Wafer

4.4K 299 59
                                    

Manajemen hantu, Jangan menakuti manusia.

Kalau kalian pikir para hantu itu tidak punya sebuah tempat perkumpulan, kalian salah besar.

Buktinya, Wafer sekarang terjebak di acara kumpul-kumpul hantu ini. Berdiri termenung seorang diri.

Orji dan Xiao sedang asyik bercanda dengan hantu-hantu yang lain.

Wafer tidak terlalu mengenal mereka semua. Dia hanya berteman baik dengan Orji dan Xiao. Dan juga, Wafer sedang malas berbaur. Malas ketika mereka mengatainya hantu aneh.

Iya, Aneh. Karena hanya Wafer yang lupa siapa jati dirinya. Hantu kok amnesia? Iya! Hantu kok amnesia. Mungkin waktu Wafer mati, kepalanya kejedug tembok kali, ya. Makanya sampai lupa ingatan begini.

"Bagaimana? Kamu sudah bertemu penyelamatmu?"

Kepala Wafer berpaling melihat sosok yang mengajaknya bicara.

Ini paman malaikat. Dan dia bukan malaikat. Dia itu hanya hantu baik yang selalu menolong hantu-hantu lain sehingga dijuluki 'paman malaikat'

Wafer mengangguk dengan senyum lebar.

"Saya tahu kamu akan bertemu dengannya." kata Paman malaikat membalas senyumnya.

"Tapi... bagaimana cara dia  membantuku?"

"Nanti juga kalian tau."

"Paman jangan sok misterius begitu. Kasih tahu aja, biar aku bisa tenang ninggalin dunia ini."

"Semua butuh proses Wafer. Sama halnya saat kamu membuat kue, hidupmu sebagai hantu juga butuh proses."

Kening Wafer mengerut mendengar apa yang dikatakan Paman malaikat.

Semua butuh proses. Tapi sampai kapan? Ia sudah lelah dua tahun ini berkeliaran sebagai hantu. Satu tahun pertama Ia jalani seorang diri. Tak mengenal siapa pun. Lupa akan segalanya. Tahun kedua, Ia bertemu Orji dan Xiao—sedikit membuat hidupnya sebagai hantu jadi lebih berwarna. 

"Aku mau tanya, kenapa dia hanya bisa lihat aku? Kenapa lihat Xiao gak bisa?"

"Karena dia .... spesial."

Lagi-lagi senyum misterius itu.

"Bicara sama paman tuh gak keliatan titik terangnya. Kayak es krim blender, muter-muter."

Paman malaikat tertawa sambil menepuk bahu Wafer.

"Aku pergi aja, deh."

"Mau kemana?"

"Menyapa penyelamat matiku(?)."

                          * * *

Wafer memperhatikan Tanya yang terus menghentakkan kakinya saat berjalan. Dalam hati Wafer tertawa. Pasti gadis itu kesal karena dari tadi terus diikuti olehnya.

Sepertinya Tanya baru pulang setelah selesai les malam. Rajin juga!

"Ngejar aku terus, emangnya kamu nggak capek?" Kata Tanya, berbalik.

"Capek sih, tapi mending capek ngejar kamu dari pada capek nyari lagi yang kayak kamu." Wafer mengulum senyum.

Itu bukan gombalan, ya. Jangan salah paham. Maksudnya Wafer itu, capek nyari lagi yang kayak Tanya—yang bisa ngelihat dia.

"Jadi . . . Kamu bakalan bantuin aku, kan?" Kata Wafer lagi, menagih janji.

"Emang aku ada bilang jawab sekarang?"

"Nggak sih,"

"Nah! Makanya, jangan terlalu berharap. Dan jangan muncul-muncul depan aku lagi. Jangan ngikutin aku juga."

"Jahat!"

"Kok jahat? Kamu tuh, menguntit manusia itu kalo di dalam dunia manusia, sama dengan kejahatan. Bisa kena pasal berlapis karena udah buat aku kesal juga."

Wafer diam seribu bahasa. Tangannya mengatup, memohon.

Tanya membuang napas.

"Kamu akan lakukan apapun?" Kata Tanya memastikan.

Wafer mengangguk cepat.

"Kalau gitu, pergi dari hadapan aku sekarang!"

"Tapi ..." Wafer kehabisan kata-kata. Apa segitu batunya hati Tanya sampai tidak mau membantu hantu tampan yang malang sepertinya?

"Itu permintaan pertama."

Mata Wafer membulat.

"Berarti kamu setuju? Kita besok bisa ketemu lagi, kan?"

"Hm!" Balas Tanya cuek.

"Yes! Baiklah, aku pergi sekarang."

Wafer melambaikan tangan lalu menghilang—meninggalkan Tanya yang terkekeh seorang diri.

Oh, hidupnya yang konyol ini akan menjadi konyol lagi dengan kehadiran Wafer.

                              -------

(Wafer hadir nih 😄 beberap kalimat mengutip pict di atas 👆jangan luoa di komen, yaa 🙏)









The Sweet GhostWhere stories live. Discover now