08

2.3K 134 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir seluruh siswa-siswi SMA Citra Bangsa berada di Lombok, dan hari ini digunakan untuk mengunjungi beberapa tempat yang menjual berbagai macam oleh-oleh khas Lombok, mulai dari gantungan kunci, baju yang bertema Lombok, dan beberapa makanan.

Mereka sudah sampai pada tujuan utama, tempat baju-baju, dan tentu ini surga para wanita. Tetapi namanya juga oleh-oleh, pasti semua murid entah wanita atau pria akan membelinya untuk orang rumah.

Selen sudah mendapatkan lima baju yang ia beli untuk para pembantu dirumah nya, Mami dan Dady nya tidak mungkin memakai baju bergambarkan pantai seperti itu, mereka hanya memakai pakaian bermerk yang bahannya nyaman, dan tentu saja mahal. Maklum, Dady Selen adalah seorang pengusaha batu bara yang begitu sukses.

Sedangkan Nata membeli empat baju, dua untuk pembantu dan dua lagi untuk sang supir, setelahnya Nata melihat ada toko yang menjual berbagai jenis aksesoris, kalung yang berbentuk pohon kelapa itu sangat mencolok dari berbagai bentuk yang ada.

Nata menarik tangan Selen untuk ke toko yang berada di pinggir jalan itu, Selen hanya menuruti. Sesampainya disana, Nata mengambil kalung yang ia incar tadi.

"Len? Kalung ini bagus, kan?" Nata menunjukkan kalung itu kepada Selen.

"Bagus, Ta. Buat siapa emang?" setau Selen, Nata bukan tipe wanita yang suka memakai perhiasan yang berlebihan dalam bentuk, dan menurut Selen kalung yang Nata pegang sekarang memiliki ukuran yang cukup besar.

"Buat gue."

"Sejak kapan lo suka pakai kalung yang segede gaban?" Selen menyiritkan jidat nya.

"Ini ngga buat dipake, buat gue pajang aja dikamar, abisan sih lucu banget." kalimat Nata diikuti dengan wajah yang menggemaskan. Dan Selen menanggapinya dengan menganggukan kepala.

Tanpa mereka berdua sadari, di sebuah toko yang bersebrangan dengan toko yang mereka tempati, ada sepasang pria yang berdiri disana, yang satu memang memenuhi tujuan nya; membeli beberapa baju. Namun, yang satu nya lagi malah asyik memperhatikan gerak-gerik wanita yang berada di seberang sana. Yang tak lain pria itu adalah Rery dan Daylon.

Melihat wajah Nata yang menggemaskan saat memegang kalung berbentuk pohon kelapa saja mampu membuat jantung Rery loncat dari tempatnya. Entah sejak kapan Rery merasakannya, yang jelas Nata mampu membuat Rery lupa akan sebuah luka yang belum sepenuhnya tertutup rapat.

"Udah puas ngeliatin anak orang?" kalimat sarkas yang keluar dari mulut Daylon membuat Rery kembali pada realita.

Dan Rery hanya menyikut pangkal lengan Daylon, mungkin karena gugup ketahuan. Lalu berlalu meninggalkan sang saudara, sendiri. Ya, begitulah kebiasaan Rery, meninggalkan sesuatu yang sedang membuatnya merasa tak nyaman. Dan Daylon baru saja membuat Rery merasa begitu.

***

Siswa-siswi sudah mendengar suara Pak Desman menggunakan pengeras suara, kemudian mereka kembali berjalan menuju bus yang sesuai dengan keberangkatan.

"Tadi lo beli kalung empat buat siapa aja, Ta? Tumben banyak banget." kebingungan Selen akhirnya bisa ia ungkapkan.

"Yah.. Lo udah tau duluan deh, padahal tadi mau ngasih nya nanti biar lo kaget gak nyangka gitu gue beliin." Nata berbicara dengan pipi yang di gelembungkan, Nata tentu saja berani menjadi dirinya sendiri, karena ia dan Selen berjalan dipaling belakang teman-teman nya, dan otomatis tidak ada yang melihat.

"Gak usah ngalihin omongan, Ta!" Selen greget sendiri.

"Iya. Ini buat lo, Avee, sama....." kalimat Nata gantung, kaya hubungan author. ehh

"Sama siapa?" nada Selen menggoda Nata.

"Sa-sa-sama buat gue juga. Iya, buat gue juga, kan biar punya dua." Selen bisa meledeknya jika tahu Nata akan memberikannya pada siapa.

