Bagian 10

437 33 0
                                    

"Coba kamu pikirkan kembali keputusanmu sebelum bapak memberikan jawaban pada Bu Rena. Apa kamu sudah yakin memilih Akmal sebagai imam kamu?"

Pertanyaan bapak masih terus terngiang. Gia tertunduk dalam diam. Barisan doa terus dia panjatkan dalam sholat malamnya. Gia tersentak kaget ketika ponselnya berbunyi.

"Agia..."

"Ya Mas."

"Kamu belum tidur?"

"Sudah Mas, aku terbangun karena sesuatu..."

"Apa yang mengganggu pikiranmu? Karena bapak belum juga memberikan jawaban?"

"Iya, Bapak juga menanyakan kemantapan hatiku untuk memilih Mas sebagai imamku."

"Dan...kamu masih ragu?"

"Tidak Mas...Aku hanya sedang memahami perasaan orang tuaku. Aku pernah gagal menikah dan sekarang bapak harus berbesan dengan keluarga yang sama. Mungkin bapak hanya takut aku akan terluka lagi. Maaf Mas..."

"Tidak apa-apa, aku mengerti. Aku akan datang besok dan bicara lagi dengan orang tuamu. Aku akan meyakinkan bapak sekali lagi. Sekarang kamu istirahat ya?"

"Iya Mas, terima kasih banyak."

***

Semalaman Gia tidak bisa memejamkan matanya karena terus memikirkan sikap bapak yang masih tetap diam. Pagi ini Gia berencana meminta bantuan ibu untuk bicara lagi dengan bapak. Kalau tetap tidak ada hasilnya, Gia memutuskan untuk kembali ke Magelang pada siang harinya.

"Gia, kamu bangun lebih pagi?"

Ibu menyapa Gia yang sedang duduk di halaman belakang rumah.

"Iya bu. Ibu mau masak apa? Gia bantu ya?"

"Boleh."

Gia mengikuti Ibu masuk ke dapur dan mulai membantu ibu untuk menyiapkan sarapan.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Ibu pada putri semata wayangnya.

"Memang Gia kenapa?"

"Ibu lihat kamu seperti kurang tidur, lingkaran hitam dibawah matamu itu tandanya."

"Iya ya Bu." Gia menunduk untuk menghindari tatapan sang Ibu.

"Ada apa? Kamu memikirkan perkataan Bapak?" tanya Ibu.

Gia menggeleng meski hatinya mengiyakan.

"Ibu sebenarnya juga ingin kamu segera menikah. Apalagi kamu sekarang tinggal di tempat terpencil seperti di bukit itu, apa namanya?"

"Kerugmunggang, Bu," jawab Gia.

"Iya itulah, namanya saja susah diingat. Ibu selalu khawatir terjadi sesuatu denganmu yang tinggal jauh dari keluarga. Kalau ada yang menjagamu, ibu merasa lebih tenang."

"Tapi tinggal di sana juga aman, Bu. Penduduk sekitar sangat baik dan ramah pada Gia. Kalau tidak, Gia mungkin sudah lama pergi dari sana." Gia meyakinkan Ibu.

"Iya, ibu tahu tapi tetap saja anak gadis tinggal sendiri di tempat terpencil itu membuat khawatir orang tua, apalagi kamu anak ibu satu-satunya. Maafkan bapakmu ya Ndhuk ... Bapak hanya kaget karena pilihanmu jatuh pada Akmal. Kalau memang sudah takdirmu berjodoh dengan Akmal, ibu hanya bisa mendoakan semoga kamu bahagia."

"Jadi ibu setuju? tapi bagaimana dengan bapak?" tanya Gia khawatir.

"Biar ibu bicara lagi dengan bapakmu tapi ibu tidak bisa berjanji kalau bapakmu akan setuju. Kamu harus ikhlas menerima apapun keputusan bapak."

GIAWhere stories live. Discover now