa permisi memberika suka maupun lara. Dengan dinginmu.. kau buat megah sebuah rasa, dengan mendengar nama mu kau bangunkan, jiwa yang mati, jiwa yang sepi, jiwa yang patuh akan kehampaan, sebuah nama yang tak mengerti makna yaitu kau Dinda"

Mungkin itu sebuah curahan hati yang saat ku melihat wajahnya. Ku tutup buku ini lalu ku tidur berharap bermimpi dia, itu doa ku sebelum tidur. Hari ini ada rapat jadi jam kosong sampai pulang, jadi aku pun tidur.

Dinda pun duduk didalam kelasnya, dia langsung membuka buku gambar, dan mengambil pensil . Kemudian menggambar seorang wajah laki laki tapi tak diperjelas wajah seoarng laki-laki tersebut.

"Eh Din.. wajah siapa yang kamu gambar kok nggak jelas kaya gitu ?" tanya Sinta teman sebangku dia.

"Ada deh ini rahasia yee" sambil tertawa menyembunyikan siapa yang ia gambar.

"Ah kamu Din. Ayo ke kantin aja" ajak Sinta ke Dinda

"Ayo" lalu mereka pergi ke kantin

Saat ke kantin dia pasti melewati kelas ku, dan tentu saja ia pasti menengok ke kelas ku.

Sebelum aku tidur, Ahmad bilang waktu Dinda melewati kelas ku.

"Lihat saja Senja dihitungan ke 3 dia pasti menengok  ke kesini. Satu.. Dua.. Tiga" kata Ahmad sambil menunjuk Dinda.

Dan, benar saja Dinda menengok ke kelas ku.

"Yakaannnnn" kata Ahmad sambil tertawa.

"Ya pastilah, dia mau lihat ketampanan diriku" kata ku dan melanjutkan tidurku.

"PD amat lu tong" kata Ahmad sambil tertawa dan menepuk pundak ku.

"Udah diem gua mau tidur" kata ku sambil merbahkan tubuhku.

2 jam aku tertidur.

Tamparan buku terasa diwajahku hingga aku pun terbangun, tak lain itu adalah Ahmad yang mengajak ku pulang karena bel pulang telah berbunyi. Tanpa pikir panjang aku bangun, ku masukkan barang barang ku lalu pulang bersama Ahmad dengan menaiki vespanya karena vespaku masuk ke bengkel tanpa memikir hujan sekalipun. Saat ku keluar dari gerbang sekolah ku lihat Dinda dijemput seorang kakek dengan motor butut mungkin itu kakek Dinda. Aku hanya lewat bersama Ahmad melihat Dinda sedang memakai jas hujan. Dia tertawa melihat kami berdua yang menaiki motor vespa sambil bernyanyi seperti orang tak mempunyai dosa.

Di perjalanan kami bernyanyi sambil menikmati hujan dijalanan dengan vespa tua milik Ahmad. Ditengah perjalanan ada sebuah mobil sedan yang kencang menyalip kami, sedang jalanan disitu berlumpur. Sriattttt .....lumpur itu pun berpindah ke baju kami yang awalnya putih jadi coklat, langsung kami berteriak "Woy jancookkk !! berhenti loo" dan kami pun mengejar mobil itu, Ahamad memacu vespa tuanya dengan kencang, sehingga menciptakan kabut dadakan di jalanan tak peduli akan hujan.

Kami bersandingan dengan mobil sedan itu.

"Berhenti woy ! Berhenti !" ucap Ahmad sambil terus membunyikan bel vespanya.

Tak lama mobil itu berhenti dan keluarlah laki-laki berbadan besar, dan tinggi yang berpakaian TNI.

Kami yang awalnya seperti singa yang kelaparan berubah menjadi kucing yang takut air hujan.

"Ada apa ini ? Kok menyuruh saya berhenti" kata bapak itu dengan suaranya yang tegas.

Kami pun gugup dan kami turun dari motor.

"Anu pak anu" jawabku sambil melihat bajuku, Ahmad pun hanya diam sambil senyum-senyum.

"Ditanya malah anu anu ?" kata bapak itu

"Mohon maaf pak kalo saya lancang, mbok ya pelan – pelan kalo nyetir mobil, baju kita berdua yang jadi korban" jawabku tegas sambil menujukan bajuku yang kotor.

"Oh maaf ya, habis bapak terburu-buru" ucap bapak itu dengan pelan.

"Siap pak !" kata kami berdua sambil hormat pada bapak itu.

"Kenapa kalian ini kok hormat ?" tanya bapak itu sambil memegang payung

"Lohh bapakkan TNI, dan udah tua jadi saya hormati pak" jawab Ahmad sambil tertawa.

"Tua ndasmu !" bisik ku ke Ahmad.

"Maaf pak maksudnya lebih tua dari saya gitu" Ahmad membenarkan perkataannya.

"Iya gak papa, ya udah turunin tangan mu. Maaf ya soal tadi, saya mau lanjutin perjalanan lagi". Sambil bicara dia masuk lagi ke dalam mobilnya dan pergi.

Kami pun melanjutkan perjalan pulang dengan menaiki vespa lagi.

"Asem tenan bapak kui, baju kita jadi coklat gini, kalo bukan TNI gua ajak duel satu lawan satu tu orang" kata Ahmad yang sok berani, iya berani tapi di belakang

"Alah lu beraninya dibelakang omong didepan kaga berani kan elu" jawab ku ke Ahmad.

"Berani, gua kaga takut sama apa pun" sambil memasang wajah sombong dan kumis penjahatnya.

"Alah lu cuma omongnya aja yang besar mad dari kecil" jawabku sambil menampar wajahnya.

Sampai lah aku ke rumah, dan Ahmad juga pulang ke rumahnya. Aku lansung mandi dan setelah itu membuka tutup makan, dan aku langsung makan ayam kecap yang sudah disiapkan ibu ku.

Setelah makan aku pun langsung tidur dan berharap semuanya akan indah ketika sang pujaan datang dalam pelabuhan mimpi yang ku tunggu di sudut sepi, dan dia merubah menjadi kegemerlapan keindahan yang dapat merubah hati yang penuh kekosongan. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 26, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ratapan HujanWhere stories live. Discover now