Wafer/Tanya

2.1K 194 20
                                    

Wafer berbaring dengan gelisah. Walau pun ia tidak berisik, tapi Tanya bisa merasakan kegelisahan Wafer dari hawa dingin yang menyebar di ruangan. Tanya mendesah pelan.

Ini Wafer kenapa? Sakit? Masa hantu bisa sakit sih. Atau dia sudah ingat dan ingin menghilang? Aku belum siap ditinggal hantu, eh, pacar hantuuu.

Batin Tanya berteriak. Ia dengan cepat menoleh ke arah Wafer dan langsung mengusap dada saat melihat Wafer baik-baik saja. Ia pikir tubuh Wafer akan berangsur memudar lalu menghilang seperti di drama Korea yang pernah ditontonnya.

"Tanya aku nggak bisa tidur!" Teriak Wafer menatap Tanya. Ketakutan terlihat jelas saat mata mereka bertabrakan.  Wafer yang takut jauh dari Tanya demi menyelamatkan Xiao. Dan Tanya yang takut Wafer menghilang kembali ke alamnya.

"Terus?" Kata Tanya setelah mereka terdiam agak lama.

"Ayo kita main," Wafer mengubah posisi berbaringnya menjadi tengkurap. Kedua tangannya menopang dagu. Ia tersenyum manis ke arah Tanya.

Tanya merasakan pipinya memanas.

Oh! Sadarlah Tanya. Wafer juga kenapa bisa cute begitu, sih?

"Main? Maksudnya... hei, hei, kamu kan tadi janji nggak bakal ngapa-ngapain." Tanya langsung meraih selimut—menutupi seluruh tubuhnya.

Wafer mendengus. Otak Tanya benar-benar minta dikucek dengan kekuatan seribu tangan biar nggak aneh-aneh terus isi pikirannya.

"Kenapa kamu selimutan sampai ke  kepala begitu?"

Tanya menurunkan selimutnya sampai di bagian mata. Dilihatnya Wafer masih dalam posisi yang sama. Bedanya, kali ini, Wafer menatapnya malas.

Arrgh,, malu!

"Aku ngajak main, apa gitu? Bukan permainan aneh yang dari tadi keliaran di otak kamu." Kata Wafer lagi.

Ini karena aku pacaran sama hantu. Makanya pikiran aneh ini ikut keliaran kayak hantu.

"Aku mau tidur, Wafer. Ini sudah hampir tengah malam. Hantu mah wajar nggak tidur dan keliaran di jam begini. Lagian hantu emangnya bisa tidur? Kamu main aja sendiri. Aku besok harus bangun pagi dan pergi sekolah." Balas Tanya cepat.

"Sama pacar sendiri tega begitu. Nyesal sih nggak, ya, pacaran sama manusia kaku dan nggak romantis. Tapi berasa ada paku yang mengganjal di hati ini, minta di cabut palu godam." Ujar Wafer pelan.

"Apa kamu bilang?"

"Enggak. Kamu mau kita main catur atau sudoku?"

"Kan aku sudah bilang nggak mau main. Aku mau tidur!"

Dasar Tanya batu. Keras kepala.

"Oke. Kita main catur. Aku juga nggak terlalu pintar main sudoku. Dan aku sangsi kamu bisa main permainan yang mengasah otak begitu."

"Wafer..."

"Kamu punya papan caturnya, kan? Aku lihat ada di atas lemari itu." Wafer tak mengacuhkan Tanya yang kelihatan kesal. "Ambil sana. Kita main di sini," Wafer menepuk karpet bulu di sebelahnya.

Tanya mendelik menatap Wafer. Kedua tangannya disatukan dan di letakkan di kepala. "Kasihanilah aku Tuhan." Ucapnya.

Wafer terkikik pelan melihat itu.

"Ayo Tanya, buruan. Nanti aku nggak niat lagi mainnya." Kata Wafer sebelum Tanya sadar ia menertawai gadis itu.

"Waferrr... Kamu itu hantu. Mana bisa megang dan jalankan buah caturnya. Lupain aja. Aku mau tidur."

"Ya, kamu dong yang megang dan jalankan semua buahnya. Aku yang arahin."

Dasar Wafer bikin kesal. Ingin kujadiin dia remah-remah. Kumasukkan dalam botol air mineral. Terus kukocok sampai memudar. Eh, tapi nggak deh. Sayang.

"Itu sama aja aku main sendiri."

"Ayolah Tanyaaa. Aku kan ngajakin kamu main catur. Bukan ngajakin kamu main perasaan."

Tanya berdecak nyaring.

"Iya! Puas?" Kata Tanya, menyerah.

Wafer tersenyum lebar menanggapi.

Tanya beranjak malas dari kasur. Ia berjalan menuju lemari, dan mengambil papan catur. Ia lalu meletakkan papan catur itu dengan kasar di hadapan Wafer. Mukanya merengut.

"Jangan ditekuk begitu mukanya. Nanti tambah manis, ngalahin manisnya aku."

Manis, manis. Wafer matinya gegara diabetes kali nih. Kelebihan kenarsisan bisa juga.

"Cukup sekali putaran. Kalau kamu kalah biarin aku tidur dengan tenang." Kata Tanya sambil membuka papan catur. Menyusun setiap buah di atas papan.

"Kalo aku menang, kamu harus turutin semua permintaan aku."

Semua permintaan aku? Tanya menjentikkan jari mengingat kalimat itu. Ya, itu kan alasan Tanya pertama kali saat ia mengiyakan untuk membantu Wafer. Tanya tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya dia bisa bebas dari Permainan tengah malam ini. Orang gila mana yang bermain catur tengah malam, sama hantu pula.

Orang gila itu kamu, Tanya.

"Wafer kamu ingat, kan, syarat aku nerima tawaran buat bantuin kamu waktu itu?"

"Ya,"

"Bagus! Aku mau kita nggak jadi main catur ini dan biarin aku tidur."

"Aku nggak bisa ngabulin."

"Ish, kenapa sih? Kamu tuh kayaknya belum pernah sekali pun ngabulin permintaan aku. Enggak ada satu pun."

"Ada, kan. Waktu kamu suruh aku pergi pertama kali itu. Aku pergi."

Sesak! Tanya merasakan sesak menyerangnya saat Wafer mengucapkan kata pergi. Apa Wafer beneran mau pergi?

"Nah, itu baru satu. Kamu bilang apa pun kata aku bakal dituruti."

"Satu itu berarti ada. Kamu bilang tadi nggak ada satu pun."

"Nah, makanya yang ini juga." Kata Tanya memelas.

"Tanya.." Wafer tampak serius. "Kamu juga bisa kan turutin permintaan aku yang satu ini? Mencoba menjadi pacar yang romantis. Karena menurut aku dengan kamu begini, kamu romantis."

Skak Mat! Wafer lagi kenapa sih? Kesurupan? Masa hantu kesurupan hantu.

(Wafer lagi galau, sayang. Dia galau mau pergi ninggalin kamu. Lagi gak tentu arah jalan  hantunya u,u)

The Sweet GhostWhere stories live. Discover now