Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

1 - Azmina Nurul Safa

360K 14.9K 455
                                    

"Mi, lagi apa, sih? Cepetan, dong!"

"Iya, Ma, sebentar." 

Sebelum teriakan ibunya semakin membahana, Ami segera meraih tas dan berlari keluar dari kamar. Lipstiknya bahkan belum ia poles, belum lagi maskara yang baru dipakai sebelah, sepatu yang masih ia tenteng bersama tasnya, dan rol rambut juga masih tergulung di poni. Ami benar-benar belum siap hari ini.

"Ya ampun, kamu udah satu jam di kamar, Mama kira udah beres. Taunya masih begitu-begitu aja?"

Ami mengerucutkan bibir. "Ya abisnya Mama ngeburu-buru, sih."

"Bukan ngeburu-buru, kamu itu setiap hari ya begitu. Mandi dari jam lima subuh, tapi jam enam masih belum apa-apa. Jam tujuh beres, jam setengah delapan baru mulai sarapan, nah jam delapan kurang seperempat baru pergi kerja. Nggak tahu apa jalanan itu tiap hari macet? Kalau kamu punya pacar, Mi, pacar kamu udah bolak balik umroh, lah kamu belum beres siap-siap. Ampuuun, ya Allah, punya anak gini amat."

"Ampun juga, ya Allah, punya Mama tuh kalau udah ngomel, semuanyaaa aja dibahas," gerutu Ami.

Ibunya masuk ke dalam mobil lebih dulu. "Mama aja lah yang nyetir, udah cepet masuk."

Mengerucutkan kembali bibirnya, Ami duduk di kursi penumpang seraya melanjutkan kegiatan siap-siapnya.

"Nggak usah banyak dandan-dandan dulu deh, Mi, masih pagi ini. Malu juga, kan kita mau ke bidan, bukan mau ketemu klien."

Ami menutup maskara dan memasukkannya ke dalam tas. "Ami juga tahu, Ma, barusan Ami cuma ratain maskara aja, kok. Ya kali, pakenya sebelah, Ma."

Nurul hanya menggelengkan kepalanya seraya berdecak melihat kelakuan anak gadisnya. Ia mengembalikan fokusnya pada jalanan di hadapannya. Saat ini mereka dalam perjalanan menuju bidan di mana sepupu Ami, Nanda, melahirkan tadi malam. Memang di antara semua keluarganya, Ami dan ibunya selalu menjadi orang pertama yang akan berkunjung untuk urusan menengok, melayat, membesuk—apa pun itu.

Prinsip mereka adalah 'jangan lakukan apa yang kita benci'. Ketika Ami dan ibunya membenci sifat keluarga mereka yang selalu menomor-sekiankan mereka, maka Nurul dan Ami tak boleh seperti itu. Kalau mereka melakukan hal yang sama, bukankah jadinya sama saja dengan keluarganya yang lain?

Lagi pula Ami juga sangat menyukai bayi dan anak kecil. Jadi kalau ada salah satu anggota keluarga yang melahirkan, Ami langsung menengoknya hari itu juga, mentok-mentok besoknya. Dan Ami selalu menjadi tante pertama yang menggendong semua keponakannya.

Mobil yang dikendarai ibunya menepi. Nurul masih sibuk memarkirkan mobilnya sementara Ami sudah melesat lebih dulu ke dalam kamar tempat Nanda dirawat. Ami menengok ke dalam dan tersenyum lebar begitu melihat Nanda tengah menggendong anaknya.

"Nandaaaa, ya ampun udah jadi emak aja," sahut Ami.

Nanda tersenyum lemah. Rambutnya diikat tetapi masih basah, wanita itu pasti baru mandi. Sementara wajahnya masih terlihat pucat dan kelelahan.

"Jam berapa lahirannya, Mbak?" tanya ibunya pada Arti—ibu Nanda.

"Malam jam sebelas."

"Kok bisa di sini, Tante?"

"Iya, biasa lah, kalau lahiran nggak diduga banget. Udah booking di rumah bersalin yang seprainya aja dia udah pesen, taunya tiba-tiba semalam ketuban udah pecah, Mi. Tante bawa aja ke yang deket, eh taunya nggak lama keluar juga bayinya."

Ami tak lagi mendengarkan karena ia sibuk memperhatikan keponakan barunya yang begitu mungil di pangkuan ibunya. "Sini, Sayang. Aunty gendong," sahutnya.

Dengan telaten, Ami meraih bayi kecil itu dari pangkuan Nanda dan memeluknya dengan erat. Hidungnya mancung, bibir kecilnya tebal dan mengerucut sementara pipinya terlihat begitu tembam. Ami tersenyum senang. "Ah, ya ampun ganteng amat. Hai, Sayaaaang," sapanya.

Setiap menggendong keponakannya seperti ini, senyuman Ami tak pernah meninggalkan wajahnya karena rasanya sangat menyenangkan. Ami merasakan sebuah perasaan hangat yang begitu membahagiakan tengah menyelimuti hatinya.

"Welcome to the world, baby boy!" ucap Ami lagi. Tangannya terulur untuk mengelus pipi keponakannya. Seiring dengan sentuhan lembutnya, bibir bayi itu tertarik sedikit hingga menampilkan sebuah senyuman manis yang membuat Ami tersenyum bahagia. "Ya ampun! Bayi lo senyumin gue, Nanda!" teriaknya kegirangan.

Nanda tertawa. "Bayi gue seneng, akhirnya emaknya bakal sibuk gendong dia daripada sibuk ngurus Aunty-nya, yang kalau nangis kayak tanggul jebol, nggak bisa berhenti."

"Sialan lo!" desis Ami.


***


"Padahal si Nanda nggak mau punya anak dulu kalau nikah. Katanya, dia mau pacaran sama suaminya, berdua mau traveling keliling Eropa. Boro-boro Eropa, Mi, baru ke Bali aja si Nanda udah mabuk parah. Eh, taunya dia hamil. Telat sih mereka, bulan madu sebulan habis nikah jadi ya gitu, deh. Sekarang Nanda harus ngurus anak, boro-boro bisa ke Eropa."

Ami tertawa mendengar ucapan ibunya. Memang ya, ibu-ibu itu selaluuu saja. Yang buruk dibicarakan, yang bagus juga sama, tetap dibicarakan. Jadi intinya adalah semua hal pasti dibicarakan. "Udah waktunya aja sih, Ma. Emang seharusnya Nanda punya anak sekarang."

"Mama juga dulu waktu nikah langsung isi loh, Mi. Biasanya kan suka nurun tuh, mana tahu kamu juga ya, nanti kalau nikah, bisa langsung hamil. Iya nggak?"

"Iya kali, Ma, nggak tahu juga. Nggak pernah denger sih Ami tentang begitu. Lagian masih jauh ah, Ma. Calonnya aja belum ada."

"Ya makanya puasa, Mi. Banyak tahajud juga, duha jangan lupa. Inget-inget tuh dosa kamu apa aja. Muhasabah diri sana biar cepet dapet jodoh, biar cepet nikah."

"Apa hubungannya muhasabah diri sama cepet dapet jodoh sih, Ma? Jauh banget kayaknya."

"Eh, kan gini, Mi, kalau kamu muhasabah, kamu menyadari kesalahan-kesalahan kamu, kamu jadi tahu apa yang bisa kamu perbaiki. Nah ketika kamu lagi memperbaiki diri, Allah juga nanti perbaiki nasib kamu, hidup kamu, calon kamu, semuanya, Mi. Sama itu loh kamu kan orangnya kadang mageran, coba agak lebih rajin gitu, Sayang. Jangan tunda-tunda sesuatu, nanti Tuhan tunda juga jodoh kamu," ucap Nurul.

Ami menghela napas. Kalau sudah begini, pasti panjang sekali. "Terserah, ah," sahut Ami pada akhirnya.

"Ih, nurut aja sih sama Mama, biar kamu cepet nikah."

Mendengar kata menikah untuk kesekian kali dari mulut ibunya membuat Ami mendengus. Ia hanya bisa tersenyum tipis. Sesungguhnya Ami menyukai bayi dan ia sangat menginginkan seorang anak dalam hidupnya. Tetapi untuk menikah ... tidak pernah ada keinginan seperti itu dalam hidupnya.

All We Need is a BABY!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang