BAB II

136 12 8
                                    

Hari minggu adalah hari yang spesial bagi Vera. Tak seperti hari-hari lainnya yang selalu diisi dengan kesibukan, di hari minggu ia dan keluarganya bisa berkumpul bersama di rumah.

Paginya, Vera membawa syal itu ke meja makan. Papa, mama, dan ketiga adiknya terlihat sudah berkumpul di sana. Mama menatap aneh pada anak pertamanya itu. Tak biasanya Vera membawa syal ke meja makan.

"Tumben sekali kau bawa syal ke sini? Apa pagi ini terlalu dingin untukmu, Vera?" goda mama lalu memasukkan makanannya ke dalam mulut.

"Ini bukan syal aku, Ma. Aku menemukannya di meja tamu semalam. Apa syal ini milik kalian?" tanyanya menatap ketiga adiknya yang sedang makan.

Yang di tanya pun langsung menghentikan makannya. Pandangan mata mereka seketika tertuju pada syal yang di bawa Vera.

"Aku tidak punya syal seperti itu. Bagus sekali! Aku suka!" jawab Andina, putri kedua.

Mendengar jawaban dari Andina, Vera langsung mengalihkan pandangannya ke arah Shila dan Nova, putri ketiga dan keempat.

"Kak Vera jangan menatapku seperti itu! Aku mana punya syal bagus seperti itu. Kan Kakak tau sendiri, aku lebih suka pakaian seperti apa? Aku sama sekali tidak tertarik untuk membeli syal. Terlalu feminim! Lebih baik aku mengumpulkan uang untuk membeli jaket kulit daripada syal. Lebih keren!" gumam Shila. Ia sama sekali tak memperdulikan wajah kakaknya yang tampak kebingungan.

"Itu juga bukan punyaku, Kak," sahut Nova dengan tatapan yang masih tertuju pada syal itu. "Daripada dianggurin, lebih baik buat aku aja! Aku sangat suka syal itu! Terlihat berbeda dari semua syal-syalku di dalam lemari. Pasti aku makin cantik bila memakai syal itu."

"Jangan berikan syal itu pada Nova, Kak! Kasih aja ke aku! Akan kujaga syal itu dengan baik," kata Andina tiba-tiba. Kedua matanya juga tertarik pada syal itu.

Nova menjadi geram pada Andina. Semua hal yang diinginkannya, pasti juga diinginkan oleh Andina. Sebagai anak bungsu, kakak keduanya itu selalu memperlakukannya dengan semena-mena. Padahal setahunya, seorang kakak harus mengalah pada adiknya, bukan sebaliknya.

"Aku duluan yang minta! Jadi syal itu punyaku sekarang!"

"Dimana-mana adik seharusnya mengalah pada kakaknya!" sahut Andina jengkel.

"Kak Andina selalu saja menginginkan apa yang aku punya. Sekali-kali, mengalah kek sama adiknya!" gerutu Nova.

Minggu yang biasanya mereka habiskan bersama dengan tenang, kini diwarnai oleh pertengkaran kakak beradik itu. Mereka berdua sama-sama menginginkan syal merah yang ditemukan Vera. Tak ada yang mau mengalah. Keduanya sama-sama ngotot ingin memiliki syal merah itu. Padahal syal merah itu jelas-jelas bukan milik mereka berdua. Hanya Shila yang tak tertarik dengan syal merah itu. Ia malah enak-enakan melahap makanannya.

Brukkk...! Mata mama menatap Andina dan Nova dengan tajam. Wajahnya terlihat sangar karena kelakuan kedua putrinya itu.

"Andina, Nova...!" mama berseru dari bangkunya, "Berhentilah bertengkar! Kita sedang makan sekarang. Jangan gara-gara syal itu, makan pagi kita jadi rusak."

Andina dan Nova sama-sama menurunkan emosi mereka. Diam sesaat, lalu kembali melanjutkan makan mereka yang sempat tertunda.

Vera menghela napas. Ia sama sekali tak menyangka hanya gara-gara syal yang ditemukannya itu, kedua adiknya bertengkar di hadapan papa dan mama. Padahal jarang sekali mereka bisa berkumpul bersama. Daripada syal merah itu membuat keributan dan pertengkaran pada adik-adiknya, lebih baik ia simpan syal merah itu hingga pemilik sesungguhnya datang untuk mengambilnya.

                                                                                             ***

Misteri Syal MerahWhere stories live. Discover now