16

1.6K 252 55
                                    

Persiapan selama satu bulanan itu akhirnya rampung juga. Hari H satu hari lagi akan tiba. Adrian memilih diam di rumah saja sambil guling-gulingan. Alya juga melakukan hal yang sama. Di rumah dia berkumpul dengan sanak saudara.

Malam harinya, kelima sahabat Adrian menginap di rumahnya. Berkumpul untuk terakhir kalinya dengan status lajang.

"Gak nyangka yah. Bang Adrian bentar lagi jadi suami," ujar Jefri yang sedang tiduran di sebelah Ryan.

Keenam pria ini tidur bersebelahan seperti pindang di atas kasur Adrian yang lumayan besar. Meskipun sempit, tapi mereka menikmatinya.

"Nyusul dong, Je. Sama siapa itu teh? Chaca??" balas Adrian.

"Iya, Bang. Hehehehe. Baru kenal banget. Dianya juga masih sibuk kerja."

"Doain aja dulu aku sama Lian. Dipepet susah banget. Dianya gak mau punya pacar guru Biologi," keluh Agus.

"Lian.. Lian.. Nama orang bagus-bagus Liana malah dipanggil Lian!!" Agus kena pukulan di kepalanya. Tersangkanya Rizky.

"Bang Rizky, Nyel, malem pertama ngapain aja waktu itu?" Sang calon pengantin ternyata penasaran juga. Mengalihkan pebicaraan tentang siapa yang akan menyusul selanjutnya.

"Gak bakalan langsung ke inti, Uni. Yang ada buka amplop, capek, tidur deh," jawab Rizky.

"Bener kata Bang Rizky. Jangan ngarep apa-apa dulu, Bang Uni." Perkataannya dibenarkan oleh Daniel.

"Ini kenapa jadi bahas malam pertama sih?? Tiga lagi masih gak jelas nih statusnya," kata Agus kesal.

"Hehehe. Maaf maaf deh. Didoain semoga lancar yee jodohnya." Adrian berakhir senyam senyum sendiri.

"Yang mau nikah bahagia banget," kata Ryan yang tidur di tengah.

"Bahagia, Ian. Cinta zaman SMA kesampaian juga."

"Adrian jahat nih. Masa naksir cewe gak bilang-bilang. Udah dari SMA pula. Sadis banget sama kita," ujar Agus.

"Gak mau ngasih dulu harapan palsu. Aku pengennya ngasih kepastian ke kalian." Dijawab Adrian agak dramatis.

"Hueeeek..." Semuanya muntah berjamaah.

"Ian, deket lagi sama Windy? Katanya kamu sama dia yang desain undangan," tanya Agus yang sedang kepo.

"Iya. Bukan deket lagi sih, tapi mulai deket dan baru deket."

"Bentar lagi nyusul Bang Adrian dong. Hehehe. Alhamdulillah temen aku satu persatu melepas titel jomblo." Daniel mengusap wajahnya tanda bersyukur.

"Tunggu aja. Gak tau jadinya sama dia atau malah sama orang lain." Ada beribu makna di balik perkataan Ryan dengan nada bicaranya yang dipaksa tegar.

"Pasti kamu dapetin yang terbaik, Ian," ujar Adrian yang tidur di sebelahnya.

"Fedi ikut sama Teh Hana, Bang?" Ryan mengalihkan pembicaraannya ke arah lain.

"Iyalah. Padahal tadinya mau aku ajak aja ke sini. Biar Hana gak susah. Tapi Fedi malah disuruh dibawa sama temen-temennya Hana. Jadinya sekarang nginepnya di rumah Alya."

"Yaah. Padahal kalo ada Fedi, rame nih di sini." Ryan menyayangkannya.

"Kalo ada Fedi, kita gak bisa tidur di sini, lur. Mau tidur di ruang tengah? Mending sekarang kita acak-acakin dulu kamar penganten. Siapa tau ketularan nikah," ujar Jefri.

"Udah sih tidur!! Besok kudu subuh berangkatnya!! Setia Budhi - Kopo teh jauh. Keburu macet, gawat!!" Adrian menepuk lengan temannya satu-satu.

Adrian mencoba untuk biasa saja. Tapi nyatanya tidak bisa. Ia terlihat cemas, resah dan gelisah menanti hari esok. Besok, dia akan mengambil alih tanggung jawab besar dari seorang ayah atas anak gadisnya.

[Re] If I Have a Husband ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang