Manis?

648 113 40
                                    

"Cepet masuk sana!" perintah Dimas tegas pada gadis berambut coklat panjang yang kini tengah berdiri di hadapannya.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Sebenarnya ia tidak mau menuruti perintah anak laki-laki di depannya. Karena ia tahu, jika ia menuruti perintah anak laki-laki itu, sama saja dengan ia membongkar sesuatu yang seharusnya tidak pernah ia katakan.

"Ah, gue ga mau, Kak," ucapnya masih tetap pada pendirian. "Lo aja sana, gue tunggu tunggu di sini."

"Kok gue lagi sih?" Dimas mendengus. "Gue udah seminggu deketin dia lagi, tapi dia tetep aja dingin sama gue. Pokoknya gue ga mau tau, lo yang harus jelasin semuanya, Sheil."

Sheila menggeretakan kakinya beberapa kali. Dengan berat hati masuk ke dalam kelasnya.

Dimas menatap Sheila kesal, ia pun mendorong tubuh gadis itu agar masuk ke dalam kelas XI IPA 1. Namun baru saja Dimas mendorong gadis itu sampai ke depan pintu, tiba-tiba langkahnya berhenti, saat ia melihat sesuatu yang janggal di penglihatannya.

❇❇❇

"Gue nyerah, gue nyerah." Dengan kesal Victor melempar pensilnya ke atas meja.

Saat ini anak laki-laki itu sedang berada di dalam kelas XI IPA 1. Menghabiskan waktu istirahatnya untuk mengerjakan soal rumit yang ada di hadapannya.

Ini jauh dari kebiasaannya. Biasanya saat jam istirahat seperti ini ia akan menghabiskan waktunya di gudang. Berlatih atau sekedar bersantai di sana. Tapi karena sekarang masih dalam minggu ujian, mengharuskannya untuk tetap belajar.

Erika menghentikan aktivitasnya. Mengalihkan pandangannya ke arah Victor. Gadis itu tersenyum samar, entah mengapa melihat Victor seperti itu rasanya lucu juga.

Sadar dengan apa yang ia pikirkan, gadis itu dengan cepat menggelangkan kepalanya.

"Ciput?" panggil Victor.

"Iya?"

Anak laki-laki itu mengambil botol berwarna merah muda yang terletak di samping Erika. Bola matanya menjelajah setiap bagian botol itu, membaca merek yang tertulis di sana. "Lu beli susu basi lagi?"

"Huh?!" Erika mangalihkan pandangannya ke arah benda yang saat ini sedang dipegang Victor. "Maksud kamu yogurt?"

Victor mengangguk.

"Oh itu... Itu, itu aku juga ga tau punya siapa. Dari tadi pagi udah ada di situ. Aku kira punya Aqila, tapi katanya bukan."

"Yaudah kalau gitu buang lah." Victor bangkit, berniat untuk membuang minuman itu. Namun tiba-tiba langkahnya tertahan saat Erika memegangi lengannya.

"Jangan," tahan gadis itu. "Biarin aja di situ. Ga usah dibuang, dan ga usah di minum juga."

"Lho kok?"

Tanpa menjawab pertanyaan Victor yang terlihat bingung, Erika langsung mengambil botol itu. Meletakannya kembali ke posisi semula.

"Udah, sekarang kita belajar lagi. Ga usah peduliin botol itu," kata Erika yang membuat Victor kembali duduk ke kursinya.

Anak laki-laki bermata coklat itu sudah tidak selera untuk melanjutkan belajarnya. Ia sudah Berkutik dengan soal di hadapannya sejak bel istirahat berbunyi. Tapi sampai sekarang gadis di depannya masih saja memaksa dirinya untuk belajar.

Bosan dengan suasana yang monoton, Victor pun mengambil sesuatu dari dalam saku seragam sekolahnya.

"Ciput, mangap deh."

"Huh? Mangap?" tanya Erika heran. "Mau ngapain?"

Victor membuang bungkus benda yang ia pegang. Lantas bangkit dan mencondongkan tubuhnya ke arah Erika. Anak laki-laki itu tersenyum miring, sebelum tangan kirinya berpindah ke rahang gadis itu. Menekannya keras, memaksa Erika untuk membuka mulut.

Complementary HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang