23 - Jodoh yang Sesungguhnya

12.5K 1.7K 384
                                    

“Apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (Q.S. An- Nahl : 61)

❤❤❤

Gedung FISIP tampak ramai karena di depan gedung fakultas, program studi Ilmu Pemerintahan sedang menggelar bazar sebagai rangkaian acara dies natalis mereka.

Bersamaan dengan itu, hari ini Juli akan sidang dan Kiya pun mengajak Gina untuk membantunya memberikan perayaan kecil. Kiya membawa sebuket bunga dan selempang kelulusan dengan bordir yang bertuliskan, Julian Kenneth Rojali, S.IP.

"Makasih ya, Na." Kiya tersenyum kecil sambil menyambut buket bunga dari Gina yang tadi menolongnya memegangi bunga itu karena harus mengikat rambut. Cuaca hari ini begitu panas dan membuatnya sangat gerah. "Ah iya, Pilip sama Dion mana sih? Katanya mau nyusul, lama banget nggak ada kelihatan batang hidungnya."

"Macet kali, Ya," jawab Gina sekenanya. Dia merasa gugup jika harus bertemu Dion.

Tiba-tiba, sebuah taksi tiba di depan mereka berdua dan jantung Gina lantas berdebar tak karuan melihat Dion yang turun dari taksi itu. Terlebih ketika Dion berjalan lurus ke arahnya dan Kiya.

“Kalian harus ikut gue,” ujar Dion saat tiba di depan mereka. Suaranya terdengar serak.

“Lho, Juli-nya mana?” sahut Kiya merasa heran melihat Dion yang begitu serius. "Pilip juga mana?"

“Ini gue disuruh Juli. Dia udah nunggu, Ya.”

Sambil masuk ke dalam taksi, Kiya menyerang Dion dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai keberadaan Juli. Kenapa Dion yang datang? Bukannya dia sudah menghubungi Juli akan menunggu di sini?

Meski banyak tanya yang bergelayut dalam pikirannya, Gina tak mencoba ikut bertanya. Gadis itu hanya fokus untuk menenangkan Kiya. Dion duduk di samping pengemudi dan Gina bersama Kiya berada di jok belakang.

Pada spion mobil di atas dashboard, mata Dion bergerak melirik Gina yang juga sedang menatapnya penuh tanya. Seperti memberi suatu isyarat. Sesuatu yang membuat Gina merasa risau menyadari kedua bola mata Dion yang teramat merah. Perasaan Gina kian gelisah ketika taksi yang membawa mereka memasuki sebuah rumah sakit ternama.

“Yon, ngapain ke sini? Juli di mana?” tanya Kiya bingung. Wajah Kiya pucat saat dugaan-dugaan mengerikan membayangi batinnya.

Terasa begitu menyakitkan ketika spekulasi buruknya benar-benar terjadi. Bunga yang ada dalam genggaman Kiya kontan terjatuh dan kelopaknya yang rapuh menghambur menerpa lantai.

Lutut Kiya lemas melihat Enyak Juli menangis hebat di pelukan Babeh yang tampak amat kacau di depan ICU. Juga Pilip yang berapa kali mengusap wajah dengan gusar. Mata sipit cowok itu bahkan terlihat bengkak.

“Ini ... ini kenapa, sih? Juli ... Juli di mana?” tanya Kiya dengan terbata-bata.

“Kiya ....” Mrs. Aleida langsung berlari memeluk Kiya dan menangis sesenggukan. “Julian ....”

Tragis memang, di perjalanannya menuju kampus, hari di mana Juli akan melaksanakan sidang uji skripsi yang telah ia kerjakan siang dan malam, cowok itu terlibat kecelakaan dengan bus yang melaju kencang.

Dari kemarin, Juli memang memilih untuk menginap di kediaman orang tuanya. Juli bilang, akan lebih baik ia bersama orang tuanya sebelum menjalani sidang skripsi itu. Dengan harapan atas segenap doa orang tuanya, segala sesuatunya dapat berjalan dengan lancar. Lagipula rumah Juli sebenarnya hanya terhitung satu setengah jam dari kampus. Juli memilih untuk tinggal di indekos karena merasa lelah harus pulang pergi.

Halal Zone (SEQUEL FANGIRL ENEMY) [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang