Impian?

789 147 87
                                    

Di dunia ini ada seseorang yang mengatakan bahwa hidup tidak selamanya bisa sendiri. Ya, itu memeng benar. Hidup ini harus di dampingi dengan orang lain. Orang yang bisa dipercaya dan menjaga kepercayaan. Tapi bagaimana jika seseorang yang kita percaya tiba-tiba menghancurkan sebuah kepercayaan?

Siang ini Erika dan Aqila diminta Bu Maria untuk datang ke ruangan guru. Awalnya Aqila berseru protes, apa lagi mereka dipanggil saat jam istirahat. Waktu yang seharusnya di pergunakan untuk bersantai, tapi malah mengerjakan sesuatu yang lain.

Sesampainya di depan ruang guru, Erika mengetuk pintu coklat itu pelan. Suara Bu Maria tak lama terdengar, mempersilakan mereka berdua untuk masuk ke dalam ruangan. Sama seperti kantin yang ramai akan murid, ruang guru pun demikian. Di saat seperti ini guru-guru sedang berkempul di dalam ruangan ini.

Erika dan Aqila melangkah ke meja Bu Maria yang terletak di sisi kanan. Memasang wajah sesopan mungkin saat mereka melewati meja guru yang lainnya.

"Ada yang ingin saya tanyakan sama kalian," ucap Bu Maria setelah kedua anak muridnya sudah ada di hadapannya.

"Iya, ada apa ya, Bu?" balas Erika.

"Sudah hampir seminggu saya tidak lihat Sheila. Dia kenapa ga masuk?"

"Huh?" balas Erika sedikit terkejut.

Bu Maria mengernyit. "Kamu kenapa Erika? Kok kaget gitu."

Aqila mengalihkan pandangannya. Memandangi Erika yang sepertinya kaget dengan pertanyaan Bu Maria tadi. Bagaimana tidak, ini pertanyaan menyangkut Sheila. Sedangkan yang ia tahu hubungan Erika dan Sheila sedang tidak baik akhir-akhir ini.

"Kita kurang tahu, Bu," balas Aqila cepat. "Sheila gak ngabarin kita, nanti saya cari tahu deh, Bu. Tapi kadang-kadang Sheila suka pergi ikut orang tuanya, mungkin kali ini juga."

"Oh gitu ... yaudah kalau gitu. Nanti kalau kalian udah dapat kabar dari Sheila, kabarin Ibu ya. Soalnya minggu depan kan kita mau UAS."

Aqila mengangguk, di susul dengan anggukan palan dari Erika. "Iya, Bu. Yaudah kalau gitu saya sama Erika pamit ya, Bu."

Setelah urusan dengan Bu Maria selesai, mereka berdua pun keluar dari ruangan guru. Erika dan Aqila berjalan berdampingan melewati koridor sekolah yang kini tampak ramai oleh siswa siswi yang sedang menikmati jam istirahatnya.

"Qil, mau ke rumahnya Sheila?" tanya Erika yang sukses membuat langkah Aqila seketika terhenti. Anak perempuan itu menoleh.

"Apa lo bilang? Lo ngajak gue ke rumahnya Sheila? Yang bener aja."

Erika menatap bingung Aqila. Membuat kedua alisnya terangkat. "Kenapa emangnya?"

Aqila berdecak. "Sheila kan udah jahat sama lo, kok lo masih aja mikirin dia sih?"

"Tapi Sheila kan masih temen kita," kata Erika yang semakin membuat Aqila gemas.

"Bodo amat ah, gue ga mau temenan sama dia. Yang ada, nanti kalau gue punya pacar terus ditikung gimana? Gak, gak mau gue," ucap Aqila dengan nada tidak terima. Anak perempuan itu menarik lengan Erika. "Udah yuk ah, gue laper nih."

❇❇❇

"Bagus Victor!" Seru pria berumur sekitar tiga puluh tahunan dengan nada kencangnya. "Lebih cepat lagi!"

Sore ini seperti biasa Victor sedang melakukan latihan untuk kejuaraan tinju yang akan ia ikuti. Bersama dengan pelatihanya, anak laki-laki itu sekarang sedang bertanding di atas ring. Seperti biasa, ini salah satu cara Willy untuk melihat kemajuan anak didiknya.

Complementary HeartWhere stories live. Discover now