Chapter 32

1.1K 140 19
                                    

Aroma krisan, serta gundukan tanah yang belum kering menjadi tempat peristirahatan terakhir seorang pria bernama Park Jimin.

Gadis dengan dress hitam selutut masih setia memandang gundukan tersebut. Dengan pria yang juga memakai setelan hitam pertanda berduka di sampingnya.

"Ayo pulang. Sebentar lagi hujan." Ajak Taehyung.

"Kau duluan saja, aku masih ingin di sini."

"Jisoo-ya. Kau sudah berdiri disini selama dua jam."

"Kau duluan saja."

Tentu saja, Taehyung pasti kalah jika berdebat dengannya.

Maka ia memutuskan diam dan menunggu gadis itu sampai ia mengajak untuk pulang duluan.

"Kau tahu ? Aku terlalu lama memendam perasaan konyol ini sampai-sampai aku tak merasakannya lagi. Bahkan di hari terakhirnya, aku tetap tak bisa mengatakannya."

Taehyung setia mendengar curahan hati gadis yang tengah berduka tersebut.

"Tapi, aku tidak menyesal untuk tidak mengatakannya. Menjadi sahabatnya sampai akhir hayatnya, aku sangat bersyukur."

Jisoo menghapus titik bening di sudut matanya, "Sekarang, aku bisa melepasnya dengan tenang."

♤♤♤

Bunyi gesekan besi sepanjang rel memenuhi rungu Jisoo begitu juga dengan Taehyung.

Mereka memutuskan kembali ke Daegu setelah dua hari di Seoul.

Meskipun Jisoo masih ingin di sana untuk masa berkabung, namun ia juga memikirkan Taehyung yang ikut menemaninya.

Mereka masih harus masuk sekolah dan Jisoo tak ingin Taehyung mendapat catatan alpa berlebih hanya karena dirinya.

"Mianhae."

Jisoo menoleh ke sampingnya, setelah lama pria itu tak mengatakan sepenggal kalimat.

"Kenapa ?"

"Aku bisa menemanimu di Seoul sampai masa berkabung selesai."

"Tidak apa-apa. Aku juga ingin kembali ke Daegu."

Taehyung tahu, gadis itu berbohong. Karena setiap kali Jisoo berbohong, gadis itu akan memalingkan wajahnya, seperti yang di lakukannya sekarang. Ia memalingkan wajahnya ke jendela.

Entah mendapat dorongan darimana, tangan pria itu kini berada di punggung tangan Jisoo.

Ia hanya bermaksud menguatkan Jisoo. Gadis itu hanya tersenyum menanggapinya.

"Aku tahu ini berat. Jangan lupa, aku juga pernah berada di posisimu."

Jisoo tak bisa mengahadap Taehyung, ia sibuk mencegah likuidnya membentuk aliran.

"Tidak mudah memang, saat orang yang biasanya bersamamu tiba-tiba meninggalkanmu. Seperti ada yang hilang, rasanya sangat hampa."

"Aku hanya tidak biasa menghadapi kematian menjadi sebab aku kehilangan seseorang." Cecar Jisoo dengan suara paraunya.

"Ya. Aku mengerti, tidak usah di tahan. Kalau ingin menangis, menangislah. Kalau ingin marah, kau boleh melampiaskannya padaku."

"Kau mengucapkannya berulang kali."

"Aku hanya ingin mengingatkanmu, kalau kau masih punya diriku."

♤♤♤

Salju semakin lebat seiring memasuki bulan desember.

Jisoo duduk di depan meja belajarnya dan memandang snow globe pemberian terakhir seorang Jimin.

Gangster Make My Day ✔Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu