BAB VII

103 7 0
                                    

Jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Vera masih belum bisa tertidur. Ia masih memikirkan perkataan Kiai Mahmud tadi pagi. Malam ini terasa begitu berbeda, sama seperti saat ia menemukan syal merah itu. Entah kenapa sejak tadi ada perasaan aneh yang menyelimuti hatinya, seperti mendapat firasat akan terjadi sesuatu yang buruk di rumahnya.

Sejak tadi angin bertiup dengan kencang. Suara derunya berhasil mendirikan bulu kuduknya. Suasana di rumah malam ini terasa begitu mencekam, membuatnya ingin segera tidur. Tetapi, sejak tadi kedua matanya tetap terjaga.

Pukul 1 lewat, tiba-tiba terdengar suara gaduh disertai dengan jeritan yang mengejutkan. Arahnya dari kamar Andina. Mulanya Vera menyangka Andina sedang mengigau. Tetapi saat itu, terdengar suara lolongan anjing yang mengalun mendayu-dayu. Tiba-tiba, ia teringat akan kematian Nova dan Shila. Malam ini adalah tanggal 1 maret, tanggal di mana Nova dan Shila meninggal.

Vera segera berlari ke kamar Andina. Perasaannya semakin tak enak pada Andina. Ia takut bila Andina akan bernasib sama seperti Nova dan Shila.

Tap... tap... tap...

Vera menjadi merinding dan panik karena pada saat ia menyentuh ganggang pintu kamar Andina, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di belakangnya. Namun, begitu ia menolehkan pandangannya ke belakang, tak ada siapa pun di sana. Hanya ada dirinya sendiri yang berdiri tepat di depan pintu kamar Andina.

Vera terpaksa menggedor-gedor pintu kamar itu karena pada saat itu pintu kamar tak bisa dibuka sama sekali.

"Din...! Andinaaa...! Buka pintunya, Din...!" seru Vera menegangkan.

"Kak...! Kak Vera...! Cepat masuk, Kak...! Pintunya nggak dikunci...!" jeritan Andina makin menjauh dari pintu, "Tolong aku, Kak...! Syal ini mau membunuhku!"

Vera segera berlari mencari kunci duplikat semua pintu rumah. Rasa panik dan juga takut telah menghilangkan ingatannya akan keberadaan kunci duplikat rumah. Padahal biasanya ia mengingat semua benda yang di simpan di dalam rumah. Tapi kali ini pikirannya sama sekali buntu.

Aneh sekali. Papa dan mama tak kunjung terbangun dari tidur mereka. Padahal jeritan Andina terdengar sangat nyaring sekali. Seharusnya jeritan itu cukup untuk membuat papa dan mamanya terbangun. Apalagi kamar mereka sangat dekat dengan kamar Andina.

Vera tak mau terlalu memikirkan papa dan mamanya. Saat ini yang ada di dalam otaknya hanyalah keselamatan Andina. Sudah cukup ia kehilangan kedua adiknya karena syal merah itu. Dan sekarang, ia tak akan membiarkan syal merah itu merenggut nyawa Andina.

Vera akhirnya berhasil menemukan kunci duplikat rumah. Ia segera memasukkan satu persatu anak kunci ke dalam lubangnya. Ada satu kunci yang pas dengan lubang kunci pintu kamar Andina. Tetapi, ketika anak kunci di masukkan, kunci tersebut sukar di gerakkan. Dengan sekuat tenaga, Vera memutar anak kunci. Tetapi tidak berhasil.

Sementara yang ada di dalam kamar makin menjerit histeris. Sesekali terdengar nada tangisan.

"Din...! Buka pintunya...! Kakak nggak bisa masuk! Pintunya sama sekali nggak bisa terbuka!" Vera berteriak dengan panik.

"Kak...! Tolong aku...! Uhukkk...! Uhukkk...!" suara Andina terdengar seperti tercekik. Vera semakin panik dibuatnya.

Tiba-tiba, Andina teringat pada perkataan Kiai Mahmud pagi tadi. Ia pun segera melakukan pesan Kiai Mahmud sebelum pulang tadi. Mulutnya berkomat-kamit membacakan ayat-ayat Al-Qur'an yang dihapalnya. Ia sangat berharap dengan mengikuti pesan Kiai Mahmud, ia dapat menyelamatkan Andina.

Entah kenapa pintu kamar dapat dibuka dengan mudah. Vera pun segera masuk ke kamar. Betapa terkejutnya Vera ketika melihat Andina terbang melayang dengan leher terlilit syal merah.

Misteri Syal MerahWhere stories live. Discover now