O3 ; the day after

311 19 1
                                    

- h a p p y r e a d i n g -

Pagi menyapa.

Cahaya matahari masuk melalui celah jendela yang tidak tertutupi tirai, menerangi kamar yang pemiliknya masih meringkuk di bawah selimut. Begitu tangannya tidak sengaja menyibak kain tebal itu, barulah sinar hangat itu semakin lama menusuk lembut kelopak matanya.

Alam bawah sadarnya berakhir, bertepatan dengan telinganya yang menangkap segala kebisingan yang entah datang darimana. Oh, jangan lupakan perutnya yang mual dan kepalanya yang pusing layaknya usai bermain roller coaster seribu kali.

Yura mengerang. Ia mengubah posisinya menjadi terlentang, lalu menatap langit-langit kamar. Mencoba mencari secercah ingatan yang barangkali terekam di ingatannya.

Ia kalap minum dan tertidur di meja. Selepas itu ia tidak ingat apa-apa lagi.

Meskipun nalurinya berkata demikian, tetapi Yura pikir tidak menutup kemungkinan ia juga kehilangan kendali bukan? Mengingat ia tidak pernah mengalami gejala seperti ini setelah mengkonsumsi minuman beralkohol.

Perhatiannya teralih menuju benda pipih di atas nakas dengan layar menyala cerah, yang tidak berhenti mengeluarkan suara dentingan notifikasi.

"Plis lah, jam segini nyepam hape orang kurang kerjaan banget," gerutunya kesal, mengetahui ini masih jam delapan pagi.

Terlalu dini untuk memulai percakapan di hari libur.

Yura berguling mendekati nakas. Belum sempat mengetahui apa yang membuat ponselnya nyaris jebol, yang ia dapatkan hanyalah layar hitam tanpa suara.

Ibu jarinya menyentuh lembut tombol fingerprint. Tidak ada perubahan.

Ia mendengus.

Ponselnya mati.

Usai bergelut dengan sekelebat firasat buruk, dan meyakinkan diri sendiri semuanya baik-baik saja, Yura memutuskan untuk keluar dari kamarnya.

Semerbak wangi rempah masakan yang direbus berhasil mengikat inderanya sewaktu ia berjalan gontai menuju dapur. Yura kira itu mamanya, tetapi ternyata sahabatnya, Mona.

"Pules banget, gue kira lo mati tadi."

Alih-alih membalas perkataan kurang ajar-yang biasanya akan ia hadiahi dengan semprotan atau jitakan-Yura justru menarik kursi dan menghempaskan pantatnya disana.

Ia menggaruk kepalanya lalu berucap, "Semalem gue pulang sama siapa?"

"Bareng gue sama Esa." Mona beranjak dari pantry dan meletakkan semangkok sup berkaldu-yang tidak tahu apa isinya karena Yura belum pernah menjumpai hidangan seperti itu sebelumnya.

Yura melongok ke sekitar, mencari keberadaan pria jangkung itu. Namun ternyata tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan Esa masih di rumahnya. "Udah pulang dia?"

"Subuh tadi langsung cabut, diomelin abis-abisan sama nyokapnya. Kirain pulang larut ternyata malah nginep di rumah orang, mana nggak bilang dulu."

Bibir Yura terlipat menjadi satu garis lurus. Merasa tak enak hati. Ia pasti sudah merepotkan Esa tadi malam. "Gue mabuk banget ya emang?"

"Banget malahan. Gue aja sampe heran."

"Tapi gue nggak aneh-aneh, kan?"

Mona menggaruk belakang telinganya. Rupanya Yura belum sepenuhnya pulih-dan belum tahu bahwa ia tengah menjadi bahan perbincangan penghuni sekolah.

"Makan dulu deh, keburu dingin nggak enak nanti."

Yura menghembuskan napas. Mengaduk kuah berwarna kemerahan, ia menyuapkan ke mulut guna menyesuaikan rasa dengan indera perasanya.

epiphanyWhere stories live. Discover now