1. Gadis Beraura Muram

418K 16.3K 1.3K
                                    

Namanya pendek saja, Siena. Murid baru di kelas Flo. Pindahan dari Semarang. Kulitnya putih pucat. Rambutnya hitam lurus sebahu.

Cantik, itu kesan pertama ketika melihatnya. Dingin dan muram, itu kesan yang muncul setelah menatapnya beberapa detik kemudian.

Tak ada seulas pun senyum di wajah pucatnya. Bahkan dia tampaknya tak punya keinginan untuk membentuk sedikit saja lengkung ke atas di sudut bibirnya yang tipis saat dia menyebutkan namanya sewaktu memperkenalkan diri di depan kelas.

Aneh, Flo sedikit tersihir oleh aura negatif yang ditebarkan Siena. Membuatnya berdoa dalam hati semoga Bu Fiona tidak menyuruh gadis itu duduk di sebelahnya.

Tapi andai doa itu dia ucapkan beribu-ribu kali pun rasanya mustahil terkabul. Karena memang hanya kursi di sebelahnya itu yang masih kosong ditinggalkan teman sebangku sebelumnya yang pindah sekolah ke luar negeri seminggu lalu.

Flo melirik melalui ekor matanya ketika Siena mendudukkan tubuhnya di kursi sebelahnya. Siena tak menoleh sedikit pun ke arah Flo. Sekadar mengucapkan "halo" pun tidak.

Namun, sebagai seorang gadis yang tak betah diam saja, Flo mengulurkan tangannya pada teman sebangkunya itu sambil memperkenalkan diri.

"Hai, selamat datang ya di sekolah ini. Salam kenal. Gue Flowerina Juliet. Tapi panggil aja Flo," ucap Flo sembari memasang senyum manis.

Siena hanya melirik tanpa menoleh dan tidak membalas uluran tangan Flo.

"Salam kenal juga. Sudah tahu namaku, kan? Siena," sahutnya singkat.

Datar. Tanpa ekspresi. Tanpa senyum. Lalu Siena kembali menatap lurus ke depan.

Flo mengernyit, refleks bibirnya agak mengerucut. Ada sedikit rasa tersinggung merayapi hatinya. Dia merasa hanya dipandang sebelah mata oleh murid baru ini. Padahal dia sudah berusaha memberi sambutan hangat dan ramah.

"Cewek aneh. Jutek banget sih. Sombong." Flo menggerutu dalam hati.

Tiba-tiba Siena menoleh ke arah Flo.

"Yang kamu maksud cewek aneh itu aku?" tanyanya dengan suara sedikit lebih keras dari bisikan. Tatapannya terasa menusuk.

Flo hampir tersedak mendengar pertanyaan itu. Bagaimana mungkin Siena bisa menebak apa yang ada dalam pikirannya tentang Siena?

"Ya, aku tahu apa yang kamu pikirkan. Karena itu, hati-hatilah berpikir tentang aku," kata Siena lagi.

Flo mematung. Berpikir pun tak berani karena takut Siena akan tahu apa isi kepalanya. Saat pelajaran berikutnya, Flo memenuhi pikirannya dengan rumus-rumus Fisika yang disampaikan Bu Zahara.

Begitu jam istirahat tiba, segera saja semua murid berhamburan keluar menuju kantin sekolah. Flo baru saja ingin ikut teman-teman dekatnya melesat ke kantin. Tapi ponsel yang baru dinyalakannya berbunyi. Dia mempersilakan teman-temannya lebih dulu ke kantin sementara dia menerima telepon dari Nala kekasihnya.

Setelah selesai berbincang di telepon, Flo baru menyadari kelas sudah sepi. Tertinggal hanya dirinya dan Siena. Flo ragu untuk mengajak murid baru itu ke kantin. Tapi meninggalkannya sendiri tanpa pamit rasanya juga tak pantas.

"Kalau memang kamu lapar dan mau ke kantin, pergi saja."

Mata Flo terbelalak, lagi-lagi Siena bisa tahu apa yang sedang dia pikirkan.

"Lo nggak mau ikut ke kantin juga? Makan siang yuk," ajak Flo dengan nada bersahabat mengabaikan sikap ketus Siena.

"Aku nggak perlu makan," jawab Siena masih terdengar menjengkelkan.

Aku Tahu Kapan Kamu Mati (Sudah Terbit & Difilmkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang