Part 1 (lanjutan). Gelisah

290 11 0
                                    

Dia memandangi wajah di kaca lebih lama. Cowok muda itu bernama Bima. Baru saja merayakan ulang tahun ke-14, dua bulan lalu. Tirus, putih, jangkung. Cewek-cewek Indonesia selalu berpikiran dia lebih dewasa dari usia biologisnya itu. Bima melirik cahaya luar dari balik gorden tebal menjuntai. Hari sudah terang, suasana masih lengang. Komplek rumah mewah, nuansa akhir pekan, seolah memisahkan seseorang dari dunia luar. Gorden itu, biasanya pembantu rumah tangga yang membukakan. Gemuruh di dadanya sudah mendingan. Belum ilang-ilang banget sih. Buru-buru mengambil ponsel, menekan nama seseorang.
Tuuut.... Tuutt... Tuut... Hingga nomor panggil itu menolaknya, ia bersikeras menghubungi orang yang sama. Orang itu sebenarnya tetangganya sendiri, Alex.
"Ya!" Suara berat menyahut di ruang sana. Bima menyuruhnya lekas-lekas, berangkat menuju agenda rutin mingguan mereka.
"Yaelah jangan pagi-pagi banget kale, bro!" sahut Alex di ujung sana.
"Kemana dulu, kek. Nyarap dulu, dimana gitu." Bima membuka jendela lebar-lebar, ingin rasanya menggedor Alex yang tak jauh dari lokasi kamarnya. Lunglai, Alex menyambut matahari. Mengacungkan jari tengah ke anak ingusan tetangganya itu. Umur mereka berjarak 4 tahun, tapi seperti saudara sebaya. Bima yang mendewasa. Alex yang jenaka. Musik menyatukan mereka. Kira-kira begitu asal mula persahabatan beda ras ini diprakarsai. Bibir Bima tidak tersenyum. Tidak membalas lelucon itu benar-benar.
"Kenapa lo, Bim? Tumben amat...." Mereka masih berbicara lewat telepon, meski sedekat itu. Bima menggeleng pelan ,menggigit bibirnya.
"Anyang-anyangan lo?" Alex tertawa membayangkan dirinya sendiri.
"Ampun dah!"
"Lagian.... Lo caper amat pagi-pagi"
"Udah deh, cepetan! Gua tunggu di mobil ya, Bang!"
Klik. Sambungan telepon berakhir. Bima lega, kedinamisan pagi segera dimulai. Semoga cukup ampuh membantu melupakan ingatannya akan mimpi-mimpi.
.
.
.
.
Nggak mungkin kan gue bilang terus terang. Nggak mungkinlah gue curhatin mimpi apa gue tadi malam. Dan nggak mungkin juga gue bilang, gue dikirimi mimpi, tanda dewasanya gue sekarang. Lebih nggak mungkin lagi, gue bilang ke elo apa adanya. Bahwa yang nyerang keperjakaan gue itu,...... sosok cowok tegap, dari belakang. []

The Sketch of BimAddictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang