21

14.2K 1.2K 12
                                    

Senna mengekori Lutfi sampai ke ruangan pria itu. Dia ingin memastikan sekali lagi ucapan Lutfi kepada dirinya. "Pak Lutfi, jadi ini saya beneran boleh pulang lebih cepet? Bapak gak bercanda, kan?"

Lutfi yang sudah jengah kemudian menganggukkan kepala. Sekertarisnya ini tadi minta izin pulang lebih cepat karena ada urusan keluarga. Karena buat dirinya itu keluarga nomor satu, maka dia memberikan izin. Lagi pula Senna juga jarang meminta jatah pulang cepat begini.

"Pak, serius ini?"

"Ngomong lagi saya gak kasih pulang loh ya, Sen..." ancam Lutfi dan membuat Senna merapatkan bibirnya, "Kata kamu kan rumah kamu yang sekarang jauh. Ya, udah sana pulang cepetan..."

"Iya, Pak. Makasih ya, Pak..." Senna membungkukan badannya beberapa kali kemudian secepat kilat keluar dari ruangan atasannya itu. Dia memilih mengambil tas kecilnya dan jaket di dalam laci yang dia simpan.

Perempuan itu berjalan menuju salah satu lift terdekat di sana. Begitu dia masuk ke dalam sana, Senna sudah menduga kalau Sean akan menariknya karena mereka hanya berdua di dalam lift yang cukup besar itu.

"Aduh, Senna..." Sean mencium bibir perempuan itu dengan rakus kemudian menggeram setelah berusaha melepaskan bibir Senna walaupun tidak rela. "Kata Ares kemaren lo ketemu dia..."

Senna menyisir rambut Sean menggunakan jemarinya sambil menikmati cumbuan Sean di tulang selangkanya. "Hm..." dia memejamkan mata menikmati bibir Sean yang beberapa hari ini tidak ditemukannya, "Anak lo jauh banget sih mainnya..."

"Lagi ke rumah temennya..." Sean melepaskan Senna dan merapikan pakaiannya yang kusut. Perempuan itu juga melakukan hal yang sama dan memberikannya tisu untuk menghilangkan bekas lipstik di bibirnya. "Kapan kelarnya sih? Gue kan mau menikmati hasil tanam saham gue..."

Senna mencebik. Selalu saja ada alasan Sean untuk menikmati tubuhnya. "Dua hari lagi. Masa gue habis syukuran kabur dari rumah? Kan gak logis..."

"Bener juga..." Sean mengangguk setuju. "Kenapa dada lo makin gede? Gak hamil, kan?"

"Sembarangan!" Protes Senna sambil melayangkan pukulan kejamnya kepada Sean. "Kalo hamil kenapa emang?"

"Ya, ampun jangan Sen..." Sean menggelengkan kepalanya tidak setuju, "Gue gak suka Milf..."

Senna melotot. Gila ini laki-laki.

"Gue juga gak mau nambahin anak hasil di luar menikah. Cukup dua aja, kelakuannya kayak setan soalnya..."

Pintu lift terbuka. Beberapa orang masuk dan membuat Senna juga Sean terpaksa menghentikan obrolan mereka. Mau tidak mau, Sean mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu untuk Senna.

Ananda Seanno: Pantat lo makin isi ya
Ananda Seanno: Jadi gemes

Senna Azalia: Sering lo remesin gimana gak makin isi

Ananda Seanno: Yang atas juga

Senna Azalia: Diem deh

Ananda Seanno: I miss your lips suddenly

Senna Azalia: Kan tadi udah

Ananda Seanno: Yang bawah belom

Senna Azalia: Gak mau, cukup sekali aja gue keselek

Ananda Seanno: Padahal gue gak pernah protes tuh
Ananda Seanno: Youre gonna miss my tongue wraping yours

Sialan. Senna menelan ludah dan memberikan tatapan nyalang kepada Sean. Hanya karena pesan terakhir Sean kepada dirinya dan pria itu yang sudah membuat tanda peace di depan mulutnya lalu mengeluarkan lidahnya memberikan sinyal sialan yang membuat Senna panas dingin.

Senna Azalia: NOT NOW SEAN

...

Terimakasih kepada Sean karena semalam Senna mengalami mimpi basah hanya karena memimpikan Sean sedang menikmati tubuhnya.

Untung saja Senna tidak memuaskan dirinya sendiri di kamar mandi mengingat betapa dia merindukan Sean dan sentuhan pria itu. Dia harus segera menemui Sean dan menghilangkan haus belaian ini segera.

Mama yang mendapati anaknya sudah keramas di pagi hari libur hanya bisa menatap dengan bingung. Sedangkan Papa bersyukur akhirnya Senna bisa bangun pagi dan tidak dalam keadaan ileran.

"Kayaknya aku balik ke kosan, Pah... Ma..." Senna menggigiti bibirnya dengan tidak tenang, "Aku balik siang ini aja..."

"Terserah..." Mamanya menjawab dengan tidak menatap wajah Senna. Wanita itu masih sangat marah sepertinya.

Papa Senna berdehem, menyadari kalau anak dan istrinya masih saja perang dingin dan tapi masih sangat peduli satu sama lain. Lihat saja istrinya sudah menyiapkan beberapa kotak berisi makanan ketika mendengar anaknya akan kembali ke kos. "Diantar siapa? Sendiri? Sama Sandy aja..."

"Iya..." Senna melirik takut-takut ke Mamanya. Wanita yang melahirkannya tampak sibuk tidak mau memperhatikannya

"Senna..." Panggil Papa dan membuat Senna mengikuti beliau menuju teras depan. Setelah mereka berada cukup jauh dari area pendengaran Mama, Papanya mulai bicara kepadanya, "Mama memang begitu. Papa tau Mama kecewa kamu gak mau tinggal lagi sama kami..."

Senna mengerutkan keningnya. Bukan begitu. Papanya salah tanggap.

"Mungkin kamu malu sama kami, Papa tidak apa-apa..."

"Papa..." Senna beralih memeluk tubuh Papanya. "Kok gitu ngomongnya?"

Beliau membelai rambut putrinya dengan sayang. "Mama sama Papa itu sayang sama Senna. Walaupun sekarang kami nyusahin, bikin Senna cari uang yang banyak dan buat biaya kami. Walaupun Mama marah, tapi Mama masih sayang sama Senna. Lihat tuh, sudah sibuk bungkusin bekel buat Senna..." Papanya terkekeh, "Gengsinya selangit mirip adik kamu..."

Senna memeluk erat tubuh Papanya. Dia sudah mengeluarkan air mata sejak tadi. Mungkin kalau Papanya tahu alasan Mamanya marah, Senna tidak bisa membayangkan betapa menyakitkannya itu untuk Papa. "Papa jangan marah sama Senna juga, ya..."

"Anak Papa udah dewasa ya, masa dimarahin..."

IFMJIYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora