BAB III

123 9 1
                                    

Jam menunjukkan pukul 12 malam. Tiba-tiba terdengar jeritan yang mengejutkan. Semua penghuni rumah yang sedang tertidur lelap seketika terbangun. Suara jeritan itu terdengar dari arah kamar Nova. Semua segera berlarian menuju kamar Nova, kecuali Andina yang berjalan dengan gontai.

Jeritan Nova makin keras. Lolong anjing tiba-tiba terdengar, bercampur dengan suara jeritan Nova. Mereka yang menyerbu kamar Nova menjadi merinding mendengarnya. Selama bertahun-tahun tinggal, jarang sekali terdengar lolongan anjing, apalagi pada jam 12 malam. Menurut kepercayaan orang-orang, jika anjing bergonggong seperti raungan serigala, berarti si anjing melihat makhluk dari dimensi lain. Itu sebagai pertanda bahwa ada arwah penasaran yang berada di sekitar anjing tersebut.

Antara takut dan panik karena pintu tak kunjung dibuka. Sepertinya kamar sengaja di kunci oleh Nova. Papa pun menggedor-gedor pintu dan memanggilnya dengan tegang.

"Nova...! Novaaa...! Buka pintunya...!"

"Paaa...! Papaaa...! Tolongin Nova, Paaa...! Nova nggak mau mati...!" teriak Nova ketakutan.

Mendengar teriakan Nova, semua yang ada di depan pintunya semakin takut. Begitu pula dengan mama. Rasa takut, panik, dan khawatir sejak tadi terus menyelimuti hati mama. Jeritan Nova makin lama makin menjauh, membuat hati mama semakin khawatir akan putri bungsunya itu. Air mata mama terus mengalir di kedua pipinya.

"Mama tenang dulu! Mungkin Nova sedang mimpi buruk, makanya ia seperti itu. Nova kan anak manja, siapa tau ia lagi ngerjain kita," kata Andina berusaha menenangkan mamanya. Andina sangat yakin, saat ini Nova sedang berpura-pura untuk mencari perhatian dari papa dan mamanya.

"Berhentilah berkata seperti itu pada adikmu, Andina!" kata mama sambil menahan emosi. "Di saat seperti ini, bisa-bisanya kamu menjelek-jelekkan adikmu sendiri. Dewasalah sedikit, Andina!"

"Tapi, Ma...!"

"Kalian berdua berhentilah bertengkar! Bantuin Papa buka pintu ini!" papa tampak jengkel pada istri dan putri keduanya itu. Di saat genting seperti ini, bisa-bisanya mereka bertengkar.

Andina mendengus kesal kepada papa dan mamanya. Ia merasa papa dan mamanya pilih kasih. Mereka lebih menyayangi Nova daripada dirinya. Ia pun berseru dalam hatinya, "Si anak manja pasti lagi akting, cari-cari perhatian Papa dan Mama. Keterlaluan sekali dia! Nggak tau apa ini tengah malam? Mengganggu orang tidur saja."

Sejak tadi pintu kamar tak kunjung terbuka. Sayang sekali kunci pintu yang dipasang di kamar Nova adalah kunci grendel. Hanya bisa dibuka dari dalam. Papa sengaja memasangnya atas permintaan Nova. Nova sering mengeluh pada papanya karena Andina sering masuk ke kamarnya dan menggunakan barang-barangnya tanpa seizinnya. Ia juga sering membuat kamar Nova berantakan, sehingga Nova harus membereskannya kembali.

"Paaa...! Tolong...! uhukkk... uhukkk...!" teriak Nova tiba-tiba dengan suara yang hampir habis.

Papa pun mencoba menendang pintu kamar Nova dengan melompat. Tetapi, papa sendiri yang malah terpental.

"Nova...! Apa yang terjadi di dalam!" teriak Vera. Vera pun ikut menggedor-gedor pintu kamar Nova. Dirasa tak berhasil, ia pun nekat menendang pintu kamar seperti yang papa lakukan dengan melompat. Sama seperti papa, ia juga terpental. Malahan kakinya terasa sakit sekali.

Andina berdiri mematung bersama mama yang terus menangis. Perasaannya mulai takut dan khawatir. Bila dugaannya benar, seharusnya sejak tadi Nova berhenti dan membuka pintu kamarnya karena telah berhasil membuat semua orang berkumpul di depan kamarnya. Tetapi sampai saat ini, Nova tak kunjung membuka pintu kamarnya.

"Dobrak aja pintunya, Pa!" usul Shila.

Tanpa pikir panjang, papa langsung mendobrak pintu itu. Tetapi, pintu itu masih tertutup dengan kokoh. Dibantu Vera dan Shila, kali ini papa kembali mencoba mendobrak pintu kamar dengan badan mereka. Mereka bersama-sama menghentakkan badan mereka ke pintu itu. Tetapi, pintu itu masih tertutup rapat. Tak ada perubahan sama sekali. Pintu itu sangat kokoh.

"Pa, aku coba buka kamar Nova lewat jendela. Papa dan Shila terus coba dobrak pintu ini! Kalau perlu ambil kapak di gudang. Hancurkan saja pintu ini!" usul Vera. Ia bergegas melangkahkan kakinya menuju jendela kamar Nova.

***

Jam telah menunjukkan pukul 2 malam. Semua keluarga sedang enak-enaknya berada di alam mimpi. Berbeda sekali di rumah Vera. Semua orang tak bisa tidur sama sekali. Mereka semakin panik dan cemas. Apalagi suara Nova sudah tak terdengar lagi. Hal ini makin membuat mereka yang berdiri di depan pintu kamarnya bertanya-tanya, "Apa yang sedang terjadi di dalam?"

"Nova...! Nova, kau baik-baik saja? Buka pintunya, Va!" teriak Shila. Tapi, tak ada jawaban sama sekali yang terdengar dari dalam kamar.

Sementara itu, Vera berdiri tepat di depan jendela kamar Nova. Matanya mencoba mengintip kondisi Nova. Tetapi, jendela kaca itu tertutup oleh gorden yang tebal. Bahkan tak terdapat sama sekali celah untuk mengintipnya. Kedua matanya sama sekali tak bisa melihat kondisi Nova saat ini.

Ia segera mengambil batu besar yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri dan mengayunkannya ke arah kaca jendela kamar. Praaang...! Kaca jendela kamar Nova pecah. Ia menghempaskan napas lega. Ia tidak langsung masuk melihat keadaan di dalam kamar. Tangannya terluka saat memecahkan kaca jendela. Ia pun meringis kesakitan memegangi tangannya. Satu persatu pecahan kaca yang menempel di tangannya dicabutnya. Setelah itu, baru ia masuk ke dalam kamar Nova.

Sedangkan di depan pintu kamar Nova, papa dan Shila masih berusaha membuka pintu kamar dengan berbagai cara. Apalagi setelah mendengar suara kaca pecah dari kamar Nova, semua yang ada di luar kamar menjadi tegang. Andina sendiri tak kuasa menahan air matanya karena dicekam rasa takut dan kecemasan yang begitu kuat. Sedangkan mama tak henti-hentinya menangis.

"Nova...!" pekik Vera begitu memandang ke sebelah kasur. Matanya terbelalak, napasnya tersentak.

"Vera...! Kamu sudah di dalam, Nak?! Cepat buka pintunya!" seru papa dari luar kamar karena mendengar suara orang memekik.

"Vera...! Vera...! Cepat buka pintunya!" seru Shila sembari menggedor-gedor pintu kamar.

Vera terdiam. Ia sama sekali tak bisa menyahut. Tenggorokannya seperti tercekik oleh napas yang sukar dihembuskannya. Tubuhnya menjadi lemas dan akhirnya ia terduduk. Matanya yang membelalak masih menatap tubuh Nova dalam keadaan tergantung di sebelah kasurnya.

"Vera...! Vera, apa yang terjadi di dalam? Cepat buka pintunya...!" teriak papa kembali.

Teriakkan papa berhasil menyadarkannya dari rasa shock yang begitu menegangkan. Ia mulai bisa mengisak, makin lama keras, dan akhirnya menangis dengan suara meratap-ratap, membuat yang mendengarnya semakin bertanya-tanya. Ia pun mencoba berdiri, tetapi tubuhnya terlalu lemas karena shock melihat kondisi Nova. Dengan isak tangis yang keras, ia bersusah payah mengesot hingga sampai ke pintu. Ia pun segera menarik kunci grendel dan membuka pintu.

Semua yang ada di luar kamar bergegas masuk ke kamar Nova. Mereka semua terperajat. Mata mereka terbelalak melihat pemandangan yang ada di depan mata mereka saat ini. Andina langsung terduduk lemas seperti Vera. Sedangkan mama menangis meraung-raung memanggil Nova, kemudian jatuh terkulai dan tak sadarkan diri. Shila dengan sigap menangkap tubuh mama yang hampir terbentur pintu. Papa perlahan-lahan mendekati tubuh Nova yang tak bernyawa lagi dan menurunkannya dengan segera. Papa langsung memeluknya dan mencium keningnya yang dingin.

                                                                                            ***

Misteri Syal MerahWhere stories live. Discover now