• Pergi •

127 24 26
                                    

[Tema No. 9 – PERGI]

PERGI
oleh TutanKhemen

Sepenuh tenaga Jack menyepak sebongkah batu yang menghalangi langkahnya hingga terpental jauh ke seberang jalan.

Dia sedang galau level dewa saat ini, melangkah uring-uringan hingga batu kerikil tak berdosa itu pun menjadi sasaran luapan kekesalannya. Naasnya kerikil yang terpelesat jauh menyeberangi jalan itu akhirnya mendarat di kening seorang tukang becak yang sedang mengaso di bawah sebatang pohon jengkol.

"A#j##g!!!" sumpah serapah menghambur dari mulut si tukang becak, seketika. Seraya menahan sengatan perih pada keningnya dia bangkit dan menghardik Jack.

Sesaat, Jack terperangah juga melihatnya. Sebentuk daging setengah lingkaran berona kemerahan kini menghiasi jidat orang itu.

"Dimana otak kau jangenam! Sini, jangan lari kau!"

Jack mana mau lari. Tak pernah, belum pernah dia mengalah atau melarikan diri walau beberapa kali kekacauan timbul karena ulahnya sendiri. Dan demi hari-hari yang telah berlalu seperti hari ini, bukannya meminta maaf Jack malah balik membentak tukang becak itu,

"Akukan nggak sengaja setan! gitu aja pun kau ngamuk-ngamuk!"

Detik berikutnya kedua orang sarat emosi itu saling menghampiri, saling bersilat lidah hingga pada akhirnya, saling adu jotos. Tanpa dikomando, entah dari mana datangnya orang-orang segera berkerumun membentuk suatu lingkaran, tumpah-ruah memadati tikungan jalan itu. Namun anehnya tak ada seorang pun yang berniat memisahkan mereka. Sebagian hanya terpelongo sebagian lagi justru bersorak-sorak, makin memperkeruh suasana.

Untung saja seorang pria berseragam polisi lalu lintas yang sedang melintas segera menurunkan standar motor patrolinya, lalu dengan penuh wibawa ia menyeruak kerumunan hingga tanpa diperintah satu-persatu para penonton menyingkir.

***

Jack orang Medan. Dia lahir di Medan, tinggal di Medan, luntang-lantung di Medan. Beberapa bulan lalu dia memutuskan untuk tidak meneruskan kuliah setelah orangtuanya menyerah melunasi tunggakan uang semester.

Jack tak begitu menyesalinya, tak terlalu, lagipula dia bukan mahasiswa yang berprestasi di kampus. Tapi jangan cepat keliru, Jack memang nakal tapi bukan berarti bodoh, dia hanya tidak punya prestasi, itu saja. Ada perbedaan yang signifikan tentang dua hal itu. Jadi tak soal dia kuliah atau tidak, tidak akan ada yang peduli.

Waktu itu, Jack hanya mampu memaksakan senyum melihat orangtuanya justru tersenyum lega ketika selembar surat berisi SP3 dilayangkan ke rumahnya. Itu adalah satu peristiwa langka dalam sebuah keluarga. Tapi jangan cepat keliru, ayah-ibunya bukan tak peduli dengan pendidikan, hanya saja mereka sudah tak punya apa-apa.

Demi memenuhi kebutuhan hidup di dunia yang kejam ini, ibunya terpaksa menekuni profesi sebagai pembantu rumah tangga sedangkan ayahnya sudah tidak bekerja lagi, telah almarhum sejak dua tahun silam. Ayah Jack adalah salah seorang petinggi suatu organisasi kepemudaan yang cukup terkenal di Medan, mati mengenaskan dalam perang perebutan lahan dengan organisasi kepemudaan lainnya.

Seperti mendiang ayahnya, Jack juga lahir dan tumbuh besar di lingkungan dimana takdir mempertemukan para pekerja kasar, preman pasar, hingga orang-orang yang kurang terdidik tinggal berdekatan, hingga menjelang dewasa saat ini, tak heran jika dia terbiasa hidup dengan kekerasan. Jack tinggal di suatu tempat dimana isi kebun binatang hingga jenis kelamin adalah hal yang lumrah disebut dalam pembicaraan.

Random EventTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang