Myungsoo juga memikirkan bagaimana cara ia membersihkan namanya, agar namanya kembali baik dan tidak dibenci satu sekolah lagi. Dan yang membuat Myungsoo frustasi adalah memikirkan reaksi Woohyun mendengar semuanya itu.

. . .

Myungsoo dan Woohyun duduk di lounge yang berada di pojok ruangan. Sesekali Woohyun menyesap kopi pesanannya yang baru datang lalu menghela puas.

“terima kasih ya Myungsoo. Apa kau ingin membicarakan hal yang penting sampai kita kesini? ” ujar Woohyun.

“tentu, ini hal penting. Sebelumnya aku mau minta maaf padamu” tanya Myungsoo.

“eoh? Minta maaf? Kenapa?” tanya Woohyun yang kebingungan.

“sebelumnya aku minta maaf aku tidak memberi tahu kamu sebelumnya... selama ini aku sakit” ujar Myungsoo.

“sakit? Kau sakit apa??” ujar Woohyun kaget.

“sebenarnya aku punya penyakit jantung” ujar Myungsoo perlahan.

Mata Woohyun terbelalak lebar, ia masih nampak kaget dengan perkataan Myungsoo barusan.

“aku tidak salah dengar?? Kau... kau...” ujar Woohyun.

“ne, maafkan aku... aku selama ini bohong padamu. Aku bukan bermaksud bohong, tapi aku tidak mau membuatmu khawatir, atau membuatmu malah menjauhi aku. Karena sekarang aku bukanlah Myungsoo yang dulu. Aku sudah bukan apa-apa sekarang” ujar Myungsoo.

“Myungsoo, kenapa kau bicara begitu? Aku tidak seperti yang kau pikirkan. Aku tidak berteman denganmu karena kau kaya dan populer. Aku berteman denganmu karena kau berbeda dengan kebanyakan siswa di sini”

“Mulai sekarang buang pikiran itu jauh-jauh. Aku akan tetap bersamamu, menjaga kondisimu supaya tetap baik. Aku janji” ujar Woohyun panjang lebar.

Tentunya jawaban Woohyun membuat Myungsoo tersentuh. Myungsoo kini menyesal mengapa dia tidak memberi tahu Woohyun lebih awal dan memilih menanggung beban beratnya sendirian dalam waktu lama.

Kini perasaan Myungsoo amat lega dan Myungsoo tidak perlu khawatir karena ia sudah jujur dengan Woohyun. Myungsoo sadar Woohyun adalah teman yang amat bisa diandalkan, dan tentu hatinya amat tulus.

“aku bahkan bingung mau bilang apa... aku hanya bisa bilang terima kasih banyak” ujar Myungsoo.

“hey, tidak apa. Kita kan teman” ujar Woohyun.

“dan aku mau cerita satu lagi... ini soal keluargaku. Ngomong-ngomong kau ingat Taeyong si anak tim basket Chungdam itu?” tanya Myungsoo.

“Taeyong?” tanya Woohyun.

Woohyun berpikir sejenak, “aha! Aku ingat. Yang datang bersamamu saat kami sedang bertengkar itu? Dan yang wajahnya mirip denganmu?” tanya Woohyun.

“iya... sebenarnya aku dan dia, kami adalah saudara kembar” ujar Myungsoo.

“mwo?? Kembar?” tanya Woohyun kaget.

“sebenarnya aku bahkan mengira kalian berdua bersaudara karena kalian mirip. Tapi entah kenapa aku kaget pada awalnya, mungkin karena kau baru mengatakannya sekarang. Tapi kenapa bisa dia jadi kembaranmu? Bukannya kamu anak tunggal?” tanya Woohyun heran.

“sabar, Woohyun, aku jawab satu-satu"

"Sebenarnya ceritanya panjang. Intinya, orang tuaku sudah bercerai sejak kecil dan mereka hidup terpisah. Selama ini aku tinggal dengan appaku sementara dia tinggal dengan eommaku. Sejak kecil aku tidak pernah bertemu eommaku dan Taeyong. Beberapa hari yang lalu, saat aku sakit, tiba-tiba mereka datang” Myungsoo menjelaskan latar belakang keluarganya.

“Awalnya aku bingung dan marah pada appaku... tapi biar bagaimanapun mereka adalah keluargaku. Aku harus menerima mereka. Aku kini menerima banyak kasih sayang dari keluargaku yang akhirnya lengkap” ujar Myungsoo.

“ah begitu. Sepertinya aku harus mengucapkan selamat karena kau punya keluarga baru sekarang” ujar Woohyun.

. . .

Sepulang sekolah Myungsoo berjalan menuju gedung olahraga dengan maksud menyampaikan pengunduran diri resminya kepada pelatih basketnya bersama teman-teman se-timnya itu. Bahkan Myungsoo masih ingat betul hari ini adalah hari latihan klub basketnya.

“sungsaengnim, aku akan mengundurkan diri” ujar Myungsoo pada pelatih.

“kau adalah pemain berbakat di sekolah, tapi kenapa kau mendadak mengundurkan diri?? Lalu bagaimana dengan posisi kapten tim ini?” tanya sang pelatih.

“berikan saja posisi kapten pada Lee Howon, dia memiliki kemampuan bagus dan berdedikasi tinggi dengan tim ini” ujar Myungsoo.

“baiklah... aku harus menghargai keputusanmu... bagaimanapun kau adalah salah satu anak basket terbaik di SMA ini. Aku bangga pernah menjadi pelatihmu” ujar sang pelatih.

Myungsoo kini duduk di tribun penonton sambil menonton latihan basket. Beberapa teman satu timnya yang mengetahui pengunduran diri Myungsoo pun mengerumuninya, mengobrol basa-basi, lalu mereka kembali melanjutkan latihan mereka.

Namun tidak dengan Howon yang sedari tadi seperti menghindari Myungsoo. Myungsoo tahu semuanya dari Woohyun bahwa ia telah menyebarkan gosip jahat itu.

“ya! Kim Myungsoo”

Myungsoo menoleh ke belakang dan mendapati Howon memandanginya dengan sinis.

“ada apa, Howon?” tanya Myungsoo.

“setelah menjadi pengkhianat lalu kau mengundurkan diri. Kau mau melarikan diri dari kekalahan tim kita, eoh? Kau pengecut!” ujar Howon.

“Lee Howon! Kau tidak mengerti keadaanku! Jangan asal bicara. Lagipula kita sudah lama ada di tim basket, sudah sering merasakan kalah dan menang. Kalah adalah hal yang biasa pada permainan. Apa kau masih tidak terima kalah dari Chungdam?” tanya Myungsoo.

“tentu saja! Kau mempermalukan sekolah kita yang bisa kalah melawan sekolah seperti itu!” ujar Howon.

“sepertinya sportivitasmu sangat kurang, kapten” ujar Myungsoo.

“kapten? Lalu kau memberikan posisi kapten kepadaku? Kau menganggap aku remeh sehingga aku harus diberi posisi ini cuma-cuma? Aku bahkan bisa meraih posisi ini karena kemampuanku! Bukan karena bayang-bayang Kim Myungsoo” ujar Howon.

“aku tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu, Howon. Aku tidak menyangka ini kau yang sebenarnya. Aku kira kau adalah orang baik yang bisa kupercaya, tapi kau malah memfitnahku tanpa kau mengetahui keadaan yang sebenarnya” ujar Myungsoo lalu pergi meninggalkan Howon.
.
.
TBC
.
.
Kalian bosen ama cerita ini? Kalau kalian bosen, kalian bisa scroll work aku ya untuk baca cerita lainnya.
.
Ga pernah bosan2nya untuk minta vote kalian hehehe 😊

I'm Sorry I'm too IntrovertWhere stories live. Discover now