Rendezvous[III]

184 24 5
                                    

Break melepaskan tebasannya di atas ubin gua yang lembab. Tangannya yang terlilit rantai bekas kekuatan khususnya perlahan menghilang.

"Sial, mana-ku mulai habis." Break menghilangkan kekuatan sihirnya dan mulai menyerang monster berbentuk kalajengking dengan serangan biasa bertubi-tubi.

"Ah, aku ingat!" Rattle menarik pelatuk senapan di tangannya. Pandangannya fokus ke arah sasaran dengan gaya tiarap di tanah.

"Asfelnoire hugisbiyara vanasadrhapurisa mebzxiopalk sherotto aliacanzharujikana...." Rattle mengambil ancang-ancang "SHOOOT!!!!!!!"

Dari pistol Rattle laser cahaya beruntun bermunculan dalam sekali tembak. Monster dengan tinggi 3 meter itu mengeram berteriak.

"Apa-apaan mantra panjang itu..." Peina menatap dengan tak percaya.

"He-hebat." ujar Rahsya terhenti oleh sinar-sinar yang melewati pinggangnya secara cepat.

Aku menepuk bahu Rattle. "Kekuatanmu benar-benar merepotkan ya."

"Hehehe, itulah kenapa aku sering lupa."

"Tetap saja itu bukan alasan yang bagus." komentar Break menghancurkan suasana, Break berlalu pergi sebelum akhirnya berhenti karena mendengar suara berisik dari belakang.

Tanpa komando kami bersiaga, bukan hal aneh lagi jika orang-orang dari aliansi player killer memburu kami.

"Tunggu dulu. Aku kenal cara berjalan ini." Rahsya dengan cekatan berlari lebih dulu menuju ke arah suara kemudian disusul kami.

"Seperti yang kuduga. Seiz dan Flora."

Kulihat seorang lelaki dengan rambut merahnya yang hampir sama sepertiku, bedanya rambut lelaki itu lurus dan tidak acak-acakan. Sementara ada seorang gadis dengan rambut sependek Peina berwarna cokelat kemerahan.

Orang yang dipanggil Seiz mendekatiku sambil menatap dari atas sampai ke bawah. "Sekarang aku mengerti kenapa Rahsya tiba-tiba saja membahas soal warna rambut."

"Kau benar-benar sama dengan kloninganmu." gadis dengan nama Flora itu bergumam sejenak berpikir. "Tidak kusangka kakak berhasil sejauh itu."

"Kakak?" Rahsya menatap heran meminta penjelasan. Begitu juga dengan aku, Break, dan Peina. Aku tidak akan memasukan Rattle karena sepertinya dia lebih tertarik dengan bekas peluru dari pistolnya di dinding gua.

"Dia Flora, adik kandungnya Merida Andrinof."

"Ah, pelaku utama kenapa Merida menjadi gila." celetukku yang ditatap dingin oleh Flora dan yang lainnya(sekali lagi kecualikan Rattle). "Kenapa? Itu kenyataan kan?"

"Setidaknya katakan dengan halus." Break menghela nafasnya.

"Orang sedingin dirimu tidak pantas bicara." ujar Peina dengan tajam.

Break berdiri dan menatap Peina yang lebih pendek darinya. "Seorang pembunuh yang tidak punya perasaan juga tidak berhak mengatakan itu."

"Kalian berdua tidak pantas kok." kekehku menjauhkan keduanya. Tidak baik jika mereka bertempur disini, karena tatapan dari Flora terasa aneh tiap kali dia melihatku. Seolah keberadaannya berbahaya untukku dan Break.

"Apa yang dilakukan seorang player killer disini tanpa pita merah di lengannya?"

"Dia keluar aliansi." singkat Rahsya tidak seperti biasanya.

"Aku tidak bertanya padamu!"

"Memangnya siapa juga yang bicara denganmu!?" elak Rahsya.

"Dasar Putri manja!"

Altarnia Kingdom [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang