Chapter 11. Unpopularity

20 2 0
                                    

Bayu perlahan memegang gagang pintu ruangan Lula. Setelah pergi ke kantin kurang lebih setengah jam, ia langsung pergi ke ruang rawat Lula. Melati no. 410, itulah tulisan plang nama yang tergantung di atas pintu ruangan Lula. Aroma bau obat - obatan langsung terhirup di batang hidung milik Bayu. Ia begitu tegang saat melihat kondisi Lula yang tangan kiri miliknya ditusuk beberapa jarum infus dan selang oksigen yang dipasang di hidungnya. Bayu mengambil alih duduk di kursi sebelah brankar Lula. Perlahan Bayu memegang erat tangan kanan Lula dan menggenggamnya. 

"Maafin aku." Hening. Tidak ada yang bersuara selain suara AC dan suara samar dari luar ruang rawat Lula. 

Sungguh, Bayu benar - benar menyesal dengan apa yang terjadi. Jika saja mereka tidak bertengkar dan Lula tidak pulang dengan keadaan emosi, kecelakaan ini takkan terjadi. Bayu memang sudah tidak mempunyai perasaan terhadap Lula, tetapi rasa peduli seorang teman masih Bayu miliki, walaupun Lula tidak bisa menerima kenyataan jika Bayu tidak sama seperti dulu lagi. 

"Aku tau ini salahku. Seharusnya aku gak biarin kamu pergi sendirian, aku juga seharusnya menghindar dari pertengkaran kecil kita tadi. Maafin aku, yaa. Oh iyaa, anak - anak kelas banyak yang nyari kamu, mungkin semua anak angkatan kita. Jadi, aku mohon kamu cepetan sadar." Bayu masih menggenggam erat tangan Lula yang masih begitu lemah. Lula masih setia menutup rapat matanya.

Bayu merasa posisinya serba salah sekarang. Di satu sisi, ia masih punya rasa peduli pada Lula. Bukan, bukan rasa sayang seperti dulu. Namun, di sisi lain ia punya rasa suka pada Sefha. Ia juga tidak mau mendiamkan Sefha seperti ini. Bayu sampai sekarang belum memberi kabar apapun pada Sefha. Bahkan, Bayu tahu tanpa ia memberi kabar apapun, Sefha pasti sudah mengetahuinya. Ia takut jika Sefha akan menghindarinya setelah ini.

"Aku pergi dulu. Inget sama pesanku, kamu harus cepetan sadar dan jangan terus - terusan tidur kayak gini. Aku pamit dulu, yaa." Genggaman tangan itu pun terlepas dan Bayu beranjak dari kursinya. Ia pun berjalan menuju pintu dan gagang pintu tersebut berputar seperti ada yang membukanya dari luar. Setelah itu, pintu terbuka dan memperlihatkan Mama Lula yang tersenyum padanya. Bayu pun membalas senyuman itu lalu menyalami tangan Mama Lula.

"Bayu ada disini? Kok gak bilang sama tante? Nanti tante bisa bawain makanan dari kantin, kan. Terus sekarang kamu mau pergi kemana?" 

"Ga usah repot - repot, Tante. Aku baru aja mau pulang, tadi juga aku udah agak lama disini. Aku kira tante lagi di kantor. Aku gatau kalau ada tante disini."

"Bayu, tante mau minta tolong sama kamu. Boleh?" Bayu pun menanggapi itu dengan tersenyum lalu mengangguk.

"Nanti malam bisa gak kamu temenin Lula? Soalnya tante sama om masih banyak urusan pekerjaan. Ini aja tante mau balik ke kantor soalnya masih ada meeting sama klien. Kamu pasti bisa, kan?" Bayu diam tak berkutik. Ia benar - benar bingung. Seketika Mama Lula menarik kesimpulan dengan sendirinya.

"Tanda diam kamu, tante anggap sebagai iya. Nanti malam, kamu kesini yaa. Yaudah, kamu sekarang pulang dulu biar bisa istirahat. Nanti tante bilang sama mama kamu, dia pasti kasih izin buat kamu nemenin Lula. Tante masuk dulu yaa, mau liat kondisi Lula." Mama Lula pun tersenyum lalu pergi meninggalkan Bayu yang mematung di depan pintu. 

Bayu berniat untuk menjawab tidak bisa, tapi Mama Lula buru - buru menarik kesimpulan seperti itu. Dan sepertinya, Bayu menurut saja kali ini.

-----

Setelah bel pulang berbunyi, Sefha segera merapikan buku - buku dan barang lainnya ke dalam tas miliknya. Ia benar - benar tidak ikut ulangan hari ini dan fatalnya, ia dimarahi habis - habisan oleh Pak Firman dan dianggap tidak masuk pelajarannya hari ini. Tapi, Sefha tidak peduli dengan hal itu, yang ia pikirkan sekarang dimana Bayu? Kenapa Bayu tidak sekolah hari ini? Meela yang sudah selesai membereskan barangnya segera menyampirkan tasnya.

UnpopularityOnde as histórias ganham vida. Descobre agora