29. Harapan Bertemu Miracle?

477K 45.5K 11.4K
                                    

"Why I am so afraid to lose you when you are not even mine."

_________________________________

"Luna bangun ... jangan bikin Kakak takut." Suara Salsa terdengar pilu. Sejak Luna dipindahkan ke ruang rawat kelas satu oleh perawat tadi, Salsa tak hentinya mengguncang tubuh Luna yang tidak sadarkan diri di ranjang.

"Salsa," panggil Galen di sampingnya.

"Luna, buka mata ... Kakak nggak mau kamu tidur lama-lama."

"Sal, Luna cuma pingsan. Kata dokter dia nggak apa-apa," Galen mencegah Salsa mengguncang tubuh Luna lebih kencang. Namun, Salsa justru menepis tangannya.

"Luna bangun," Salsa semakin terisak. Keadaan ini sungguh membuatnya ketakutan. "Luna, jangan tinggalin Kakak ... Kakak mohon."

"Salsa, cukup!" Galen mencekal kedua tangan Salsa kuat-kuat hingga membuat cewek itu menghadapnya. "Luna cuma pingsan. Dia baik-baik aja. Jadi, jangan khawatir berlebihan."

"Tapi," suara Salsa tercekat. "Tapi darah itu ...,"

Galen membalikkan kedua telapak tangan Salsa yang terluka. "Tangan lo yang berdarah, Sal. Lo harus diobati," katanya cemas luar biasa.

Salsa menatap telapak tangannya yang penuh luka goresan dengan pandangan yang mengabur karena air mata. Ada sedikit kelegaan ketika mengetahui bahwa Luna tidak terluka.

"Ayo. Luka di tangan lo harus cepat diobati sebelum infeksi." Galen berniat menuntun Salsa untuk ke luar ruangan, namun Salsa enggan bergeser sedikit pun dari pijakannya.

Salsa menggeleng kuat-kuat sambil menahan tangannya sendiri. "Aku mau tunggu sampai Luna bangun."

"Tapi lo juga luka, Sal." Galen mulai tidak sabar.

Salsa tak merespons apa pun. Ia masih setia duduk di kursi dekat ranjang Luna.

Galen tahu Salsa sangat keras kepala bila menyangkut Luna. Salsa tidak akan mau pergi dari ruangan ini untuk mengobati luka di tangannya saat ini. Itu artinya Galen yang harus mengobati luka Salsa di ruangan ini.

Galen akhirnya beranjak dari ruangan itu untuk meminjam peralatan P3K pada perawat.

Tidak lama setelah Galen meninggalkan ruangan, pintu ruangan kembali terbuka. Seseorang berpenampilan rapi dengan setelan kemeja garis-garis dan celana panjang kain warna hitam itu masuk dengan tergesa-gesa menuju ranjang Luna.

Salsa langsung bangkit begitu melihat mamanya muncul dengan emosi tertahan.

"Luna, Luna," panggil Maria panik pada putrinya yang terbaring lemah di hadapannya.

"Ma, Luna ... Luna pingsan," Salsa memberanikan diri bersuara. Sedetik kemudian ketakutan semakin melanda dirinya. "Maafin Salsa, Ma. Salsa nggak sengaja-"

Nafas Maria sudah tidak beraturan sejak mendapat kabar mengejutkan tentang Luna dari Salsa melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu. Ia bahkan sampai harus meninggalkan pekerjaannya yang sedang mengajar murid-murid SMP Tunas dan bergegas ke rumah sakit. Ia pun terancam tidak dapat mengisi jadwal mengajar di SMP Nusa sore nanti.

Maria adalah guru honorer mata pelajaran Prakarya di 2 SMP swasta itu. Dan, ia yakin posisinya akan semakin terancam karena mengabaikan kewajiban mengajarnya.

"Dari awal Mama udah curiga kalo kamu nggak sayang sama Luna," ucapan Maria menusuk Salsa tepat di hati.

"Ma, aku sayang Luna. Aku ... sayang banget sama Luna." Salsa melangkah mendekat, meraih tangan Mamanya, namun ditepis begitu saja oleh Maria.

My Ice Boy [Completed]Where stories live. Discover now