"Segitu suka nya sama tuh kalung." dan dibalas Nata dengan anggukan dan senyuman.

***

Nata sudah memasuki bus yang sudah penuh, isi bus nya masih sama seperti saat berangkat, dan bangku kosong hanya ada disebelah Rery. Nata sudah mulai menerima kenyataan, ia pun segera duduk dibangku kosong itu.

"Mau dipojok?" Rery sadar bahwa seseorang yang ia tunggu dari tadi sudah berada disisinya. Nata hanya mengangguk sebagai jawaban.

Rery dan Nata bangkit, Nata membiarkan Rery keluar terlebih dahulu agar memudahkan ia masuk. Setelah Nata duduk dengan nyaman, baru Rery menyusul di samping. Lalu keadaan kembali hening, hanya beberapa siswa yang masih sibuk mengoceh ria dengan temannya yang lain, sisanya menikmati perjalanan dengan pergi ke alam mimpi.

***

Akhirnya perjalanan yang panjang dan melelahkan selesai juga. Seluruh siswa-siswi SMA Citra Bangsa sudah sampai di sekolah mereka, sudah ada beberapa mobil dan supir yang menunggu Tuan dan Nona muda nya pulang, dan ada beberapa orang tua yang menyempatkan waktu untuk menjemput putra-putri tercinta.

Nata dijemput oleh sang mama, sedangkan Selen dijemput oleh supir. Mereka datang menghampiri Elmeera, Nata langsung memeluk Mama yang ia anggap sebagai wanita hebat.

"Nata kangen Mama." Elmeera melepaskan pelukan Nata.

"Iya. Mama juga kangen sama Nata. Kata Selen, Nata tenggelam ya?" raut wajah Elmeera berubah menjadi khawatir.

"Iya. Tapi aku gak papa kok,"

"Maafin aku ya, Tan. Itu karena aku yang tinggalin Nata." rasa bersalah Selen merangkak keluar, lagi.

"Sutt.. Ini bukan salah siapa-siapa, ini udah takdir dan Selen sama Nata adalah orang yang dipilih takdir. Jadi Selen gak boleh nyalahin diri sendiri terus" Elmeera mengusap kepala Selen lembut, membuat Selen rindu akan sosok mama nya yang selalu sibuk mengikuti sang suami yang selalu pergi ke luar negeri itu.

"Lagian kan Nata nya juga gak papa." Elmeera tersenyum.

"Iya, terima kasih ya Tante. Aku pulang duluan ya, kasian Pak Dedi udah nunggu dari tadi, kan nunggu gak enak, Tan." Selen terkekeh sebelum menyalami tangan Elmeera dan pamit.

"Dasar! Yaudah hati-hati ya."

"Ayo kita pulang, Ta." ajak Elmeera

"Sebentar Ma. Aku mau ke temen aku sebentar." Nata berlari meninggalkan Elmeera.

Sejak kapan Nata punya temen selain Selen? Batin Elmeera.

***

"Rery!" suara panggilan yang mengatasnamakan dirinya pun terpaksa membuat Rery menengok, selain namanya yang disebut, suara yang memanggil nya pun sudah tidak asing ditelinga Rery.

"Nata" gumam Rery.

"Ada apa?" hanya itu yang Rery ucapkan. Ia harus sekuat mungkin mengontrol diri, agar tidak terlihat begitu salah tingkah.

"Emm.. Gue.." Nata tidak melanjutkan ucapannya, gadis itu menunduk. Rery hanya diam, mendengarkan.

"Gue mau kasih ini, sebagai ucapan terima kasih." Rery masih ingat bahwa yang Nata berikan adalah kalung yang Nata lihat di toko itu, hanya saja ukurannya yang lebih kecil.

"Buat gue?" pertanyaan bodoh. Jelas Nata berbicara padanya, otomatis kalung itu untuknya. Maklum, jika sedang salah tingkah apapun akan terlihat bodoh.

"Hm" Nata meletakkan kalung itu di tangan Rery kemudian pergi. Tanpa Nata sadari, pria yang ia beri kalung itu sedang mengontrol detak jantung nya sendiri.

"Ta?" Nata diam tapi tidak menoleh.

"Thanks." Nata menoleh, dan tersenyum, namun sangat tipis. Tapi Rery mampu melihatnya.

#ReryNata

RERY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang