Wafer-Orji

2.1K 179 20
                                    

"Jangan mengikutiku, Wafer!" Tanya menunjuk Wafer kesal. "Kamu sudah bikin aku telat. Sekarang kamu ngikutin aku kayak penjahat. Mau kamu apa sih, Wafer? Liat nih  mataku macam durian yang jamuran. Menghitam." Kata Tanya berkacak pinggang.

Wafer menelengkan kepala, lalu berbisik menyebalkan. "Psstt, Tanya, kamu jangan teriak. Orang-orang bisa menganggap kamu gila. Tuh," Wafer memberi isyarat dengan bibirnya.

Tanya menunduk malu. Ia lupa sedang berada di tengah jalan. Ini semua karena Wafer. Wafer itu ... ugh! Tanya tidak tahu lagi harus bagaimana. Tadi malam ia sudah dipaksa menemani Wafer bermain catur sampai jam dua pagi. itu pun karena Tanya ketiduran duluan. Ia pikir Wafer sudah pergi saat ia bangun. Eh, ternyata itu hantu masih keliaran di sekitarnya. Tanya pusing. iya sih, Wafer baik dan romantis sebagai pacar. Tapi di saat kayak gini, Wafer terlalu bising. Wafer lagi kambuh kayaknya.

"Pokoknya kamu nggak boleh ngikutin aku ke sekolah! Atau ... aku nggak mau ngomong sama kamu lagi." Tanya berbisik, memperingati.

Wafer terkulai lemas. Raut wajahnya langsung berubah resah. 

"Oke. Tapi aku boleh, kan, tetap di rumah kamu sampai kamu pulang sekolah?" Pinta Wafer.

"Terserah." Kata Tanya sambil melangkah pergi. Wafer menatap punggung Tanya sedih.

Andai kamu tahu, Tanya. Aku cuman takut pergi jauh dari kamu.

****

Orji menatap tajam ke arah Wafer dan Tanya. Wafer sepertinya tidak bisa diperingati. Harus pakai cara kasar. Dua orang itu memang terlihat serasi. Tapi Orji sudah kelewat benci. Ya, kebenciannya pada Wafer yang sudah membuatnya jadi seperti ini. Orji tidak mungkin membiarkan Wafer merenggut kebahagian adiknya juga. Cukup ia saja yang menderita.

Tuhan, kenapa pula kau buat Wafer lupa akan semua? Apa di sini hanya aku yang harus menderita? Kau sungguh tidak adil.

Orji lekas menyusul Wafer setelah melihat Tanya menjauh pergi. Tangannya mengepal kuat. Ingin rasanya ia melepaskan tinjunya pada Wafer. Bertarung layaknya seorang lelaki. Tapi Wafer tak bisa ia sentuh. Orji bisa saja memasukkan Wafer ke dalam botol seperti Xiao. Tapi itu terlalu biasa. Orji ingin Wafer menderita pelan-pelan. Seperti ia yang menderita selama ini. Tersiksa oleh ingatan dosa yang mengabdi.

"Kamu itu batu ya, Wafer." Kata Orji nyaring.

Wafer menoleh cepat. "Ngapain kamu di sini?" Katanya terkejut.

"Penting? Aku kan sudah peringatin kamu buat jauh-jauh dari Tanya. Kenapa kalian malah makin dekat?" Suara Orji tajam dan sinis.

"Aku ... Kenapa kamu jadi kayak gini sih, Ji? Kamu bukan seperti sosok yang aku kenal selama ini. Kamu yang sekarang susah buat dimengerti. Apa kamu juga nggak pernah anggap aku sebagai teman? Apa kamu juga anggap aku parasit kayak Xiao?"

Orji mendengus keras.

"Aku anggap kamu nggak pernah ada, Waf. Kamu itu angin yang menggangu. Sangat dingin. Membuat aku terancam."

Dan yang aku butuhkan.

Wafer menggeleng tak percaya.

"Kamu bohong! Kamu bukan sosok yang seperti ini."

Orji menyeringai. "Kamu tahu apa, Wafer? Bukannya aku udah bilang, ini aku yang sebenarnya. Orji yang kamu kenal selama ini kamuflase."

"Jiii..."

"Dan mungkin kamu lupa," Orji mengeluarkan botol dari sakunya. Botol yang berisi Xiao di dalamnya. "Batasnya cuman tiga hari. Atau Xiao akan menghilang dari botol ini. Kamu jelas sangat tahu kalau fungsi botol ini adalah untuk memusnahkan hantu-hantu jahat."

"Tapi Xiao bukan hantu jahat, Orji. Dia teman kita. Teman kamu."

Orji mengangkat bahu tak peduli.

"Dan aku bisa aja nyuruhin hantu-hantu jahat buat gangguin Tanya. Itu kalau kamu nggak nurut juga buat jauhin dia." Kata Orji semakin mengancam.

Wafer semakin lemas. Hawa di sekitarnya sedingin kulkas. Orji benar-benar... Wafer tidak tahu lagi harus mengatakan apa pada Orji. Ia menatap sedih Xiao yang memukul-mukul dinding botol dan berteriak memohon.

*****

(Ini baru update yang sesungguhnya. Wkwk! Salam Teamo ♡)

The Sweet GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang