Sky Tower - Part 2

338 36 4
                                    

-Ini tentang mimpi, yang tidak pernah kita capai. Karena kita, terlalu takut untuk mewujudkannya.-

Desember, 24

Perayaan Natal di sekitar kota sangat meriah. Orang-orang berlalu lalang dengan syal yang melingkari lehernya. Juga sepasang sarung tangan hangat memeluk telapak tangan mereka.

Di sepasang ruko kembar, seorang gadis cilik terduduk dengan senyuman menyeringai. Leher dan tangannya tidak dibalut apapun. Bahkan pakaiannya hanya setinggi lutut dan tipis. Tak mengindahkan suasana dingin yang menusuk tulang.

Beberapa orang sempat mengiranya peminta-minta. Tapi ragu, karena melihat gadis itu sangat cantik dengan bandana merah jambu menghiasi rambut halusnya. Jadi mereka hanya memberikan permen sebagai hadiah Natal kali ini. Tapi, bukannya berterimakasih, gadis cilik itu justru mengucapkan kata-kata kasar yang tidak pantas di dengar.

Seorang anak laki-laki mendekati gadis itu. Dari pakaiannya, bisa terlihat kalau dia adalah orang kaya. "Apa kamu kehilangan Mamamu juga?" tanyanya ikut berdiri di samping gadis cilik itu.

"Tidak." jawab gadis berbandana itu dengan singkat. Gadis itu menjauh sedikit dari anak laki-laki disampingnya. Tapi dengan ngeyel, anak itu terus mendekatinya.

"Namaku Noir. Kalau kamu?"

Noir..., gumam gadis cilik itu.

"Milly." jawabnya lagi dengan singkat.

Noir menyibakkan syal yang terlilit di lehernya. Syal berwarna biru tua itu diarahkan ke arah Milly dengan senyumnya yang cerah, "Cuaca sangat dingin, Milly. Ambilah." paksanya tidak ingin ditolak.

Milly yang awalnya enggan, akhirnya menyerah juga. Dibantu Noir, Milly memakai syal itu dilehernya. Hasilnya, rasa hangat memeluknya di bagian leher. "Hangat, 'kan?" komentar Noir yang hanya mendapatkan anggukan dari Milly. Noir beberapa saat diam memandang orang-orang yang berlalu lalang. Sama seperti yang dilakukan Milly beberapa waktu yang lalu.

Dalam suasana hening itu, Milly kembali mendengar suara lagu jingles bell yang disetel sepanjang jalan. Lampu pernak-pernik juga menemani malam detik-detik akan Natal ini.

"Aku benci Natal." lirih Noir memilih duduk untuk melepaskan kepenatannya. "Setiap Natal, aku selalu saja jadi anak hilang. Padahal aku sudah genap delapan tahun." gerutunya sambil memeluk lututnya. "Salah siapa aku buta arah!" lanjutnya dengan wajah yang membuat gemas.

Milly menenggelamkan mulutnya ke dalam syal. Menahan tawanya yang sudah sedari tadi dibungkamnya.

"Ka-Kau tertawa ya!?" bentak Noir menunjuk Milly.

"Maaf... Pft."

"Ja-jangan tertawa!" protes Noir. Milly menghentikan tawanya dengan paksa.

"Kau selalu 'hilang' sungguhkah? Bahkan di kota sekecil ini." cibir Milly dengan tatapan mengejek. "Aku bahkan hanya berada disini beberapa bulan. Dan lihat, aku bisa jalan-jalan sendiri."

"He-Hebat... Suatu hari nanti, kamu pasti menjadi seorang tour guide yang terkenal. Alicia bilang, aku memerlukannya kalau ingin berkeliling ke luar negeri. Orang-orang sejenismu."

Altarnia Kingdom [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang