part 8

280 28 1
                                    

Taeyong memandangi baju seragam basketnya yang baru saja ia cuci. Tanpa terasa besok ia akan menghadapi pertandingan pertamanya di klub basket. Padahal Taeyong baru masuk ekskul selama lima hari dan tanpa disangka pelatih Choi langsung memilihnya ikut pertandingan, walau hanya menjadi pemain cadangan.

“Lee Taeyong, aku sungguh bangga padamu. Walaupun kau anggota baru di tim basket tapi kau sudah menunjukkan progress yang bagus. Bukan begitu Johnny?” puji pelatih Choi.

“iya” ujar Johnny setengah hati.

“dan aku sudah berdiskusi dengan Johnny untuk mengikutsertakanmu di pertandingan selanjutnya” ujar pelatih Choi sambil memberikan seragam basket kepada Taeyong.

“tapi... aku merasa tidak pantas bertanding. Skill yang aku miliki masih kurang” ujar Taeyong.

“memang sejujurnya skill-mu biasa saja, hanya bagus untuk ukuran pemula. Tapi tenang saja kau hanya akan jadi cadangan. Tidak perlu berharap banyak karena aku yakin kau tidak akan bermain nanti” ujar Johnny dengan senyum sinisnya.

Taeyong tersenyum getir saat mengingat Johnny yang meremehkan dirinya. Rasanya Taeyong ingin sekali membuktikan pada orang lain jika dia mampu dan berbakat.

“Jaejoong, apa kau gila? Besok? Tapi aku tidak yakin kalau Taeyong akan siap!”

Taeyong mendengar eommanya berbicara di telepon. Taeyong terheran karena tidak biasanya eomma berbicara di telepon dengan nada berteriak seperti itu. Apalagi sepertinya Taeyong mendengar eommanya menyebut namanya, namun Taeyong tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

“dengar, besok Taeyong akan menghadapi pertandingan pertamanya"

"Apa? SMA Seoul akan bertanding? Jangan bilang sekolahku akan melawan SMA Seoul Internasional?”

Taeyong teringat dengan rapatnya tadi bersama tim basketnya, bahwa besok mereka akan melawan tim basket SMA Seoul Internasional. Sekolah internasional mewah di Seoul untuk dua orang, orang ber-otak encer atau orang ber-uang encer. Sekolah itu bahkan pernah mewakili Korea Selatan di pertandingan basket se-Asia.

Mengetahuinya saja membuat Taeyong merinding. Kalau saja bukan karena Johnny menyemangati mereka, Taeyong pasti akan memilih mundur kembali dari ekskul basket. Kontras dengan sikap Johnny yang biasanya, dia adalah kapten tim basket yang baik dan selalu menyemangati timnya.

Taeyong mendengar eommanya menutup teleponnya. Eommanya pun berjalan ke arah dapur dan terkejut melihat Taeyong.

“Taeyong, kau sejak kapan ada disini? Bukannya kau sedang...”

“aku lapar eomma, mau makan” potong Taeyong.

“ah baiklah. Kau tahu kan besok kau akan melawan siapa?” tanya eommanya.

“tentu saja. SMA Internasional Seoul, sekolah mewah untuk orang pintar dan kaya itu kan? Coba saja aku bisa bersekolah disitu” ujar Taeyong.

Sooyeon pun duduk di sebelah Taeyong, ia memegang tangan Taeyong dan menatap matanya. Sikap eommanya ini membuat Taeyong heran.

“eomma, eomma kenapa?” tanya Taeyong heran.

“Taeyongie, maafkan eomma... andai eomma bisa bekerja lebih keras... eomma pasti bisa menyekolahkanmu di sekolah itu... andai eomma tidak bodoh...” ekspresi wajah Sooyeon mendadak sedih.

“eomma... jangan bicara begitu... eomma tidak bodoh. Buktinya eomma bisa menjadi guru kan?” ujar Taeyong menghibur eommanya.

“Aku juga senang bersekolah di sekolahku yang sekarang hehehe. Aku bisa bertemu dengan Doyoung” ujar Taeyong.

“Taeyong... kau ingat dulu kau sering bertanya tentang... tentang appamu?” tanya Sooyeon tiba-tiba.

“tentu saja aku ingat. Bukankah appa sudah meninggal?”

“Mianhae... sebenarnya eomma berbohong. Appamu masih hidup, kami hanya bercerai” Sooyeon menatap mata Taeyong intens.

Untuk beberapa detik sesaat, Sooyeon kesulitan menerka reaksi Taeyong. Wajah Taeyong begitu datar tidak ada ekspresi apapun. Bahkan ia menghentikan kegiatan makannya.

“eomma... kenapa... kenapa eomma baru bilang sekarang? Kenapa dulu eomma berbohong?” suara Taeyong bergetar.

“eomma sakit hati pada appamu saat itu dan sekaligus malu pada appamu... kami pun saling menghindar...” jawab Sooyeon.

Perasaan Taeyong campur aduk mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Ia merasakan rasa kecewa dengan eommanya yang selama ini berbohong, maupun appanya yang tidak pernah menemuinya.

Semua ini membuat nafsu makan Taeyong hilang. Ia pun memutuskan berberes-beres dan pergi ke kamar, meninggalkan eommanya sendirian di ruang makan.

. . .

Keesokan paginya, Taeyong bangun dari ranjang dengan susah payah. Rasanya berat sekali meninggalkan tempat tidur setelah semalam ia mengalami insomnia dan baru tidur tiga jam yang lalu.

Taeyong telah kehilangan moodnya untuk ke sekolah, juga mengikuti pertandingan basket di sekolahnya. Namun Taeyong tidak ingin mengecewakan teman se-timnya. Taeyong pun bersiap-siap pergi ke sekolah.

Hari ini Taeyong pergi ke sekolah bersama eommanya. Tidak seperti biasanya, kali ini eommanya tidak berbicara sedikitpun. Suasana antara Taeyong dan eommanya masih canggung karena peristiwa kemarin.

Taeyong sejujurnya tidak tahan dengan situasi ini, namun ia bingung bagaimana ia mengajak eommanya berbicara, setidaknya percakapan ringan. Bahkan Taeyong bingung bagaimana ia minta maaf dengan eommanya itu.

“eomma, mianhae aku sudah kurang ajar pada eomma semalam...” Taeyong memberanikan diri bicara.

“tidak Taeyong, harusnya eomma yang minta maaf. Eomma yang salah... mianhae...” ujar Sooyeon.

“kita lupakan masalah semalam... eomma mau kan nanti menonton pertandinganku?” tanya Taeyong.

“tentu saja... kau juga lupakan masalah semalam agar kau tetap fokus. Arrachi?” tanya Sooyeon.
.
.
TBC
.
.
Maafin author yg telat update dan sekalinya update malah pendek karena beberapa hari lalu author abis uas.
Dan kemarin author lagi ga mood karena masih sedih sama kasus Kim Jonghyun 😢
.
.
Update next part as soon as possible. And I still need your vote and comment.
.
dont be a silent reader please 😊😊

I'm Sorry I'm too IntrovertWhere stories live. Discover now