19. Setenang Air

2.2K 293 37
                                    

Wajah Jungkook yang setenang air itu membuat Taehyung takut. Ia tidak menyukainya, terutama pada benda-benda yang melilit tubuh pria itu. Satu selang infus, satu selang oksigen, dan satu kabel kardiograf yang menempel di dadanya.

Wajah Jungkook terlalu tenang dan dadanya naik turun dengan sangat lemah. Taehyung terus memegangi jemari tangan Jungkook tanpa berniat melepasnya. Sedingin apapun jemari itu, selelah apapun ia menunggu pergerakan kecil yang terjadi disana.

“Kenapa kau terluka, Jungkook?” Lirih Taehyung sembari mengelus jemari Jungkook dengan ibu jarinya. “Lupakah kau? Jika dirimu terluka, maka aku juga sama.”

Jika biasanya ia melihat Jungkook dengan senyum kelincinya atau mendengar suara tawanya yang seperti anak kecil. Kali ini, yang Taehyung bisa lihat hanyalah wajah setenang airnya dengan plester di tulang pipi atas, pelipis, dan di sudut bibir kirinya.

Taehyung serasa ingin menangis. Ia mengingat dibalik baju rumah sakit yang Jungkook kenakan, bagian perutnya diperban akibat tulang rusuknya patah. Dokter mengatakan pemulihan tulangnya paling cepat dua bulan. Buruknya, mungkin butuh dua tahun untuk kembali sekuat sedia kala.

“Kenapa Suga-hyung sampai melukaimu begini, Jungkook?”

Pertanyaan tersebut mengambang bersamaan dengan suara pintu yang dibuka kasar. Seorang pria berusia 40-an masuk sementara dua penjaganya berdiri di pintu. Taehyung baru saja ingin bergeser, namun tangan besar dan kekar itu justru menyeretnya. Tubuhnya tertarik lalu terdorong ke lantai akibat kekuatan yang tidak main-main.

“Mungkinkah Anda--“

“Tinggalkan ruangan ini.” Ucapnya dingin. “Dan tinggalkan anakku.”

“Jadi, Anda memang tuan Jeon.”

“Pergilah. Manusia sepertimu seharusnya tahu dimana kau sepantasnya berada.”

“Aku—“

Mata itu sama tajamnya dengan milik Jungkook. Sama besarnya, sama hitamnya. Sayangnya, tidak sama hangatnya. Hanya dari tatapan itu saja Taehyung tahu bahwa ayah Jungkook bukan orang yang lembut dan sabar.

“Jika sesuatu terjadi pada anakku, aku akan melakukan hal yang sama kejamnya padamu.”

***

Taehyung menundukkan kepala saat keluar dari kamar inap Jungkook. Hatinya berat—berteriak memintanya kembali dan terus berada di sisi Jungkook. Namun, Taehyung tahu ia tak bisa. Ayah dari tunangannya tak menginginkan keberadaannya.

Park Jimin, yang melihat dari kejauhan, akhirnya melangkah mendekati sosok sendu itu. Menarik lengannya ke taman rumah sakit dan mengajaknya duduk di salah satu bangku. Matahari di Seoul belum terik pagi itu dan bau embun masih tercium dengan jelas.

“Apapun yang Tuan Jeon katakan padamu, jangan dimasukkan ke hati.”

“Bagaimana aku bisa melakukannya?”

Jimin juga tidak tahu bagaimana caranya. Ucapan pria berkuasa itu memang selalu menohok hati, termasuk pada anaknya sendiri. Maka dari itu Jimin menjawabnya dengan menepuk-nepuk bahu Taehyung.

“Jungkook itu pria yang kuat, kau juga harus menjadi kuat untuknya, oke?”

“Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya, Jimin. Ia tiba-tiba datang padaku dengan keadaan terluka parah. Aku takut, Jimin. Aku takut kehilangannya.”

Jimin sangat mengerti bagaimana perasaan Taehyung. Saat ia mendengar kabar darinya bahwa Jungkook terluka, Jimin pun langsung bergegas ke rumah sakit. Karena ia sama takutnya dengan Taehyung. Ia juga tak ingin kehilangan Jungkook—sahabat yang selalu berbagi nasib dengannya.

Pria berambut pirang itu berusaha mengalihkan kekhawatiran Taehyung. “Aku dan Jin-hyung bertemu Jungkook saat kami sedang balapan di tahun 2015 lalu. Saat itu Jungkook berusia 17 tahun dan mengendarai sebuah motor besar.”

Taehyung memandangi Jimin. Ia cukup penasaran dengan bagaimana kehidupan Jungkook di masa lalu. Ia ingin tahu apapun tentang Jungkook. Tentang semua hal yang entah secara sengaja atau tidak disembunyikannya. Taehyung ingin tahu karena ia tak ingin salah paham lagi.

“Motor itu hadiah ulang tahunnya yang ke tujuh belas—tahun dimana orang tuanya bercerai. Ia begitu frustasi dan aku kasihan melihatnya. Jadi aku sok akrab dan mengatakan bahwa dia berpotensi untuk balapan di Seoul.

“Ia menyanggupi dan hasilnya cukup bagus. Di putaran pertama ia kalah, namun ia menempati posisi ketiga di putaran terakhir. Itu rekor pertama dimana bocah ilegal berhasil menduduki posisi 3 besar. Setelah itu, kami bertiga menjadi teman.

“Namun, di penghujung tahun itu, Jungkook tidak sanggup lagi membayar sewa rumahnya. Jadi, aku mengajaknya untuk tinggal bersama. Aku tidak menyuruhnya membayar, tapi ia bersikeras. Setiap memenangkan pertandingan, ia memberikanku hampir separuhnya.”

“Apa kau tahu kenapa orang tua Jungkook bercerai?”

“Ayahnya gila martabat dan pekerjaan, sementara ibunya yang artis itu sudah tidak tahan dan berselingkuh.”

“Itu pasti berat untuk Jungkook.”

Taehyung jadi teringat sosok Jihoon. Jungkook memang pria yang baik, ia bisa dengan mudahnya menerima adik tirinya dan menjadi kakak yang baik untuknya. Kenapa kehidupan yang tidak baik seringkali dijalani oleh manusia yang baik? Pikir Taehyung.

“Sebenarnya, beberapa bulan lalu Jungkook melawan ayahnya.” Ucap Jimin. “Ia melakukannya untukmu, Tae.”

Mata Taehyung membulat saat mendengarnya. Sumpah, ia tidak tahu hal itu sama sekali. Jungkook tak pernah memberitahunya tentang itu.

“Apa yang terjadi, Jimin?!”

“Jungkook kalah, Tae, dan dia menangis. Dia menangis hanya karena dia berpikir akan kehilanganmu.”

Jimin pun menceritakan kejadian dimana Tuan Jeon dan Jungkook bertanding di ring. Lengkap dengan cerita ancaman yang diberikan Tuan Jeon pada Jungkook saat mereka bertanding. Lalu, berlanjut ke kejadian dimana Tuan Jeon membebaskan dirinya dan Jungkook saat ditangkap oleh polisi Manoban.

Dari situ Taehyung sadar bahwa selama ini Jungkook terluka untuk bisa bersamanya. Meski begitu, Jungkook masih tetap mempertahankannya sementara dirinya justru menyuruh pria itu melepaskannya. Semudah itu. Jungkook berusaha sekuat tenaga menjaganya, tapi apa yang Taehyung lakukan?

“Jadi, kenapa kau masih meragukan Jungkook, Tae?”

“Aku tidak meragukannya. Hanya saja—“

“Kau meragukannya.” Jimin tersenyum sedih.

Taehyung buru-buru menggeleng. “Bukan begitu, Jimin. Hanya saja aku tidak mengerti.”

“Apa yang tidak kau mengerti?”

“Ada hubungan apa Jungkook dengan gadis bernama Eunha itu? Kenapa mereka melakukan pertunangan secara publik tanpa memberitahuku dulu?”

Jimin melihat air wajah Taehyung semakin sendu saat pertanyaan terakhir meluncur dari bibirnya. “Dan... Kenapa Jungkook selalu menyimpan deritanya sendiri, Jimin? Bukankah aku bagian dari dirinya juga? Lalu kenapa, kenapa dia menyimpan semua lukanya sendirian?”

***

Udah lama ga up... Aku kangen buku ini :')

Definisi Jeon Jungkook || KookV (RECONSTRUCTION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang