First Mission *16

Start from the beginning
                                    

"Kalian sudah cukup mandiri untuk melindungi diri masing-masing. Lagipula kalian juga akan ikut diawasi disana."

"Di misi kalian selanjutnya, jika hanya kalian yang diutus, maka hanya kalian yang harus menjalankan misi itu. Tidak ada yang boleh ikut, kecuali telah dipertimbangkan. Mengerti?"

Suasana berbalik. Dari yang sangat ribut menjadi hening seolah tidak ada orang disana. Tidak ada yang mengangguk atau hanya sekedar mengiyakan dengan singkat.

"Mengerti?" Light mengulangi pertanyaannya.

"Mengerti," jawab kami pada akhirnya.

"Bagus. Sekarang kalian masuk kedalam Auto-bus. Ini akan mengantarkan kalian langsung ke lokasi secara otomatis tanpa pengemudi."

Ngomong-ngomong, Auto-bus ini adalah bus masa kini, Err ... Maksudku masa depan. Bus ini melayang dengan bentuk seperti kereta yang berjalan dengan magnet. Ini sudah jadi transportasi umum. Kita hanya tinggal menunjuk di bus stop mana kita akan berhenti nanti pada layar sentuh yang tersedia dibagian depan bus. Ini mirip seperti menggunakan lift, mereka akan diantar satu persatu ke titik yang tersedia.

Kami masuk satu per satu kedalam. Bagian dalam pun mirip seperti kereta, tempat duduk saling berhadapan dan terbagi menjadi dua bagian seperti gerbong kereta. Bagian tempat duduk perempuan berada diujung dan untuk laki-laki didepan.

Mereka menggunakan sekitar 3 Auto-bus untuk mengirim kami.
Aku duduk didekat pintu yang memisahkan bagian perempuan dan laki-laki, di samping kiriku ada Violette yang masih menatap bingung senapan ditangannya.

Selama lima hari itu dia lebih banyak belajar senjata laras pendek, walau aku juga kadang melihatnya berusaha keras mempelajari senjata laras panjang sih. Aku merasa aneh. Maksudku, rajin dan berusaha keras itu bukan tipikal Violette sama sekali.

"Sepertinya ini akan mudah. Kita hanya menjaga saja kan?" ujarnya membuatku memicingkan mata kearahnya.

"Jangan meremehkan, bagaimana kalau kelompok itu malah menjadikan lokasi konferensi kali ini sebagai target?" tanyaku mulai dihampiri pemikiran-pemikiran buruk.

Violette mengedikan bahunya tak acuh. "Kalaupun mereka ada sih, kurasa itu ide yang buruk. Maksudku ada sangat banyak penjaga, tidak mungkin mereka akan lolos begitu saja," ujarnya lalu terkekeh membuatku bergidik ngeri.

Aku juga sudah menceritakan soal teror bom itu padanya. Beberapa bagian New York berantakan namun tidak sehancur seperti lokasi perang dunia dua. New York mungkin masih terlihat baik-baik saja saat ini di mata dunia. Pemerintah memutuskan untuk tidak memberitakannya secara luas pada dunia dan berusaha membangun bagian yang hancur itu dengan cepat.

Aku tidak tahu kenapa pemerintah melakukan itu. Tapi aku pernah mendengar bahwa beberapa negara sedang melakukan kerja sama dengan Amerika yang melibatkan New York sebagai lokasi penting untuk proyek mereka. Mungkin jika mereka tahu, kerja sama akan langsung dibatalkan? Entahlah.

"Katanya konferensi ini tentang perdamaian dunia yah?" Stella bertanya entah pada siapa karena dia menatap kearah kami secara bergantian.

"Ya, PBB. Tentang perang yang terjadi di salah satu negara Asia." Jean menjawab sambil melepas pasang slot magazine shotgunnya dan menarik slide. Tentu saja dia tidak akan mencoba senjatanya disini.

"Aku dengar-dengar pasukannya keren-keren loh!" seseorang menyahut dengan girang bersama teman-temannya yang lain dibagian depan kami. Dia mungkin dari kelas lain. Aku tidak tahu dan tidak mau tahu.

"Sekeren apa?" tanya temannya yang lain dengan antusias. Entah mana yang harus kusimak, pembicaraan disebelahku atau didepanku. Dua-duanya berisik.

Little AgentWhere stories live. Discover now