Puncak Yang Pilu

14.4K 362 13
                                    

**
Author POV
2 jam lebih kira-kira perjalanan yang di tempuh tania sekeluarga untuk menuju puncak, daerah yang sedikit rawan bagi anak muda jaman sekarang. Apalagi anak perempuan yang membutuhkan pengawasan ekstra dari orang tuanya.

Ditambah lagi maraknya laki-laki hidung belang yang mangkal dipinggir pinggir warung disepanjang jalan menuju puncak. Juga lalu lalang pengendara bermotor bak seorang preman yang tak terkalahkan.

"Menyeramkan" batin tania, namun itu semua tak ada apa-apanya dibanding suramnya kehidupan tania dimasa lalu. "Sudah jatuh tertimpa tangga pula" mungkin itu sedikit gambaran peribahasa mengenai hati tania dimasa masa sulitnya dulu.

**
"Tiiitt... "
Bunyi klakson melengking tepat didepan rumah bercat ungu tua dengan perpaduan warna pink itu membuat seisi rumah bertanya-tanya.

"Suara mobil siapa han?"
Tanya nek ida di dapur yang sedang asyik dengan peralatan masak memasak bak koki direstoran terkenal yang sibuknya bukan main.
"Bentar nek, biar jihan lihat kedepan."
Ketika jihan membuka pintu rumahnya ia dikagetkan dengan gaya tania yang seolah tak bersalah ketika mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum,, ehh ada kak jihan." tania tersenyum lebar melihat sepupu yang ia anggap kakaknya sendiri itu terkejut tiba-tiba.
"Wa'alaikum salam, tania.. Om tante." jihan menyalami punggung tangan mereka berdua.

"Silahkan masuk om."
"kamu dirumah han, nggak kuliah?"
Tanya om ferdi pada jihan.
"nggak om, lagi libur semester sekitar 1 bulan sebelum skipsi. Sambil nyari nyari materi buat bahannya."

"Wahh bentar lagi ada yang mau wisuda nih, tania di undang nggak yaa.. "
Sindiran halus mendarat dari mulut manis tania. Seolah dia sudah biasa basa basi dengan kakaknya ini.
"Masih lama tan, kan skripsinya juga belom."
"Tapi kan.. " belum selesai tania melanjutkan bicaranya ternyata nenek yang merasa curiga dengan kegaduhan diruang tamu mencoba keluar dan menyapa anak juga cucu kesayanganya.

"Ternyata benar dugaan nenek, kalo rame gini pasti ada si manis tania disini."

"Nenek." spontan tania berlari kearah neneknya, mencium punggung tanganya kemudiam memeluk hangat neneknya seolah mereka sudah bertahun tahun tidak saling bertatap muka. Memang akhir-akhir ini tania jarang sekali berkunjung kerumah neneknya kecuali liburan semester. Entah karena masa silamnya dihabiskan dipuncak atau ada sebab lain yang membuat tania enggan ke puncak.

Udara dipuncak memang terbilang dingin namun jika dibandingkan dengan kutub utara masih belum ada apa-apanya.

"Ibu." giliran rosa dan ferdi yang menyalami nenek.
"Sehat bu?." tanya ferdi pada mertuanya itu.
"Alhamdulillah nak, ibu sehat sehat disini, kan ada jihan yang jagain ibu."

"Ah nenek bisa aja." jihan menimpali pembicaraan mereka seraya mereka semua tertawa bahagia seolah beban yang menghimpit dada tania seketika hilang bersama gelak tawa.

"Kak, keluar yuk ada yang mau tania ceritain ke kakak."

"Penting nggak?"

"Kak jihan, .. Ayolah ya ya yaa.. "
Tania memasang wajah melasnya dihadapan jihan, dengan cara seperti itulah tania mengambil simpatik dari kakaknya yang agak agak keras itu.

"Kamu ini."

Tidak sengaja bunda mendengar bisikan mereka berdua dan melontarkan pertanyaan yang membuat tania sedikit gugup untuk menjawab.

"Mau kemana sayang?"

"Emm ma-mau itu bun,.. " spontan tania menyenggol lengan jihan untuk meminta bantuan, entah mengapa tania selalu gugup jika berurusan cinta dengan bundanya. Ketakutan gadis itu membuatnya traoma sampai ia remaja. Seakan bunda tidak boleh tahu sedikitpun tentang cerita pahit yang dialaminya.

Cinta Di Sepertiga Malam (TAMAT/TERBIT NOVEL)Where stories live. Discover now