"Ada apa Fa,? Kalau lo punya masalah cerita aja ama kita." Ucap Jeje menimpali dengan suara tenang, sangat berbeda dari yang tadi.

Memang, dari mereka bertiga, Jeje adalah yang paling bisa bersikap dewasa dalam menghadapi masalah. Jadi tidak jarang Nafa dan Arsyi mencurahkan seluruh keluh kesahnya pada Jeje.

"Udahlah nggak usah dibahas, gue nggak papa, kantin kuy, gue traktir." Kata Nafa yang mencoba mengalihkan topik pembicaraan, dan berhasil.

"Lo serius mau traktir? Oke deh ayok." kata Arsyi sambil menarik tangan Nafa dan Jeje.

Meski begitu, Jeje merasa ada yang disembunyikan oleh Nafa dari mereka, tapi Jeje lebih memilih diam, karena menurutnya seseorang juga berhak punya privasi.

"Woi, nggak usah narik juga kali, sakit nih tangan gue," protes Nafa pada Arsyi, yang sangat semangat menuju kantin.

"Hehehe, sorry bos!" Balas Arsyi sambil nyengir kuda.

Selama perjalanan menuju kantin, mereka bertiga lebih memilih diam, sama sekali tidak membahas perubahan sikap Nafa barusan.

Nafa merasa belum siap menceritakan masalah ini kepada kedua temannya, meski ia yakin bahwa teman-temannya akan peduli padanya. Tapi tetap saja, Nafa lebih memilih diam, dan menunggu waktu yang tepat untuk menceritakan masalah ini.

Dia ingin terlihat seperti tidak ada masalah, tapi sayangnya dia sama sekali tidak berbakat untuk menutupi sebuah kesedihan. Bagi yang sudah mengenal Nafa sangat dalam, maka sangat terlihat jelas ukiran kesedihan di raut wajah dan perubahan sikapnya.

Saat di jalan menuju kantin, tidak sengaja mereka bertiga berpapasan dengan Ghazi dan Ravin. Seketika pandangan Ghazi dan Nafa bertemu beberapa detik, tapi setelah itu Nafa mengalihkan pandangannya, dan menyeret tangan Arsyi dan Jeje untuk menjauh dari situ dan berjalan lagi menuju kantin.

Arsyi dan Jeje merasa aneh dengan sikap Nafa barusan, setau mereka Nafa dan Ghazi itu berpacaran, tapi dengan sikap Nafa tersebut sangat jelas bahwa di antara mereka sedang ada masalah. Biasanya kalau udah ketemu, mereka berdua sudah seperti perangko dan amplop, nempel terus. Tapi tadi, sangat berbeda.

"Fa lo kenapa? Kok diam aja sama kak Ghazi, biasanya juga kalau lo udah ketemu dia mah lupa ama kita, lah tadi, jangankan buat nyapa dia, ngelirik aja kagak. Ada apa?" Tanya Arsyi panjang lebar, melihatkan sikap keponya yang tingkat akut.

"Iya, ada apa, lo berantem?" ucap Jeje, ikut menimpali. "Kita berdua tu sahabat lo Fa, jadi nggak usah ragu kalau curhat sama kita, kayak nggak kenal aja lo sama kita," sekali lagi Jeje menimpali.

"Atau jangan-jangan ini ada kaitannya sama perubahan sikap lo dari tadi pagi, yang muka lo ketekuk kek baju kusut yang nggak disetrika. Ada apa sih Fa, jangan bikin gue gabut deh ah," Arsyi masih saja mencerocos karena perkataannya dari tadi tidak direspon oleh Nafa.

"Nggak ada," hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Nafa.

Nafa masih merasa berat hati untuk berbagi masalah ini kepada kedua temannya. Ia tidak ingin, sahabatnya khawatir dengan keadaan hatinya.

"Elah... dari tadi gue ngomong panjang lebar kali tinggi, lo jawabnya singkat amat, berapa sih harga ucapan lo, gue bayar deh," timpal Arsyi yang merasa tidak diacuhkan oleh Nafa.
Nafa masih saja tak bergeming, sama sekali tak menyahuti ucapan Arsyi.

HESITATIONWhere stories live. Discover now