"Oh, ya, kenalin aku Firza," kata cowok itu lembut. "Kamu orang mana? Perasaan aku belum pernah liat kamu."

Fenny membalas uluran tangan itu dengan tersenyum. "Aku Fenny, baru pindah dari Jakarta."

Firza manggut-manggut, pantas dia tak pernah melihat dia selama ini. "Pindahan? Oh, yang waktu itu di rumah Nek Icih bukan?" tebaknya seraya menatap Fenny lekat.

Fenny mengangguk. "Iya itu aku." Gadis itu melirik jam di pergelangan tangan. "Aku duluan, ya. Salam kenal."

Firza menatap kepergian Fenny tanpa berkedip, takjub dengan pesona gadis yang ditemuinya barusan. Dia mengambil bola yang tergeletak di tanah, kemudian kembali pada teman-temannya yang sedari tadi sudah menunggu.

***

Besoknya, Fenny sudah siap untuk berangkat sekolah. Diiringi lagu dari band favoritnya, Noah, dia asyik berdandan di kamar. Gadis itu sedikit gugup menjalani debutnya sebagai murid baru di SMA Harapan. Walau Fenny memang terkenal ceria, tetapi tetap saja dia agak gerogi ketika menjalani hal baru untuk pertama kali. Berulang-ulang dia merapikan rambut panjangnya, memakai ciput biru kesayangannya, serta memastikan bedak yang dipakai tidak terlalu tebal. Tak lupa dia menyemprotkan wangi-wangian pada tubuhnya.

Setelah dirasa semua sudah beres, Fenny bergegas berangkat sekolah setelah pamitan pada Oma yang sedang menyapu di halaman depan. Sesampainya di pertigaan desa, dia menaiki angkot yang biasa mangkal saat pagi. Fenny yang seorang facebok addict, langsung mengeluarkan ponsel dan update status tentang situasinya saat ini.

"Sekolah hari pertama di kota kembang."

Setelah menekan tombol kirim, Fenny menunggu reaksi teman-temannya di Jakarta. Gadis itu penasaran dengan apa yang terjadi di sana setelah kepindahannya. Karena dia merupakan murid yang cukup aktif di sekolah, pasti banyak yang merasa kehilangan. Beberapa saat, banyak yang mengomentari postingannya tadi.

"Cieee sekolah baru, pacar barunya ada nggak?" Laras berkomentar.

"Kau jaga selalu hatimu, saat jauh dariku." Gebi malah nyanyi.

"Fen, di Bandung cowoknya cakep-cakep kan? Gue nitip satu, ya." Fitriyani ngocol.

Fenny senyum-senyum sendiri membaca komentar teman-temannya, sampai tak sadar kalau tingkahnya itu diperhatikan orang-orang di dalam angkot.

"Neng kenapa? Ketawa-tawa sendirian. Udah nggak waras, ya?" celetuk bapak berkumis.

Fenny mengangguk hormat pada semua orang di dalam angkot sambil tersenyum garing. Kemudian, dia mengirim pesan pada Laras demi menenangkan dirinya yang tengah dilanda rasa malu.

"Ras, gara-gara komenan kalian gue jadi tengsin di angkot!"

"Kok nyalahin, sih? Elo-nya juga nggak liat keadaan sekitar. Lo jangan malu-maluin dong, Fen. Jakarta ada di tangan elo!" balas Laras konyol.

Fenny hampir tertawa ketika membaca balasan Laras, untung bisa ditahan. Kalau nggak, bisa-bisa tengsin jilid dua. "Ada-ada aja lo! Eh, gimana kelas nggak ada gue?"

"Agak beda sih. Sekarang nggak ada lagi Fenny si Ratu Centil. Nggak ada lagi yang suka ngingetin PR pagi-pagi. Nggak ada lagi yang rajin nyusul guru. Nggak ada lagi ... pokoknya beda deh! Dan yang pasti, gue kehilangan sahabat terbaik gue."

Seketika Fenny teringat suasana kelasnya dulu. Meski baru sebentar meninggalkan Jakarta, tetapi dia tak bisa memungkiri kalau merindukan semua yang ada di sana. Terlalu banyak cerita di tempat kelahirannya, yang membuatnya harus memupuk rindu karena telah meninggalkan semua itu.

Kisah FennyWhere stories live. Discover now