“Taeyong, kau tidak perlu melakukannya... kumohon... aku sudah tidak peduli dengan mereka. Aku bahkan sudah biasa saja” ujar Myungsoo.

“jangan berbohong hyung! Apa hyung lebih memilih dikucilkan dan kesepian seperti ini?!” ujar Taeyong yang membuat Myungsoo terdiam.

“jadi kau akan menyerang Howon dan teman-temannya?” tanya Woohyun.

“kalau iya memangnya kenapa?! Kau mau mengadukan pada mereka?” tanya Taeyong.

“ya! Aku hanya bertanya! Lalu apa hubungannya dengan temanku yang memukul adik kelasmu??” tanya Woohyun.

“itu sebenarnya tidak ada urusan denganku” ujar Taeyong enteng.

“itu urusan Yuta, kapten sepak bola yang waktu itu memukulmu. Kami hanya bekerja sama” ujar Taeyong.

“aish... orang itu! Baiklah, sebetulnya aku setuju dengan caramu yang pertama. Aku sebagai sahabat Myungsoo, aku tidak terima Myungsoo diperlakukan seperti itu. Aku bahkan melihat sendiri bagaimana mereka membicarakan Myungsoo yang tidak benar, bahkan saat Myungsoo tidak masuk sekolah... karena sakit” ujar Woohyun.

“Woohyun, jangan bilang kau akan ikut-ikutan Taeyong!!” seru Myungsoo frustasi.

“aku akan cari tahu siapa orang yang memukul adik kelasmu, tapi dengan resiko kemungkinan besar rencana kalian akan bocor kepada teman-temanku” ujar Woohyun.

“Taeyong... Woohyun... kalian harus menjelaskan padaku semua ini” seru Myungsoo.

. . .

Taeyong menunggu dengan frustasi. Setelah Myungsoo mengetahui semua setelah ia dan Woohyun menceritakannya, Myungsoo menjadi sangat marah pada mereka. Myungsoo pun tidak lagi berbicara pada Taeyong dan Woohyun. Hal itu membuat Woohyun akhirnya pulang sementara dia masih disini. Tentu tidak mungkin Taeyong akan pulang sementara hyungnya masih marah padanya.

“hyung, kau masih marah?” tanya Taeyong.

Wajah Myungsoo datar menatap lurus ke depan, saat Taeyong selesai bicara, Myungsoo menoleh ke Taeyong dan menatap Taeyong tajam. Baru pertama kalinya Myungsoo mengeluarkan death glare pada adiknya itu selama mereka bertemu.

“hyung...” ujar Taeyong.

“Sudah kubilang berapa kali aku tidak peduli lagi dengan mereka. Aku sudah tidak mau memikirkan masalah sekolah lamaku lagi! Lalu kau dan Woohyun datang dan memberi tahu semuanya... aku jadi kembali memikirkannya!” seru Myungsoo.

“aku hanya ingin membersihkan nama hyung... hanya itu. Semua cara akan kulakukan” ujar Taeyong.

“kau tidak perlu melakukannya. Itu... itu semua adalah urusanku dan kau tidak berhak ikut campur” tegas Myungsoo.

Taeyong melipat tangannya, “hyung kenapa berbicara seperti itu? Kau adalah kembaranku dan aku tidak terima jika kembaranku diperlakukan seperti ini! Maksudku hanya ingin menyadarkan mereka bahwa mereka yang salah, bukan hyung!” seru Taeyong panjang lebar.

“tapi Taeyong....”

“atau hyung mau dikenal sebagai pengkhianat sekolahmu sampai selama-lamanya? Hyung mau terus dikucilkan oleh mereka?” tanya Taeyong.

Myungsoo terdiam.

“kuanggap jawabanmu adalah tidak” ujar Taeyong.

Myungsoo menghela napasnya dengan berat dan menarik selimutnya tinggi-tinggi sebatas lehernya, lalu berbaring membelakangi Taeyong.

“pulanglah, aku mau istirahat” ujar Myungsoo mengusir Taeyong.

“eum, selamat istirahat, hyung. Cepatlah sembuh” ujar Taeyong yang kemudian meninggalkan Myungsoo.

. . .

Taeyong menumpang mobil Jaehyun bersama teman-teman tim basketnya. Sementara Doyoung juga bersiap menumpang mobil Yuta bersama teman-teman tim sepak bolanya.

“sudah siap semuanya?” tanya Jaehyun.

“siap!!”

Jaehyun pun menginjak pedal gas dan mobilnya melaju. Sementara Yuta yang melihat mobil Jaehyun sudah melaju pun melakukan hal yang sama.

“akhirnya hari ini kita akan karya wisata” ujar Yuta tersenyum sarkas.

. . .

“teman-teman, gawat!!” ujar Woohyun berlari ke kantin menghampiri teman-temannya.

“ya! Ada apa?” tanya Dongwoo, salah satu anggota tim basket.

“aku baru saja mendapat chat dari seseorang. Dia mengaku dari SMA Chungdam. Dia mengancam kita gara-gara teman kita ada yang memukul adik kelasnya sampai babak belur” ujar Woohyun khawatir.

“apa? Siapa dia? Sini aku lihat!” ujar Dongwoo.

“nih” Woohyun menyerahkan ponselnya yang berisi chat dengan Taeyong, siswa SMA Chungdam.

“cih, dia Lee Taeyong. Mau apa dia?!” ujar Dongwoo marah.

“dia mau mendatangi sekolah kita, dan mencari siapa yang memukul adik kelasnya itu... bagaimana ini??” ujar Woohyun panik.

“apa mereka mencariku, eoh?” tanya Howon tiba-tiba.

“Howon??” semua teman-teman Woohyun terkejut mendengar suara Howon.

“anak bodoh itu mau mencariku, eoh?? Katakan akulah yang memukul anak Chungdam kemarin di depan bar dekat sekolah mereka” ujar Howon.

“Howon, kenapa kau melakukan itu?? Kau sudah memancing api!” protes Dongwoo.

“biarkan saja... aku akan membuktikan bahwa sekolah kita ini kuat, tidak seperti yang dilakukan Myungsoo dengan merendah di depan mereka. Kita harus menegakkan kepala kita di depan mereka” ujar Howon enteng.

“kebetulan sekali kau Howon. Kau akan mendapat dua serangan sekaligus. Rasakan itu”.

Tiba-tiba ponsel Woohyun berbunyi tanda ada notification masuk. Buru-buru Woohyun mengecek ponselnya dan ada sebuah pesan masuk dari Taeyong.

Aku sudah di depan gerbang sekolahmu

“aigo, bagaimana ini!! mereka sudah sampai di gerbang! Mereka pasti sudah membawa pasukan mereka!! Bagaimana ini?!” ujar Woohyun panik.

“teman-teman, ayo kita ke gerbang! Kita harus membuktikan kekuatan kita di hadapan mereka!” ujar Howon yang emosi.

"Ayo!!"

Semua murid SMA Seoul Internasional yang berada di kantin itu pun pergi mengikuti Howon. Sementara Woohyun menghela napasnya lega.

"Rasakan itu, Howon"  batin Woohyun sambil tersenyum licik.
.
.
TBC
.
.
Akhirnya updatenya cepet yah 😂😂
.
Don't forget to give your vote 😄😊

I'm Sorry I'm too IntrovertWhere stories live. Discover now